#19# LEO vs PUTRI LICIA

Seminggu lamanya Leo memulihkan diri di markas pasukan Yurei. Dia tak dapat ditemui oleh siapa pun termasuk raja Karl dan memaksa raja tinggal lebih lama di Valdia. Saat keluar dari markas Yurei, Leo disambut oleh para penduduk. Mereka mendoakan kesehatan untuk Leo dan memberi jimat-jimat pelindung. Leo dengan senang hati menerima jimat-jimat itu sambil melanjutkan jalan menuju istana bersama sang kakak.

Di depan gerbang istana, dia sudah disambut oleh Melina. Gadis cantik itu berlari dan langsung memeluk erat kakak laki-lakinya.

" Syukurlah kakak tidak apa-apa, " ungkap Melina.

Leo tersenyum kecil sambil mengelus kepala Melina, " Maaf membuatmu dan yang lain khawatir. "

Beberapa saat setelah Melina melepaskan pelukan, sebuah anak panah melesat ke arah mereka. Dengan santainya Leo menatap anak panah itu lalu muncul sebuah pusaran angin yang menghancurkan anak panahnya.

Dari jauh terlihat seorang wanita memakai zirah ringan dengan helm besi putih membawa busur panah di tangan kiri. " Tak kusangka kamu yang dulu pengecut bisa menghentikan anak panah itu. Jika dipikir-pikir rambut pirangmu lebih cocok daripada rambut merahmu dulu, " ucap sombong wanita itu. Dari suaranya, sangat jelas siapa wanita dibalik helm besi tersebut. Ya, siapa lagi jika bukan putri Licia.

" Gorila bodoh! Bisa-bisanya kau memanah adikku yang baru sembuh! "  bentak Thalia atas tindakan Licia.

" Berkacalah dasar gorila! Aku hanya meniru caramu saat datang ke asrama menantangku! " bentak balik Licia.

Thalia langsung tersipu malu. Dia terdiam dan bersembunyi di belakang Leo sambil bersiul seolah tak tahu apa-apa.

" Tak heran lagi bagiku jika dua orang ceroboh saling bertengkar. Tapi aneh sekali kalian berdua juara kontes kecantikan, " gerutu Leo melihat tingkah Thalia dan Licia.

" Leo! Bertarunglah denganku! " Licia membuang busurnya. dia menarik pedang dan menodongkanya pada Leo dari kejauhan.

" Untuk apa aku repot-repot meladeni orang ceroboh seperti kakakku? Buang-buang waktu saja, " Leo tak menggubris tantangan Licia. dia berjalan begitu saja menuju istana. Licia kesal atas tolakan Leo. Dia kemudian menebaskan sihir tebasan api.

Leo reflek membalikkan badan demi menghindari api itu." Hhhhhh apa boleh buat? Melina tolong ambilkan pedangku, "

Melina berlari menuju kamar Leo untuk mengambil pedang panjang pemberian ibunya. Tak berselang lama, dia kembali sembari membawa pedang yang Leo maksud.

" Ini kakak, " Melina memberikan pedang itu pada Leo.

" Hmh terima kasih Melina. Sekarang kamu menjauhlah. Orang ini sama gilanya seperti kakak Thalia, "

" Baik ka– " Melina menengok kebelakang dan dia tak melihat Thalia disekelilingnya.

" Perasaan tadi di sini ada kak Thalia, "

" Leoooo! Kamu harus menang! Aku sudah bertaruh 200 koin emas dengan pengawal putri Licia! Jika kalah, kamu harus mengembalikan 200 koin emas kepadaku! " teriak girang Thalia dari atas balkon istana bersama marquis Aiden dan raja Karl sambil menunjukkan sekantong kecil berisi uang.

" Hhhhhh bunda sepertinya sifat judi dan mata duitanmu menular pada tiga anakmu, " gumam Leo sambil menghela napas dan mengelus kening.

