Bab 13

Arunika sangat bersyukur sebab masalah besar yang membebani pikiran dan batinnya sudah teratasi dengan campur tangan Bu Ranti.

Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak muda lagi itu, bagai oase di padang gurun yang memberikan kelegaan bagi Aru dan juga Ibunya. Datang menyelamatkan hidup mereka pada waktu yang tepat.

Aru juga semakin bersyukur karena Bu Ranti meminta dirinya dan juga Ibu untuk tinggal bersamanya. Alasannya karena rumah itu terlalu besar untuk ditinggali seorang diri. Dan juga supaya Aru tidak perlu bersusah payah memikirkan bayaran rumah kontrakan lagi. Sungguh baik hati sekali wanita yang sudah janda ditinggal mati suaminya tersebut, bukan?

Dari kejadian ini Aru mendapat satu pelajaran. Apapun masalah yang datang mendera, ia tidak seharusnya menyimpan atau mencoba menyelesaikannya sendiri. Berbagi beban dengan orang terdekat adalah solusi paling tepat supaya beban itu bisa diatasi bersama.

“Aru berangkat, iya, Bu,” pamit Aru sembari menyambar tangan Ibunya dan menciumnya dengan khidmat. Hari ini hingga satu minggu ke depan dirinya kebagian shift malam. “Ibu langsung tidur. Tidak perlu mengerjakan apa-apa lagi, semua pekerjaan sudah selesai.

Kalau nanti batuknya kambuh dan tidak berhenti segera minum obat. Obatnya di sana,” tunjuknya pada sebuah meja kecil di samping tempat tidur mereka. Ibunya mengalami batuk akhir-akhir ini. Andai saja Aru memiliki uang, ia tidak akan berpikir dua kali untuk membawa Ibunya berobat ke dokter. Sekarang ia hanya mampu membeli obat di warung.

“Iya, Ibu sudah tahu obatnya di sana. Kamu sudah mengingatkan Ibu lebih dari 10 kali. Kamu ini jadi cerewet sekali!” seru Ibu dengan mencubit gemas pipi putrinya. Yang dicubit hanya terkekeh. Tangan Ibu yang sudah keriput itu kemudian bergerak menyentuh beberapa sulur rambut anak kesayangannya dan merapikannya di belakang telinga. “Kamu hati-hati di jalan.”

“Iya, Bu.” Aru mengangguk lantas berdiri dan menyambar tas yang berisi bekal buatan Ibunya. “Aru harus berangkat sekarang, Bu, takut telat. Sampai jumpa besok.”

Ibu Nita ikut mengantarkan hingga di pintu belakang rumah majikannya dan membalas lambaian tangan putri tercintanya tersebut.

“Semoga masa depanmu dipenuhi oleh kebahagiaan, Nak,” lirihnya dengan mata berembun menatap punggung sang putri yang sudah mulai menggowes sepedanya menuju gerbang rumah besar tersebut.

Jika pada umumnya malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk tidur, mengistirahatkan tubuh dan juga pikiran karena seharian sudah lelah dengan aktivitasnya. Namun begitu, Arunika mensyukuri pekerjaan yang digelutinya saat ini meskipun jam kerjanya berganti-ganti alias di-shift.

“Aduh, pegalnya,” keluh teman Aru yang satu bagian dengan gadis itu. Temannya tersebut duduk berselonjor sembari memijit-mijit betisnya.

Kaki siapa yang tidak pegal bila harus berdiri dan kadang juga harus berlari-lari selama kurang lebih 8 jam. Arunika dan teman-temannya yang bekerja di bagian penjaga mesin produksi benang mengalami itu.

Mereka harus memiliki tangan dan kaki yang gesit untuk menyambungkan kembali benang yang putus. Mata mereka juga harus jeli untuk melihat apakah ada benang yang putus atau tidak. Belum lagi mata mereka harus fokus melihat lampu berwarna merah yang menandakan benang sudah harus ‘dipanen’.

