Bab 1 Chapter 19: Alam Cerah, Jiwa Sepi

Insur dan Pantam menuju warung kopi pak cik sore menjelang malam. Dari kejauhan tampaklah asap hitam kelabu mengepul, membuat hati kedua sahabat ini mulai bertanya - tanya. Ketika sampai di depan warung betapa takjubnya mereka, dilihatnya warung kopi Pak Cik telah terbakar. Kobaran api warna merah itu menyala - menyala.

Di sekitar warung telah berjejer beberapa polisi, siaga dengan pistolnya. Beberapa orang berkerumun tetapi agak menjauh, rasanya situasi saat itu terasa menegangkan. Ada sekitar dua puluhan polisi yang saat itu sedang bersiaga dengan mimik wajah serius dan menyeramkan.

Pantam segera memarkirkan sepeda bututnya dan mulai mendekat bersama Insur. Dari kejauhan terlihat sosok Mbezi berdarah - darah dengan sorot mata tajam di tengah kobaran api tersebut. Sementara Pak Cik...... Oh tidak.... Dia terkapar di tanah bersimbah darah.... Tampak di depan terlihat komandan Ladusong saling berhadapan dengan Mbezi.

"Ternyata kamu tetap seperti dulu ya Ladusong, benar - benar pengecut!" Teriak Mbezi.

"Terserah. Menang adalah menang, kalah adalah kalah. Akan kulakukan apapun untuk kemenangan." Jawab Ladusong dengan santainya.

Insur segera mendekat, beberapa polisi anak buah Ladusong mencoba menghalanginya tapi dihempaskan begitu saja.

"Apa - apaan ini Ladusong?" Tanya Insur.

Mbezi tertegun melihat kedatangan Insur. Ladusong menatap Insur seraya berkata, "Oh ini dia sang legenda telah datang. Tampaknya ini akan mulai menjadi lebih seru...."

"Guarararraa....." Tiba - tiba Mbezi tertawa lebar.

"Inikah yang kamu maksud kedamaian yang ingin kamu ciptakan itu Insur? Sang Pembantai yang rela menanggalkan taringnya. Lihatlah sekarang! Kubu Elang Langit yang berkuasa! Dimana kedamaian yang kamu perjuangkan itu?!!!" teriak Mbezi dengan penuh emosi.

Insur hanya terdiam, tidak percaya dengan apa yang ada di depannya.

"Legenda tetaplah legenda kawan ku Mbezi, dan aku akan membuat legenda baru, aku.... aku Ladusong yang tak terkalahkan....!!! Luahahahaa....." kata Ladusong semakin menjadi - jadi.

Insur hanya tetap terdiam. Dilihatnya sekali lagi Pak Cik yang tergelatak tak bernyawa di atas tanah itu. Lalu dilihatnya Mbezi yang tampaknya sebentar lagi juga sudah mencapai batas staminya. Sekitar lima orang polisi juga meninggal, pasti terkena serangan great punch milik Mbezi.

Mbezi akhirnya ambruk ke tanah dengan kalimat terakhirnya sebelum pingsan kehabisan tenaga, "kamu berbohong Insur, kamu..... uhuk - uhuk... berbohong...."

Dan Mbezi pun roboh. Ladusong tersenyum menatap Insur, "apa sekarang kamu ingin melawanku Insur?"

Insur mengepalkan tangan. Wajahnya diterpa cahaya kobaran api saat itu.

"Sudahi semua ini." Ucap Insur dengan tenang. "Jangan menambah lagi korban yang tidak perlu. Tapi...."

Tiba - tiba Insur menatap tajam Ladusong. Ladusong terhenyak berkeringat dingin. Insur pun meneruskan kalimatnya, "Tapi jika kamu masih ingin meneruskan kegilaan ini, kamu pastinya sudah tahu orang seperti apa aku ini Ladusong."

