Bab 18

Arunika antara sadar dan tidak mendengar suara seseorang batuk-batuk. Meskipun suara batuk itu cukup mengganggu tidur nyenyaknya, kelopak matanya masih enggan untuk terbuka.

Semakin lama suara batuk itu terdengar semakin keras dan temponya juga semakin lama, membuat siapa saja yang mendengarnya akan ikut merasakan sakit di tenggorokan.

Arunika menggerak-gerakkan kepalanya untuk mencari posisi nyaman, seakan bila dirinya melakukan hal itu maka suara batuk tersebut akan hilang dari pendengaran.

Dan suara kaca yang terbentur pada lantai membuat kelopak matanya terbuka dengan sempurna, sebab suara pecahan kaca tersebut dibarengi dengan suara yang memekik kesakitan.

Arunika yang belum sadar sepenuhnya mencari-cari darimana asal kegaduhan itu terjadi. Yang pertama kali ia lihat adalah sisi ranjang di sebelahnya di mana ibunya tidur. Kosong. Ia tidak melihat Ibu di sana.

Suara mengaduh di lantai di bawah tempat tidur, membuat Aru cepat-cepat menyibak selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Lekas ia melompat untuk memeriksa orang yang ada di lantai sana, yang ia yakini adalah ibunya karena suara mengaduh itu adalah suara Bu Nita.

“Ibu!” pekik Aru kala ia mendapati ibunya setengah telungkup di lantai, sedang berusaha untuk bangkit. Aru juga melihat ada pecahan kaca yang sepertinya adalah gelas yang pecah bercampur dengan air.

Gadis itu segera membantu ibunya untuk mendudukkan di tepi tempat tidur.

“Kenapa Ibu bisa di lan–” Ucapannya terhenti. Bola mata Aru seketika melebar tatkala menemukan percikan berwarna merah di lantai yang ia yakini adalah darah, di tempat tadi ibunya menelungkup.

Aru menarik pandangannya menemui Ibu. Dan kedua matanya membeliak semakin lebar melihat ada darah mengucur dari sela-sela jari tangan Ibu, yang saat ini digunakan untuk menutup mulut.

“Da-darah? I-Ibu berdarah!” serunya panik.

“Aru....” Mata yang layu dan suara Ibu yang lemah membuat kekhawatiran Aru kian menjadi.

“Ibu.” Dengan tangannya yang gemetar, Aru mencoba menyingkirkan tangan Ibu dari mulutnya. Air mata juga tidak dapat ia bendung lagi.

Namun bukannya melepaskan, Ibu justru semakin mempererat telapak tangannya pada mulut dibantu dengan tangan lainnya. Ibu enggan memperlihatkan yang ditutupinya saat ini pada Aru.

“Bu.”

“Ibu tidak apapa, Aru,” Ujar Ibu lemah dengan suara nyaris seperti gumaman. “Nanti juga sembuh.”

“Sembuh bagaimana, Bu. Mulut ibu berdarah. Ibu perlu ke dokter.” Aru yang panik semakin terisak. Tadi ibunya itu sudah tidak batuk lagi dan keadaannya pun baik-baik saja. Tidak ada yang mencurigakan saat mereka akan tidur.

Ibu batuk lagi dan itu terdengar begitu menyakitkan di telinga. Darah yang menetes semakin banyak dari sela jemari Ibu membuat Aru histeris.

“Ibuuuu!”

Tangan Ibu yang satu bergerak pelan seperti memberi isyarat supaya Aru tidak perlu menyentuh tangannya yang menutupi mulut.

“Ibu tidak apa-apa. Nanti Ibu juga akan sembuh kalau minum. Sekarang tolong ambilkan Ibu air minum.” Suara Ibu terdengar terputus-putus dan pelan serupa gumaman hampir tidak terdengar oleh Aru.

Bukannya langsung pergi mengambilkan yang diminta oleh Ibu, Aru dengan tubuh gemetarnya masih terpaku di tempat, melihat darah yang menetes sampai membasahi daster yang dikenakan ibunya. Siapa yang tidak syok melihat ibu kandung sendiri mengeluarkan darah dari mulutnya.

Ingin sekali dirinya memeluk Ibu, namun gerakan tangan dan gestur tubuh Ibu melarangnya untuk melakukan itu.

“Aru–”

Tidak ingin tenaga Ibunya habis hanya untuk mengulang kembali permintaan yang sama, Aru bergegas pergi ke dapur yang letaknya tidak jauh dari kamar mereka. Jika memang dengan minum air keadaan Ibu akan berangsur pulih, tidak masalah bukan meninggalkan Ibu sebentar untuk mengambilkannya.

Aru membawa segelas air dengan tangan gemetar. Saat sudah tiba di ambang pintu kamar mereka, gelas yang berisi air itu meluncur hingga membentur lantai dan pecah.

“Ibu....!”

Suara teriakan Aru memenuhi seisi kamar. Tubuh Ibunya menelungkup di lantai seperti tadi dan kali ini tidak ada pergerakan sama sekali. Aru membalikkan tubuh ringkih Ibu. Kedua kelopak mata Ibu terpejam dan mulut berlumuran darah.

“Bangun, Bu!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!