" Heh, Thalia sangat disayangkan akulah yang akan menang. Dan 200 koin emas itu akan jadi milikku, " sahut Licia menganggap remeh pertarungan dengan Leo.

" Gorila putih sombonglah saja dulu sebelum masuk jurang neraka. Hahaha..., Aku tak sabar melihat wajah menyesalmu! Kalau begitu pertarungan kalian berdua dimulai! " balas Thalia.

" Hey siapa yang mengizinkanmu menjadi penga– " belum selesai Leo berkata, Licia langsung berlari kearahnya sambil menebaskan dua tebasan sihir api.

Leo melompat ke atas menghindari dua tebasan api. Dia membalasnya dengan tebasan angin yang juga dapat dihindari oleh Licia. Melihat ada kesempatan menyerang, Licia pun mendekat dan menerjangkan pedangnya. Leo dapat menahan tebasan itu dengan pedang yang masih terbungkus dalam sarungnya. Walaupun dia berhasil menahan, tetapi Licia justru dapat kesempatan menendang dada Leo, dan membuatnya bergeser beberapa meter dari tempat sebelumnya.

" Heh, kau ingin melawanku dengan tongkat sihir? " ejek Licia menodongkan pedangnya.

" Aaa! Mengapa semua menganggapnya tongkat! " kesal Leo karena memang setiap dia membawa pedang panjang itu, banyak yang menganggapnya tongkat sihir.

" Baiklah Licia, kali ini aku akan sedikit serius karena kamu sudah menghina pedangku, " Leo menarik pedangnya lalu membuang sarung pedang tersebut. Terlihat bilah pedang panjang mengkilap tersinari matahari.

" Hoo pedang yang bagus. Kalau begitu aku tak akan belas kasih kepadamu! " seringai Licia sambil melompat dan mengangkat pedang. Dia membanting pedangnya dari atas dan Leo menahan di bawah. Benturan antar dua pedang menyebabkan gelombang kejut yang menggetarkan istana.

Setelah benturan itu, mereka saling beradu pedang. Licia dengan kelincahan berpedangnya terimbangi oleh Leo dengan pertahanan berpedang di atas rata-rata pengguna pedang lainya. Tebasan demi tebasan saling mereka kerahkan, dan mereka saling menangkis satu sama lain. Tetapi, dari seluruh seranga Licia, tak ada satu pun yang berhasil menggores Leo. Justru pemuda rambut pirang itu yang dapat beberapa kali menggores zirah Licia.

Hampir 4 menit mereka beradu pedang dan Leo mengakhiri pertarungan pedang itu dengan tendangan keras yang membuat Licia terpental dan tersungkur jauh. Licia yang tak terima mendapat serangan itu, mencoba membalas dengan melemparkan 3 pisau yang terlapisi api.

Pisau pertama ditangkis oleh Leo dan langsung meledak saat menyentuh pedangnya. Untung saja Leo cepat membuat sihir perisai angin yang membuatnya berhasil bertahan tanpa luka sedikitpun. Sedangkan pisau kedua dan ketiga berhasil dia hindari. Kedua pisau itu meledak dan merusak beberapa pohon hias di halaman istana.

" Jangan asal melempar benda seperti itu! Kamu bisa merusak lingkungan istana! " teriak Leo melihat pohon-pohon terbakar dibelakangnya.

" Tenang saja, biaya kerusakan akan kutanggung. Sekarang majulah! " ucap Licia kembali menodongkan pedang.

Leo mengangkat pedangnya seraya memejamkan mata lalu di gagang pedang muncul sebuah lingkaran sihir kecil. " Bersiaplah Licia! Akan kuakhiri pertarungan ini! "

" Majulah! " balas Licia.

Leo maju satu langkah dan tiba-tiba menghilang. Licia dan seluruh penghuni istana yang menyaksikan pertarungan itu dibuat terkejut. Namun Licia tak kehabisan akal. dia mengeluarkan sihir pedang api di mana pedangnya terlapisi oleh api biru dengan hawa panas tinggi.

" Sihir pelebur jiwa ya? Tak kusangka kamu yang dulu pengecut bisa menjadi pengguna elemen angin tingkat kaisar! Tapi sayang sekali, karena kamu berhadapan dengan tingkat kaisar juga! RING FIRE! " Licia melakukan tebasan melingkar. Tebasan itu menciptakan gelombang api biru berbentuk cincin raksasa yang menyambar ke segala arah. Serangan tersebut  berhasil membuatnya mengetahui posisi Leo. Pergerakan senyap Leo membuat arah gelombang api mengikuti arah angin di mana pemuda itu bergerak.

" Ketahuan! " Licia membalik badan dengan tangan kanan membawa bola api biru yang siap dihempaskan.

" Rasakan ini! "

...Boooom...!...

Dia melepaskan bola apinya dan langsung meledak tepat ke arah Leo yang hampir menyerangnya. Ledakan itu mengakibatkan lingkungan halaman istana sebelah timur hancur.

" Bagaimana Leo? Sekarang kau mengaku kalah? " ucap sombong Licia dibalik kepulan asap.

" Kalah? Bagaimana mungkin aku kalah dengan orang ceroboh dan bodoh sepertimu, " balas Leo.

Tak disangka, dibalik kepulan asap ada 5 bayangan berpostur sama seperti Leo. Licia menebaskan pedangnya untuk menghilangkan kepulan asap. Terlihatlah dibalik asap ternyata Leo yang sekarang ada 5.

" Terjebak, " ucap Leo. Dia bersama bayanganya berpencar ke 5 arah.

" Mari kita lihat seberapa kuat dirimu menahan seranganku ini, "

Dengan cepat Leo dan 4 bayanganya menyerang Licia bertubi-tubi secara bergantian. Licia awalnya bisa menahan serangan itu, tetapi sangat disayangkan kecepatan serangan Leo tak bisa diimbangi olehnya ditambah setiap serangan diiringi sihir angin. Licia hanya bisa berteriak menahan rasa sakit serangan bertubi-tubi itu yang membuat zirahnya terkoyak. Melihat Licia yang sudah tak berdaya, Leo mengakhiri serangannya dengan pusaran angin yang menghempas lembut tubuh Licia. dia sengaja mengeluarkan sihir lunak karena mengira Licia sudah tak berdaya.

" Pemenangnya sudah ditentukan bukan? " tandas Leo penuh percaya diri sambil membopong pedang panjangnya.

Licia merasa kesal. Dia tak terima dikalahkan oleh teman masa kecilnya yang dahulu terkenal pengecut. Gadis itu menggertakkan gigi sambil mencoba bangkit berdiri dan menahan rasa perih dari luka-luka ditubuhnya.

" Aku tak terima ini! Semuanya belum berakhir! Tak mungkin pengguna api terkuat dikerajaan kalah oleh pengguna angin dari seorang pengecut! Aku tidak terima! " teriak Licia disusul kemunculan  sepasang sayap api dari punggungnya.

" Masih saja mengungkit masa lalu, " balas Leo.

" Leo, tak kusangka kamu bisa memojokkanku dan memaksaku menggunakan seluruh energi sihir! Sekarang bersiaplah! " sambung Licia. dia terbang menjauh ke langit.

Merasa terbangnya sudah tinggi, dia memasukkan kembali pedangnya lalu membentuk posisi badan seperti orang memanah kemudian membisikkan mantra yang diiringi kemunculan 3 lingkaran sihir di depan badanya.

Dari tangan kiri Licia, muncul kobaran api biru yang memadat dan membentuk sebuah busur api. Sedangkan di tangan kanan, sebuah anak panah dari api juga muncul. Anak panah itu mengobarkan pusaran api besar yang berputar pelan layaknya kincir angin raksasa. Sihir Licia iitu bahkan sampai dapat terlihat di seluruh penjuru Valdia sampai membuat para komandan pasukan penjaga perbatasan mengirim utusan-utusan mereka untuk mengetahui pusaran api apa yang mereka lihat di langit.