Tatapan tajam Insur menusuk Ladusong. Ladusong merasakan kengerian yang luar biasa hanya dari tatapan Insur saja. Dia beekeringat dingin. Apa ini? Apakah ini kerakutan, Ladusong bertanya - tanya dalam hatinya....

"Luahahaha.... Baiklah..... Kurasa memang akan sangat merugikan bagiku untuk melawanmu saat ini. Aku juga terluka cukup dalam akibat Mbezi ini....."

Ladusong mulai menyuruh pasukannya membersihkan kekacauan itu. Mbezi segera ditangkap, mayat Pak Cik diangkat ke mobil ambulans. Beberapa polisi tampak sibuk memadamkan kobaran api yang besar itu. Sambil berjalan pergi melewati Insur, Ladusong pun berkata, "Hanya ada satu kebenaran Insur. Dan aku memilih Elang Langit sebagai kebenaranku. Orang yang tidak punya kebenaran yang pasti sepertimu harusnya tidak pantas menjadi legenda."

Dan Ladusong pun pergi tanpa sedikit pun menoleh kebelakang. Insur masih terdiam membisu menatap merahnya api saat itu. Dia masih saja bertanya - tanya apakah memang bear keputusannya 4 tahun yang lalu?

Pantam menepuk pundaknya. Menyadarkan lamunannya. "Sudah, ayo pulang" ajak Pantam. Keduanya pun menjauh dari tempat tersebut.

Sepulang di rumah Insur langsung merebahkan dirinya. Dia bertanya pada dirinya seperti pertanyaan yang dilontarkan Mbezi, apakah ini kedamaian yang ingin dia ciptakan? Dan Insur pun terlelap tidur.

-----

Kesokan harinya, pagi - pagi sekali Pantam sudah berada di depan rumahnya.

"Sur, Mbezi mau dieksekusi publik" kata Pantam.

"Dimana?" Tanya Insur.

"Di Lapangan Oliv."

Insur pun bergegas menuju lapangan Oliv bersama Pantam.

Setibanya di lapangan tersebut sudah banyak berkerumun orang. Dilihatnya pak Kaji Dauh ternyata juga hadir. Lalu dilihatnya Faynem yang juga menatapnya dengan tatapan bercampur sedih.

"Sur, sebaiknya kamu tidak macam - macam. Ini memang harus terjadi untuk kedamaian." Kata pak Kaji Dauh memperingatkam Insur.

Tatapan Insur saat ini hanya tertuju pada sebuah panggung yang dibuat setinggi sekitar 4 meter. Diatasnya ada Mbezi dengan serengah duduk bersimpu pada lututnya dengan rantai besar yang mengelilingi tubuhnya. Seorang algojo dengan membawa pedang besar berada disamping Mbezi, bersiap hanya menunggu aba - aba untuk mengeksekusi Mbezi.

Terlihat 4 tempat duduk khusus dibuat di atas panggung. Tempat pertama adalah "Dia" sang penguasa tertinggi desa tersebut. Lalu tempat kedua terlihat kosong. Tempat Ketiga adalah pria bundar besar yang mendapat sebut Raja Binatang Buas, si Tengud. Dan tempat keempat diisi oleh Ladusong.

Orang - orang berkerumun begitu banyaknya. Ini Eksekusi publik terbesar kedua kalinya setelah peristiwa eksekusi besar dua tahun yang lalu. Seorang monster pernah juga dieksekusi seperti ini, dia adalah.... Ah sudahlah..... Biarkan cerita ini mengalir satu per satu.

"Kenapa kamu tidak duduk bersama mereka Pak Kaji Dauh?" Tanya Insur.

"Ahhh malas saja, aku sudah merasa terlalu tua untuk naik panggung itu." Jawab Pak Kaji Dauh ternyata pemilik kursi nomor dua yang kosong di atas panggung tersebut.

Di sudut yang lain terlihat Mbak Hana juga hadir melihat eksekusi publik tersebut. Pak Gaelani yang duduk di atas becaknya juga ada di tengah - tengah kerumunan. Dan Anci... Anci ternyata juga hadir tetapi menutupi wajah dan kepalanya agar tidak dikenali.

