Aru berlari kencang menuju kamar Bu Ranti yang terletak di lantai atas. Ia bahkan sampai terjatuh beberapa kali di anak tangga karena saking cepatnya berlari dan tidak hati-hati. Ia tidak peduli dengan kakinya yang terasa sakit itu.
“Bu, Bu Ranti!” Suara teriakan disertai isakan, disusul dengan gedoran yang diciptakan Aru, tidak langsung membuat pintu itu terbuka. Ia semakin memperkuat suara dan gedorannya hingga tidak berapa lama pintu itu pun terbuka.
“Aru?” Tampak Bu Ranti berkali-kali mengucek matanya yang seperti di-lem karena susah untuk dibuka. Beliau tadi sempat melihat jam dinding yang menunjuk pada pukul 03.05.
“Bu Ranti, tolong Ibu saya, Bu.” Aru yang bercucuran air mata mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Siapa lagi harapannya saat ini selain wanita baik di depannya sekarang. “Ibu saya muntah darah dan sekarang tidak sadarkan diri. Saya mohon, tolong Ibu saya, Bu.”
“Muntah darah? Kenapa bisa?” Bu Ranti yang tadinya masih mengantuk seketika terbelalak dengan berita yang didengarnya.
“Tidak tahu, Bu.”
“Di mana Ibu kamu sekarang?”
“Ada di kamar.”
Tanpa berkata lagi, Bu Ranti mengayunkan langkahnya dengan cepat bahkan setengah berlari menuju kamar yang ditempati Aru dan Ibunya.
“Ya, Tuhan,” pekik Bu Ranti saat sudah tiba dan melihat tubuh Bu Nita telentang dengan mulut yang berlumuran darah bahkan darahnya menggenang di lantai. Meskipun tidak sadarkan diri, mulut Bu Nita masih mengeluarkan darah. Kemudian wanita yang tetap cantik di usianya yang sudah menginjak kepala 5 itu mengambil salah satu tangan Bu Nita untuk mengecek denyut nadinya.
“Aru, cepat kamu bangunkan Juna biar dia mengantar kita ke rumah sakit. Ibu kamu harus segera mendapat pertolongan.”
Aru mengangguk kemudian berlari lagi menuju salah satu kamar yang ada di atas. Aru segera mengetuk, lebih tepatnya menggedor pintu kamar pasutri tersebut disertai dengan meneriakkan nama mereka secara bergantian.
Saat ini ia tidak merasa takut atau segan terhadap siapapun. Ia akan melakukan apa saja supaya Ibunya bisa segera tertolong.
Aru semakin memperkuat suara maupun gedoran pada pintu sialan yang tak kunjung terbuka. Sudah beberapa menit ia berteriak dengan bercucuran air mata, namun tidak ada terdengar sahutan ataupun tanda-tanda pintu akan dibuka. Ternyata membangunkan pasutri itu sangat sulit.
Saat hampir tiba di ujung rasa frustrasinya, Aru mendengar suara kunci diputar dan tidak lama kemudian pintu pun terbuka.
“Kamu? Kenapa kamu di sini dan membuat keributan? Kamu tidak tahu ini jam berapa? Kamu sungguh tidak sopan! ” Nadia dengan serentetan omelannya ditingkahi dengan wajah jengkel hampir mengumpat Aru karena tidur nyenyaknya diganggu.
“Bu, tolong Ibu saya, Bu. Ibu saya sakit dan harus dibawa ke rumah sakit.” Seperti pada Bu Ranti, Arunika juga menangkupkan kedua tangannya di hadapan Nadia.
“Kenapa minta tolong padaku? Bukannya ada security di depan?”
Arunika terdiam karena bingung mau menjawab apa. Dia hanya melaksanakan apa yang diperintahkan Bu Ranti demi supaya Ibunya cepat tertolong. Walaupun sesenggukan dirinya masih mampu berpikir, bahwa siapapun orang yang akan mengantar Ibu ke rumah sakit tidaklah penting. Yang penting adalah Ibunya segera dibawa ke rumah sakit dan mendapat pertolongan dari pihak medis.
Aru mengangguk dan sesaat menghapus jejak air matanya yang membekas di pipi. Ia akan meminta tolong pada satpam saja.
“Ada apa ini?” Suara laki-laki serak khas bangun tidur menghentikan langkah Aru yang akan pergi. “Kenapa ribut-ribut?”
“Ini, Ar. Ibunya sakit tapi malah datang ke sini,” tunjuk Nadia pada Aru masih dengan wajah kesalnya. “Kamu jadi ikutan terbangun ‘kan, gara-gara dia.”
“Ibumu sakit apa?”
“I-Ibu saya muntah darah dan sekarang tidak sadar, Pak,” jawab Aru tergugu.
Juna dengan wajah bantalnya mengerutkan kening, “Muntah darah?” Sesaat ia berpikir dan kemudian berkata lagi, “Coba biar kulihat.” Laki-laki yang memiliki jambang tipis itu hendak pergi dari sana namun tangannya ditahan oleh istrinya.
“Untuk apa kamu mau melihatnya, Ar?”
“Nad, ibunya sedang sakit. Kenapa kamu tidak memiliki sedikitpun rasa empati?” Juna melanjutkan langkahnya kembali, meninggalkan Nadia yang kesalnya sudah dua kali lipat dari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments