Bab 20

Juna menyetir mobil menuju rumah sakit terdekat dengan meninggalkan istrinya seorang diri di rumah. Mau bagaimana lagi, wanita cantik tapi judes itu terpaksa harus ditinggal karena kursi penumpang yang tidak muat lagi.

Aru yang duduk di kursi belakang yang wajahnya penuh dengan air mata, memeluk kepala Ibunya begitu erat. Tangisnya tak kunjung reda.

“Bu, bangun, Bu. Jangan tinggalkan Aru, Bu.”

Begitulah kalimat yang didengar Bu Ranti dan juga Juna selama dalam perjalanan dari bibir gadis itu di sela-sela isak tangisnya. Siapa saja yang mendengarnya akan turut prihatin ataupun ikut menangis.

Tidak butuh waktu lama, mereka pun tiba di pelataran rumah sakit. Sejumlah perawat datang berhamburan dengan membawa brankar sebab mendengar teriakan Bu Ranti yang meminta tolong.

Dengan kelihaian yang dimiliki para perawat tersebut, dalam waktu singkat tubuh Bu Nita sudah berpindah dan dibaringkan di atas brankar. Aru menggenggam erat tangan Ibunya saat brankar itu sudah mulai bergerak karena didorong.

“Bu, bangun, Bu.”

Permintaan yang sama yang entah ke berapa kali keluar dari bibir mungil Arunika. Ia terus menggaungkan kalimat tersebut yang terdengar menyayat hati. Hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu dan mereka dilarang untuk ikut masuk.

“Mohon keluarga pasien untuk tetap tinggal di sini.”

Arunika tidak terima. Bagaimana mungkin dengan keadaan Ibunya yang tidak sadarkan diri dengan mulut yang masih mengeluarkan darah seperti itu, dirinya dilarang ikut masuk. Di saat kondisi Ibu yang menyedihkan seperti ini, bukankah ia harus mendampingi Ibu, pikirnya.

Maklum, Aru tidak pernah ke rumah sakit, jadi tidak mengerti dengan peraturan yang ada. Apalagi hanya Ibu satu-satunya-lah yang dimiliki sekarang. Ia tidak akan sanggup merelakan Ibunya yang tidak sadarkan diri sendirian di sana dengan orang yang tidak dikenal. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?

“Aru, biarkan dokter yang menangani Ibumu, iya.” Bu Ranti mencoba membujuk gadis yang terus berontak untuk ikut masuk. “Dokter tidak akan bisa fokus mengobati Ibumu kalau kamu ikut masuk. Kita berdoa di sini, iya, untuk kesembuhan Bu Nita.”

Dengan mata sendu, Aru membiarkan daun pintu yang diatasnya bertuliskan Ruang UGD ditutup secara perlahan.

“Ibu saya akan sembuh, ‘kan, Bu? Ibu pasti sembuh, ‘kan, Bu?” Tanpa terpikirkan rasa sungkan dengan siapa dirinya bicara, Aru menggenggam erat tangan Bu Ranti yang berdiri di sampingnya.

Wanita baik itu membalas dengan memeluk gadis yang kini tengah terpuruk hebat. “Tentu. Ibumu akan sembuh. Pasti akan sembuh,” jawabnya sembari memberi kekuatan lewat usapan di punggung anak ART-nya itu.

*

Aru tidak henti menatap dengan gelisah pintu yang tidak kunjung dibuka sejak tadi. Sudah begitu lama mereka menunggu di luar, namun tidak ada satu orang pun yang keluar bahkan sekadar memberitahu kondisi Ibu saat ini.

“Aru, kamu duduk saja di sini.”

“Iya, Bu, nanti saja kalau mereka sudah memberitahu bagaimana keadaan Ibu.”

Entah sudah berapa kali Bu Ranti meminta Aru untuk duduk di kursi panjang yang ada di dekat ruangan tersebut, tetapi tetap saja Aru tidak mau. Gadis itu selalu mondar-mandir seraya menatap pintu, menunggu siapa saja yang akan keluar dari sana. Jangan lupakan air mata yang turun yang seakan tidak ada habisnya.

Hingga perhatian mereka teralihkan dengan kedatangan seorang suster yang menyapa mereka.

“Selamat pagi, Bu. Dengan keluarga pasien yang bernama Ibu Nita?”

“Iya, benar.” Bu Ranti yang menjawab.

“Pasien mau menggunakan asuransi kesehatan atau secara umum?”

“Aru, Bu Nita punya tidak asuransi kesehatan?”

Arunika yang sudah mendengar sendiri pertanyaan suster itu, jantungnya berdentum hebat. “Ti-tidak, Bu. Ibu tidak punya asuransi apa-apa,” jawabnya diiringi tangisan pilu.

Bukannya Aru tidak terpikirkan atau tidak mau untuk membuatkan Ibu asuransi kesehatan sejak dulu. Karena kekejaman Bapak terutama dalam hal materi membuat keinginannya terkubur dalam-dalam. Berbeda dengan dirinya yang sudah memiliki jaminan kesehatan sebab diurus oleh perusahaan tempat dia bekerja. Air matanya semakin merebak keluar dengan derasnya.

“Berarti pasien menggunakan biaya umum, ‘ya?”

“Em, nanti saya akan datang ke bagian administrasi, iya, Sus,” jawab Bu Ranti sebab mengerti keadaan Aru.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!