Ladusong berdiri dari tempat duduknya, memegang mikrofon dan mulai berbicara di depan khalayak ramai.

"Para hadirin semuanya..... Hari ini kita berkumpul untuk mengesksekusi Mbezi. Dan Mbezi ini adalah dua pembunuh top dari serigala tanah!"

Orang - orang terkaget!!!!

"Dan kami dari kubu Elang Langit sudah berjanji untuk memberikan keamanan yang telah kita sepakati selama dua tahun ini. Maka dari itu, sisa - sisa dari pasukan Serigala Tanah harus dihapuskan dari desa kita!!!"

Pidato Ladusong begitu berapi - api. Orang - orang yang berkumpul pun berteriak - teriak membenarkan perkataan Ladusong.

"Benar!!! Hapus semua anggot serigala tanah!!!"

"Hapus serigala tanah dari desa kita!!"

"Hidup Elang Langit!!!"

"Hidup Elang langittt!"

Penonton pun bersorak semuanya. Suasana cerah pagi itu tidak dapat membuat cerah hati Insur. Ada sisi kelabu di hatinya yang dirinya sendiri masih sulit mengerti hingga kini. Sayang sekali, benar - benar sayang sekali.... suasana pagi yang cerah itu untuk jiwa yang merasa sepi.....

Episodes
1 Bab 1 Chapter 1: Awal Mula
2 Bab 1 Chapter 2: Paket!!!!!
3 Bab 1 Chapter 3: Antara Cinta (Nafsu) dan Harta
4 Bab 1 Chapter 4: Siapa kamu?
5 Bab 1 Chapter 5: Wawancara
6 Bab 1 Chapter 6: Keterkaitan Keterikatan
7 Bab 1 Chapter 7: Kekosongan, Kehampaan...
8 Bab 1 Chapter 8: Mengalir Tanpa Henti
9 Bab 1 Chapter 9: Mangga dan Bulan Purnama
10 Bab 1 Chapter 10: Sepakat? Sepakat!
11 Bab 1 Chapter 11: Pancing terusss.....
12 Bab 1 Chapter 12: Ngopi Dulu Jangan Panik!
13 Bab 1 Chapter 13: Rahasia dalam Rahasia
14 Bab 1 Chapter 14: Luka Lama, Lama - lama Jadi Luka!
15 Bab 1 Chapter 15: Sama - sama Lapor
16 Bab 1 Chapter 16: Smash!!! Smashhh!!!
17 Bab 1 Chapter 17: Sisi Penasaran
18 Bab 1 Chapter 18: Ternyata Oh Ternyata
19 Bab 1 Chapter 19: Alam Cerah, Jiwa Sepi
20 Bab 1 Chapter 20: Tekad yang Diwariskan
21 Bab 1 Chapter 21: Kecil Pandanganmu, Besar Pandanganku
22 Bab 1 Chapter 22: Daun Kering Terjatuh
23 Bab 1 Chapter 23: Dia Kembali?!
24 Bab 1 Chapter 24: Dia Datang, Dia Pasti Datang
25 Bab 1 Chapter 25: Kuda - kuda
26 Bab 1 Chapter 26: Kabut Putih
27 Bab 1 Chapter 27: Kisah Lama yang Usang
28 Bab 1 Chapter 28: Waduh, waduh, waduh.....
29 Bab 1 Chapter 29: Mungkin Malam Itu
30 Bab 1 Chapter 30: Bunga Kejahatan
31 Bab 1 Chapter 31: Rasa Cinta yang Alami
32 Bab 1 Chapter 32: Aku Tidak Setuju!
33 Bab 1 Chapter 33: Tetaplah Hidup meskipun Tidak Berrguna!