***

" Liciaaaa...! Apa yang kau lakukan! Kau bisa menghancurkan seisi kota! " teriak panik raja Karl.

" Hey gorilaaaa...! Apa kau ingin memulai perang suci ketiga!? Hentikan sihirmu sekarang! Banyak para peziarah Angelus di sini! " sahut Thalia.

Teriakan demi teriakan dilontarkan demi mencegah tindakan Licia. Tetapi dia sama sekali tak menggubris teriakan tersebut.. Gadis itu berkepala batu dan bersikeras ingin mengalahkan Leo dengan sihir terkuat.

" Aku tak peduli! Apa pun yang terjadi setelah ini, setidaknya aku harus mengalahkan dia! SVARGIYA AGNI TIRA ( Panah api surgawi )...! " seringai Licia dengan menarik busur sihirnya lalu melepaskan anak panah api. Panah sihir itu melesat terjun ke bawah sembari mengeluarkan bunyi gemuruh yang menggetarkan seisi kota Valdia.

Leo kesal melihat sikap Licia yang keras kepala. Dia membuang pedangnya lalu mengangkat tangan kanan.

" Mengapa dewa memberikan orang sebodoh dia dengan kekuatan sebesar ini! " keluhnya.

Pemuda rambut pirang tersebut memejamkan mata diikuti lingkaran sihir yang keluar dari kedua telapak tangan. Seketika suhu udara di kota Valdia menjadi dingin. Perlahan muncul butiran-butiran es berterbangan membentuk pusaran besar dan memadat menjadi perisai es raksasa yang menutupi istana Valdia.

" Escudo da deusa do xeo ( Perisai dewi es ). " bisik Leo menyempurnakan sihir perisai esnya.

Dari atas, Licia menyaksikan bagaimana perisai es raksasa itu terbentuk. Sebuah elemen sihir yang sudah tak asing baginya. Dia teringat dengan seorang kesatria pengguna elemen es yang menyelamatkanya.

Gadis kepala batu  itu mengira bahwa kesatria yang dia cari berhari-hari kali ini datang dan membuat perisai itu. Awalnya, Licia hendak membatalkan sihirnya tetapi sudah terlambat. Sihir yang sudah dilepaskan tak dapat dibatalkan. dia hanya bisa berdoa semoga perisai itu dapat menahan serangan panah apinya seraya menyesali tindakanya.

...Boooooom...!...

Panah api membentur perisai es dan terjadilah ledakan besar yang memekakkan telinga. Ledakkan itu menggetarkan daratan Valdia hingga Sisilia dan membuat setengah kota Valdia tertutup kabut es tebal ditambah penurunan suhu yang sangat ekstrem. Tetapi beruntung Serangan Licia berhasil ditahan oleh perisai es Leo dan tak mengakibatkan kerusakan sedikitpun pada kota.

Licia sangat lega karena kesatria pengguna es itu telah datang dan berhasil menahan sihirnya. Gadis tersebut kemudian terbang turun dan buru-buru menjumpai Kesatria yang sangat ingin dia temui itu.

Di pekatnya kabut, dia berjalan ke sana-kemari mencari keberadaan kesatria. " Tuan kesatria! Tuan ksatriaa! Aku tahu kamu pasti di sini bukan? Kekuatan es ini milikmu bukan? Aku setiap hari mencarimu tetapi kamu tidak pernah muncul. Sekarang di mana kamu? " pungkas Licia.

" Tuan kesatria? Sejak kapan ada kesatria Valdia yang bisa menggunakan elemen es, " balas seseorang dari balik kabut.

Licia langsung menghampiri sumber suara itu dengan wajah senang karena mengira suara itu dari tuan kesatria. dia pun berlari mendekat dan alangkah terkejutnya saat melihat yang dia jumpai bukanlah tuan kesatria melainkan Leo yang berdiri dengan tangan terbalut es.

Licia terperanga tak bisa menyembunyikan keterkejutanya. Dia mulai menyadari bahwa kesatria yang dia cari selama ini adalah Leo. Terbukti dari es yang membalut tangan kanan anak marquis Aiden itu.

" Hampir saja kamu menghancurkan seisi kota. Lagi pula sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu dan mana mungkin aku masih sepengecut dulu, " gerutu Leo sembari menjentikkan jarinya untuk menghilangkan es yang membalut tangan.

" Ja-jadi kamu yang menyelamatkanku dulu? " tanya Licia lirih.

" Ha? Menyelamatkan? Bukankah baru di sini kita bertemu? " tanya balik dari Leo.

Licia membuka helmnya. Teihatlah sesosok wajah yang tak asing bagi Leo. Ya, wajah seorang gadis cantik berambut putih perak dan bermata merah delima. Dialah gadis yang membuatnya jatuh cinta.

" Ka-kamu! " mata Leo terperanga. Dia tak menyangka, seorang gadis cantik yang dia selamatkan adalah putri Licia sekaligus teman masa kecilnya.

" Mengapa tak bilang dari awal kalau kamu kesatria itu? " tanya Licia lagi dengan pipi memerah. Dilema melanda pikiranya apakah dia harus suka atau benci. Tetapi justru hatinya menggerakkan kaki Licia untuk melangkah mendekati Leo.

" Aku sendiri tak tahu kalau ka– " belum selesai berkata, Leo dikejutkan oleh Licia yang tiba-tiba memeluknya.

" Andai saat itu aku menanyakan namamu. Pasti kita tak perlu bertarung. Aku sangat ingin menemuimu. Aku juga sangat malu dan tak suka kita dipertemukan dalam keadaan begini! " ungkap Licia memeluk erat Leo.

" Padahal aku mencoba membencimu sebelum datang ke sini, tetapi hatiku sepertinya berkata lain setelah tahu kamu dan kesatria yang menolongku adalah orang yang sama. " sambung gadis berambut perak itu. Leo yang terkejut tak bisa menjawab apa-apa. dia hanya terdiam sembari mengangkat tangan.

" Liciiiiaaaaaa...! Dasar anak bodoh! Hampi– " raja Karl langsung datang menghampiri Licia sambil menggerutu namun dikagetkan oleh Licia yang memeluk Leo.

Licia melepaskan pelukan terkejut melihat kedatangan raja Karl. " Kakek! "

" Wah-wah sepertinya perjodohan sudah diputuskan ya? " sahut raja Karl penuh kegembiraan.

" Haaaaaa...!A-aku belum memutuskanya! " sela Leo dengan spontan.

Raja Karl tersenyum, " Leo, aku akan menunggumu di ruang rapat setelah makan malam. Dan Licia, kau harus membersihkan halaman ini! "

" Baik yang mulia. Saya akan segera ke sana setelah makan malam. " balas Leo sembari berlutut.

" Dasaaar gorilaaaa sialaaan...! " teriak menggelegar Thalia yang berlari ke arah Licia dengan wajah penuh dendam.

" Haaaa...! Apa kau dasar gorila gila! Mau bertarung! Apa perlu kugunakan panah apiku lagi untuk membakar dadamu itu! " Licia terpancing dan justru ikut marah-marah.

" Bilang saja kau iri dengan dadaku bukan! " ejek Thalia.

" Cih! Dadaku lebih besar darimu, mengapa aku harus iri! Kemari kau dasar gorila tua! " sahut Licia.

Mereka berdua pun bertarung dengan tangan kosong namun berhasil dipisahkan oleh Leo.

" Ukuran dada kalian itu sama. Tak perlu bertengkar, " ucap Leo yang berdiri di antara Licia dan Thalia.

" Kalian berduaaa! Cepat sapu halaman sampai bersih! " teriak raja Karl dari depan pintu istana.

" Dua? Maksud yang mulia saya juga? " Thalia menunjukkan jari kearah dirinya sendiri.