Ada terdapat 144 tombol merah di setiap mesin produksi, yang artinya Arunika dan temannya itu menghasilkan 144 gulungan benang per 3 jam. Setiap 1 gulungan beratnya berkisar 2-3 kg.

Apabila tombol merah banyak yang keluar, pertanda benang berhenti menggulung, maka sudah pasti kuantitas produksi akan turun. Dan operator yang menanggungjawabi mesin produksi tersebut akan diberi teguran secara lisan atau bahkan surat peringatan.

Arunika menutup kembali botol air minumnya setelah menandaskan isinya. Lantas ia mendekati temannya tersebut dan mengulurkan tangan. “Ayo kita ke kantin, jangan duduk di sini. Takutnya ada petugas piket.”

Piket adalah orang yang bertugas ‘mengintai’ para karyawan yang bermalas-malasan, bercanda dan memainkan alat komunikasi seperti ponsel saat masih jam kerja. Piket itu seperti hantu, bisa muncul dari mana saja. Kalau ada yang ditemukan seperti di atas, hukuman terberatnya adalah PHK, atau sanksinya sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

“Kakak emang enggak lelah?” tanya teman Aru saat mereka berjalan menuju kantin. Mereka baru saja oper shift yang artinya waktu kerja mereka sudah berakhir. Ini sudah waktunya mereka pulang.

Aru tersenyum di wajah lelahnya. “Nanti kamu juga terbiasa. Nikmati saja.”

Teman Aru ini anak baru. Ia baru 2 minggu bekerja. Dan Kepala Regu meminta Aru supaya mengajarinya sampai bisa.

“Kak, coba lihat di sana!” Telunjuk temannya si Aru tersebut mengarah pada kantin. Ruangan tersebut selain tempat untuk makan dan menyimpan tas, juga kerap dijadikan ruang rapat. “Itu bukannya Kabag kita, iya?”

Dahi Arunika berkerut memastikan orang yang ditunjuk temannya itu. Dan Aru membenarkan kalau orang yang berjalan hampir memasuki pintu kantin tersebut memanglah Kabag beserta beberapa orang jajarannya.

Biasanya kalau sampai Kabag mendatangi bawahannya secara langsung di kantin, ada hal yang sangat penting yang akan disampaikan. Dan itupun biasanya diadakan di siang hari setelah pulang shift pagi. Tetapi sekarang ini masih jam 6 pagi.

“Cepat! Cepat!”

Kashift, Mandor, dan Kepala Regu memberi instruksi supaya bawahannya bergerak cepat menuju kantin. Aru yang masih bingung, tak urung juga mempercepat langkahnya.

Di samping pintu kantin, ada beberapa orang yang membagikan masker dan meminta supaya langsung dipakai. Arunika tidak perlu menerima masker itu. Karena sejak ia bekerja di pabrik ini, dirinya sudah menggunakan masker untuk menghalau kapas atau benda kecil lainnya supaya tidak ikut terhirup.

Setelah Kashift, Mandor dan Kepala Regu memastikan bawahannya sudah berkumpul semua di kantin, rapat dadakan itupun dimulai.

Para karyawan mendengar sapaan salam dari Kabag mereka, kemudian orang nomor satu di departemen mereka itu meminta supaya memakai masker dengan benar, menjaga jarak antara karyawan satu dengan yang lainnya. Setidaknya mereka jangan ada yang bersentuhan.

Lalu Kabag mereka mulai berpidato tentang virus yang melanda dunia saat ini. Dan oleh sebab virus itulah akhir-akhir ini banyak buruh yang izin karena terjangkit virus tersebut.

“... Bahkan sudah ada 7 orang teman kita yang meninggal karena virus ini. Sesuai dengan anjuran pemerintah, dengan berat hati perusahaan ini harus menghentikan produksinya sampai waktu yang tidak ditentukan. Untuk sementara waktu kita berdiam diri dulu di rumah masing-masing untuk memutus rantai virus ini.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!