34 Bab 1 Chapter 34: Bahkan Kebodohan pun adalah Nikmat
35 Bab 1 Chapter 35: Hari Yang Dinanti
36 Bab 1 Chapter 36: Hewan Buas
37 Bab 1 Chapter 37: Hey Ganteng....
38 Bab 1 Chapter 38: Berakhir Seperti Ini?
39 Bab 1 Chapter 39: Urusan Anak Muda
40 Bab 1 Chapter 40: Tidak Memukul, Hanya Menendang
41 Bab 1 Chapter 41: Dendam Rudolfo
42 Bab 1 Chapter 42: Geleng dan Angguk
43 Bab 1 Chapter 43: Harus Tetap Hidup
44 Bab 1 Chapter 44: Orang Pingsan Tidak Merasakan
45 Bab 1 Chapter 45: Boneka ya boneka
46 Bab 1 Chapter 46: Penghalang Bikin Ribet
47 Bab 1 Chapter 47: Sebuah Rahasia
48 Bab 1 Chapter 48: Pengarang Tidak Bermutu
49 Bab 1 Chapter 49: Dok bukan Dog!!!
50 Bab 1 Chapter 50: Tekad Seseorang
51 Bab 2 Chapter 1: Aku Memperlihatkan Siang dan Malam
52 Bab 2 Chapter 2: Dibalik Bayangan
53 Bab 2 Chapter 3: Ruang Bawah Tanah
54 Bab 2 Chapter 4: Hidup Kembali
55 Bab 2 Chapter 5: Membutuhkan Orang Lain
56 Bab 2 Chapter 6: Semoga, Semoga Saja...
57 Bab 2 Chapter 7: Kesepakatan
58 Bab 2 Chapter 8: Batu darah
59 Bab 2 Chapter 9: Sejarah Desa
60 Bab 2 Chapter 10: Siap, Laksanakan!
61 Bab 2 Chapter 11: Indahnya Pantai Kecoak
62 Bab 2 Chapter 12: Aku
63 Bab 2 Chapter 13: Artis Desa Balatara
64 Bab 2 Chapter 14: Auw, auww, auuwww...
65 Bab 2 Chapter 15: Imut sih tapi...
66 Bab 2 Chapter 16: Ngambek
67 Bab 2 Chapter 17: Pertarungan Tepi Pantai
68 Bab 2 Chapter 18: Badai datang
69 Bab 2 Chapter 19: Rapat Besar Empat Pilar
70 Bab 2 Chapter 20: Kantor Militer Membara
71 Bab 2 Chapter 21: Kloning Ladusong vs Tengud
72 Bab 2 Chapter 22: Keberkahan dan Neraka
73 Bab 2 Chapter 23: Aliran ilmu pedang Surin
74 Bab 2 Chapter 24: Kadang di bawah, kadang di bawahnya lagi
75 Bab 2 Chapter 25: Berirama
76 Bab 2 Chapter 26: Kapal Besar Desa Magala
77 Bab 2 Chapter 27: Kerja sama
78 Bab 2 Chapter 28: Pencurian Tengah Malam
79 Bab 2 Chapter 29: Langkah Angin dan Masuk Angin
80 Bab 2 Chapter 30: Seperti yang Orang Lain Lakukan
81 Bab 2 Chapter 31: Keputusan Zhou
82 Bab 2 Chapter 32: Satu yang Lebih Baik dari Seribu
83 Bab 2 Chapter 33: Pemberontak, Desa Magala, dan Desa KangAgung
84 Bab 2 Chapter 34: Cinta Mendalam yang Sederhana
85 Bab 2 Chapter 35: Bambang dan Jurusnya
86 Bab 2 Chapter 36: Bantuan Desa Balatara
87 Bab 2 Chapter 37: Tinggal selangkah lagi
88 Bab 2 Chapter 38: Manusia Baik, Manusia Rusak
89 Bab 2 Chapter 39: Manusia Sampah