" Ya! Perjudian sangat dilarang di kalangan bangsawan! Dan kau justru melanggarnya! Sekarang kau dan Licia harus membersihkan halaman! Jika halaman tak bersih, kalian tak akan mendapat jatah makan malam! " ucap kesal raja Karl.

" Nah, sekarang kalian berdua cepat bersihkan halaman. Aku mau istirahat, " Leo pun meninggalkan mereka berdua.

Siapa sangka, hukuman itu malah menjadi ajang perlombaan Thalia dan Licia. Mereka berlomba-lomba membersihkan halaman sembari saling melontarkan ejekan demi ejekan yang membuat para prajurit tertawa sepanjang hari oleh perbuatan mereka.

Sedangkan Leo, dia bercakap-cakap sejenak dengan ayahnya dan Melina lalu menghabiskan sisa hari dengan tidur sampai makan malam tiba.

Ketika malam tiba, Raja maupun marquis Aiden dan yang lain hanya berbincang-berinbincang hal yang tak penting selama makan malam berlangsung. Setelah selesai makan malam, raja memanggil Leo ke ruang rapat istana Valdia di mana dia ingin berbicara 4 mata dengan Leo.

***

...Tok! Tok! Tok!...

" Masuklah, " sahut raja Karl dari dalam ruang rapat. dia sudah tahu yang mengetuk pintu adalah Leo. Putra marquis itu pun masuk dan  melihat raja duduk di kursi paling depan lalu ada satu kursi yang menghadap sang raja.

" Duduklah dikursi itu, "

Sesuai perintah raja, Leo duduk di kursi itu. Dia menundukkan kepala dan termenung dengan rasa gugup yang menghantui pikiran. " Sa-sangat terhormat bagi saya bisa berbicara berdua dengan yang mulia, "

" Hahaha..., " raja Karl tertawa mendengar ucapan Leo.

" Tak perlu hormat ataupun bersikap sopan kepadaku Leo. Kasta kita sejajar, bahkan harusnya aku yang menghormatimu karena jika bukan leluhur Valdius mengalah, mana mungkin kami keturunan Kalius bisa duduk di singgasana Gerelia? "

Ucapan raja Karl sedikit meredakan kegugupan Leo tetapi tidak dengan isi kepalanya. Dia terus meyakinkan diri agar tak mengubah keputusan yang sebelumnya telah dia buat.

" Baiklah, sekarang beri aku jawabanmu, "

Leo mendongak, menatap mata sang raja, " Maaf yang mulia. Sebelum saya memberikan keputusan, saya ingin tahu apa alasan yang mulia menjodohkan Licia dengan saya. Padahal banyak para bangsawan yang sangat berpengaruh di kerajaan. Saya sendiri hanya pendatang dan yang memiliki pengaruh maupun dukungan di kerajaan hanya ayah dan kakak saya, "

Raja Karl sudah mengira jika Leo akan mempertanyakan hal itu. Pria tua itu menghela napas panjang sambil menyamankan posisi duduk. " Justru kau yang tak punya dukungan itulah yang kucari. Memang banyak para bangsawan yang berpengaruh terutama Orka. Tetapi sifat tamak para bangsawan itu hanya akan menghancurkan kerajaan. Selain itu ini semua demi mencabut hak Theo sebagai putra mahkota, "

" Mencabut hak pangeran Theo? Memangnya apa yang terjadi? "

" Theo adalah orang yang tak bisa memutuskan segala hal sendirian. Dulu saat mendiang istrinya masih hidup, Theo dapat menjadi pribadi yang sangat didambakan sebagai pemimpin. Istrinyalah yang terus membantunya mengambil keputusan dan keputusan darinya selalu bertujuan baik untuk kerajaan. Tetapi setelah dia meninggal, Theo sangat terpukul. Putraku itu kehilangan seseorang yang bisa membimbing jalannya. Licia sendiri tak mungkin bisa menggantikan ibunya karena masih terlalu muda. Hasilnya kau bisa lihat sendiri bukan? "

" Ya, dari yang kudengar sekarang pangeran Theo orang yang sangat tempramental, "