90 Bab 2 Chapter 40: Sepersekian Detik
91 Bab 2 Chapter 41: Becak Rudolfo Beraksi
92 Bab 2 Chapter 42: Sekarang Bukanlah Dulu
93 Bab 2 Chapter 43: Bola Slime Raksasa
94 Bab 2 Chapter 44: Kemenangan Desa KangAgung
95 Bab 2 Chapter 45: Pertarungan di Dasar Laut
96 Bab 2 Chapter 46: Pertarungan Pembalap
97 Bab 2 Chapter 47: Kelicikan vs Kelicikan
98 Bab 2 Chapter 48: Naga Angin di Puncak Gunung Kembar
99 Bab 2 Chapter 49: Pertarungan Tekad!
100 Bab 2 Chapter 50: The End
101 Bab 3 Chapter 1: Awal mula kedua
102 Bab 3 Chapter 2: Terang dan Gelap
103 Bab 3 Chapter 3: Sisa Semangat Hidup
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Bab 1 Chapter 1: Awal Mula
2
Bab 1 Chapter 2: Paket!!!!!
3
Bab 1 Chapter 3: Antara Cinta (Nafsu) dan Harta
4
Bab 1 Chapter 4: Siapa kamu?
5
Bab 1 Chapter 5: Wawancara
6
Bab 1 Chapter 6: Keterkaitan Keterikatan
7
Bab 1 Chapter 7: Kekosongan, Kehampaan...
8
Bab 1 Chapter 8: Mengalir Tanpa Henti
9
Bab 1 Chapter 9: Mangga dan Bulan Purnama
10
Bab 1 Chapter 10: Sepakat? Sepakat!
11
Bab 1 Chapter 11: Pancing terusss.....
12
Bab 1 Chapter 12: Ngopi Dulu Jangan Panik!
13
Bab 1 Chapter 13: Rahasia dalam Rahasia
14
Bab 1 Chapter 14: Luka Lama, Lama - lama Jadi Luka!
15
Bab 1 Chapter 15: Sama - sama Lapor
16
Bab 1 Chapter 16: Smash!!! Smashhh!!!
17
Bab 1 Chapter 17: Sisi Penasaran
18
Bab 1 Chapter 18: Ternyata Oh Ternyata
19
Bab 1 Chapter 19: Alam Cerah, Jiwa Sepi
20
Bab 1 Chapter 20: Tekad yang Diwariskan
21
Bab 1 Chapter 21: Kecil Pandanganmu, Besar Pandanganku
22
Bab 1 Chapter 22: Daun Kering Terjatuh
23
Bab 1 Chapter 23: Dia Kembali?!
24
Bab 1 Chapter 24: Dia Datang, Dia Pasti Datang
25
Bab 1 Chapter 25: Kuda - kuda
26
Bab 1 Chapter 26: Kabut Putih
27
Bab 1 Chapter 27: Kisah Lama yang Usang
28
Bab 1 Chapter 28: Waduh, waduh, waduh.....
29
Bab 1 Chapter 29: Mungkin Malam Itu
30
Bab 1 Chapter 30: Bunga Kejahatan
31
Bab 1 Chapter 31: Rasa Cinta yang Alami
32
Bab 1 Chapter 32: Aku Tidak Setuju!
33
Bab 1 Chapter 33: Tetaplah Hidup meskipun Tidak Berrguna!
34
Bab 1 Chapter 34: Bahkan Kebodohan pun adalah Nikmat
35
Bab 1 Chapter 35: Hari Yang Dinanti
36
Bab 1 Chapter 36: Hewan Buas
37
Bab 1 Chapter 37: Hey Ganteng....
38
Bab 1 Chapter 38: Berakhir Seperti Ini?
39
Bab 1 Chapter 39: Urusan Anak Muda
40
Bab 1 Chapter 40: Tidak Memukul, Hanya Menendang
41
Bab 1 Chapter 41: Dendam Rudolfo
42
Bab 1 Chapter 42: Geleng dan Angguk
43
Bab 1 Chapter 43: Harus Tetap Hidup