" Bukan hanya itu. Dia sekarang tak punya belas kasih sama sekali kepada siapa pun kecuali putrinya. Ini semua karena kedekatanya dengan pendeta Vlad. Dia adalah kakak dari count Randa sekaligus pendeta tingkat atas di Deusia. Dan ini semua sesuai dengan kekhawatiranku. Theo cepat atau lambat akan menjadi boneka Vlad dan pendeta suci Jeremus. Jika takhta jatuh ke tangannya, kuyakin Gerelia bisa hancur. Theo yang sekarang adalah orang gila yang haus peperangan. Telinganya sudah tuli dengan peringatan para petinggi dan hanya mendengar ucapan Vlad dan Licia saja. Karena itu, demi menyelamatkan kerajaan, aku memilihmu menikahi Licia. Aku yakin dengan takhta Gerelia di tanganmu, perdamaian dengan benua timur akan terus terjaga, "

" Bukankah pangeran Theo akan memberontak jika mandatnya dicabut? "

" Itu tidak akan terjadi. Tahun lalu aku, Theo, dan Licia pernah membahas tentang takhta kerajaan. Memang aku mengangkat Theo sebagai putra mahkota Setelah putraku yang satunya meninggal. Tetapi aku juga terkejut saat Theo justru ingin memberikan takhta itu pada Licia jika Licia memang menginginkanya. Dia bahkan rela memotong jari kelingking sebagai sumpahnya. Mungkin kau bingung mengapa dia sampai melakukan itu bukan? Itu semua karena permintaan terakhir ibu Licia. Sebelum meninggal, dia meminta jika suatu saat Licia ingin menjadi ratu, dia ingin Theo memberikanya, "

" Aku masih belum paham. Bagaimana mungkin pangeran yang dikenal bengis oleh rakyatnya bisa memegang sumpah? "

" Theo adalah anak baik. Sebelum berteman dengan Vlad dia adalah orang yang sama seperti ayahmu. Dan semuanya berubah setelah kenal Vlad. Namun aku bersyukur saat itu dia bertemu cinta sejatinya. Berkat kepekaan ibu Licia, dia mulai menjauh dari Vlad dan bisa hidup damai di istana. Cinta matinya pada ibu Licia membuatnya bersumpah hingga mati bahwa apa pun yang istrinya itu inginkan maka akan dia kabulkan. Janji itulah yang terus dia pegang sampai sekarang walaupun sifat kemanusiaanya sudah tak terlihat, "

Leo terdiam. Dia masih belum paham dengan cerita raja Karl. Namun, dia mengerti bagaimana keadaan kerajaan sekarang.

" Jika kamu menyetujui perjodohan ini, sisanya tinggal tugasku meyakinkan Licia untuk menuntut sumpah Theo, " sambung raja Karl.

" Baiklah, aku menyetujui perjodohan ini tetapi dengan syarat, "

Raja Karl sontak berdiri dari kursi. dia kegirangan mendengar jawaban Leo. " Baiklah apa syaratnya? Aku pasti akan menyetujui itu, "

" Syaratnya jangan jadikan aku raja. Cukup Licia menjadi pemimpin tunggal di Gerelia, " jawab Leo.

Jawaban itu mengubah sekejap raut kesenangan raja Karl. " Ha? Apa maksudmu? Jika kau tak menjadi raja lalu untuk apa perjodohan ini? "

" Aku tak ada niatan sedikitpun menjadi pemimpin. Alasanku menerima perjodohan ini  adalah jika suatu saat terjadi perebutan takhta, sudah jelas Valdia akan menjadi ancaman. Demi keselamatan seluruh rakyat Valdia dan keutuhan kerajaan, aku menyetujui perjodohanku dengan Licia dan membantunya untuk naik takhta, "

Raja Karl menarik napas panjang, dia tak habis pikir mendengar jawaban Leo. " Lalu jika Licia yang naik takhta justru akan menjadi tanda tanya besar tentang suami Licia yang tak menjadi raja, "

" Itu urusan yang mulia. Entah bagaimana cara yang mulia mengaturnya. Walaupun saya tak menjadi raja, saya barjanji akan melindungi kerajaan dari belakang dan akan membantu Licia. Dia akan menjadi penguasa Gerelia setidaknya sampai kami mempunyai seorang anak laki-laki yang akan menduduki takhta selanjutnya. Yang mulia tenang saja, saya akan bertanggung jawab atas keputusan ini. Tapi jika yang mulia menolaknya, itu juga tak menjadi masalah besar bagi saya, "

" Mudah untuk mengatakanya Leo, tetapi kau tak punya pengaruh di kerajaan lalu bagaimana caramu melindungi dari balik layar? "

" Seharusnya yang mulia sudah mendengar tentang pasukan di bawah kepemimpinanku bukan? Walaupun hanya 200 orang, itu sudah lebih dari cukup untuk membunuh seluruh tentara ibukota. Bahkan pejabat-pejabat korup yang anak yang mulia pelihara bisa dihabisi dalam sehari, "

Raja Karl terdiam. Dia mencoba menelaah semua perkataan Leo dan mulai memahami jika cara Leo tidak terlalu buruk. Selain itu, memang pasukan yang Leo maksud sudah terkenal seluk beluknya di benua timur. Walaupun Leo tak mempunyai pengaruh tetapi dengan adanya pasukan pribadinya itu sudah lebih dari cukup untuk membasmi para tikus dan kutu di pemerintahan serta melindungi singgasana Licia kelak.

"Baiklah aku setuju rencanamu ini. Mungkin ada baiknya kita rahasiakan dahulu keputusanmu terutama dari Licia. Lalu kapan kalian akan menikah? "

Leo menggelengkan kepala, " Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan di sini. Selain itu saya harus mencari obat untuk Melina juga. Saya sudah bersumpah untuk menyembuhkannya. "

" Tunggu, jangan bilang kau ingin mencari bunga mitos itu? "

" Ya, saya akan mencoba menelusuri jejak leluhur Valdius demi mendapatkan bunga itu. Tetapi tenang saja, saya sudah memperkirakan semuanya. Saya hanya akan pergi kurang lebih tiga tahun dan setelah itu saya akan menikahi Licia, "

" Baiklah. Walaupun aku mengatakan tempat yang kau cari itu entah ada atau tidak, kau pasti akan tetap mencarinya bukan? "

Leo menganggukkan kepala sembari tersenyum percaya diri, " Ya. tetapi kuyakin tempat itu ada. "

" Baiklah. Dengan keputusanmu ini, sekarang resmi kujodohkan kau dengan cucuku Licia. Kutitipkan cucuku kepadamu Leo. Tolong jaga dia, "

" Hmh walaupun saya sedikit tak suka sifatnya, saya akan menjaga dia sesuai keinginan yang mulia, "

" Baiklah kau boleh pergi sekarang, "

Leo beranjak dari kursinya lalu berlutut dihadapan raja Karl, " Terima kasih yang mulia. Saya meminta izin untuk undur diri. "

Setelah pembicaraan dengan Leo, raja Karl mengumumkan secara langsung di istana tentang perjodohan Leo dan Licia. Perjodohan tersebut dirayakan dengan pesta kecil-kecilan. Raja Karl sendiri langsung kembali ke ibukota setelah pesta. Dia meninggalkan Licia seorang diri di Valdia sampai liburannya habis tanpa satu pun pelayan maupun pengawal dari pihak kerajaan.

^^^To be Continue.^^^

Terpopuler

Comments

FANTASY HUNTERS

FANTASY HUNTERS

wohohoho akhirnya update lagi

2022-06-18

0

Reza Acherman

Reza Acherman

tambah chapter dong thor
sekali update 2 atau 3 chapter gitu biar gak penasaran aku

2022-06-18

0

pangestu mahendra

pangestu mahendra

Lanjut thor

2022-06-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!