44
Bab 1 Chapter 44: Orang Pingsan Tidak Merasakan
45
Bab 1 Chapter 45: Boneka ya boneka
46
Bab 1 Chapter 46: Penghalang Bikin Ribet
47
Bab 1 Chapter 47: Sebuah Rahasia
48
Bab 1 Chapter 48: Pengarang Tidak Bermutu
49
Bab 1 Chapter 49: Dok bukan Dog!!!
50
Bab 1 Chapter 50: Tekad Seseorang
51
Bab 2 Chapter 1: Aku Memperlihatkan Siang dan Malam
52
Bab 2 Chapter 2: Dibalik Bayangan
53
Bab 2 Chapter 3: Ruang Bawah Tanah
54
Bab 2 Chapter 4: Hidup Kembali
55
Bab 2 Chapter 5: Membutuhkan Orang Lain
56
Bab 2 Chapter 6: Semoga, Semoga Saja...
57
Bab 2 Chapter 7: Kesepakatan
58
Bab 2 Chapter 8: Batu darah
59
Bab 2 Chapter 9: Sejarah Desa
60
Bab 2 Chapter 10: Siap, Laksanakan!
61
Bab 2 Chapter 11: Indahnya Pantai Kecoak
62
Bab 2 Chapter 12: Aku
63
Bab 2 Chapter 13: Artis Desa Balatara
64
Bab 2 Chapter 14: Auw, auww, auuwww...
65
Bab 2 Chapter 15: Imut sih tapi...
66
Bab 2 Chapter 16: Ngambek
67
Bab 2 Chapter 17: Pertarungan Tepi Pantai
68
Bab 2 Chapter 18: Badai datang
69
Bab 2 Chapter 19: Rapat Besar Empat Pilar
70
Bab 2 Chapter 20: Kantor Militer Membara
71
Bab 2 Chapter 21: Kloning Ladusong vs Tengud
72
Bab 2 Chapter 22: Keberkahan dan Neraka
73
Bab 2 Chapter 23: Aliran ilmu pedang Surin
74
Bab 2 Chapter 24: Kadang di bawah, kadang di bawahnya lagi
75
Bab 2 Chapter 25: Berirama
76
Bab 2 Chapter 26: Kapal Besar Desa Magala
77
Bab 2 Chapter 27: Kerja sama
78
Bab 2 Chapter 28: Pencurian Tengah Malam
79
Bab 2 Chapter 29: Langkah Angin dan Masuk Angin
80
Bab 2 Chapter 30: Seperti yang Orang Lain Lakukan
81
Bab 2 Chapter 31: Keputusan Zhou
82
Bab 2 Chapter 32: Satu yang Lebih Baik dari Seribu
83
Bab 2 Chapter 33: Pemberontak, Desa Magala, dan Desa KangAgung
84
Bab 2 Chapter 34: Cinta Mendalam yang Sederhana
85
Bab 2 Chapter 35: Bambang dan Jurusnya
86
Bab 2 Chapter 36: Bantuan Desa Balatara
87
Bab 2 Chapter 37: Tinggal selangkah lagi
88
Bab 2 Chapter 38: Manusia Baik, Manusia Rusak
89
Bab 2 Chapter 39: Manusia Sampah
90
Bab 2 Chapter 40: Sepersekian Detik
91
Bab 2 Chapter 41: Becak Rudolfo Beraksi
92
Bab 2 Chapter 42: Sekarang Bukanlah Dulu
93
Bab 2 Chapter 43: Bola Slime Raksasa
94
Bab 2 Chapter 44: Kemenangan Desa KangAgung
95
Bab 2 Chapter 45: Pertarungan di Dasar Laut
96
Bab 2 Chapter 46: Pertarungan Pembalap
97
Bab 2 Chapter 47: Kelicikan vs Kelicikan
98
Bab 2 Chapter 48: Naga Angin di Puncak Gunung Kembar
99
Bab 2 Chapter 49: Pertarungan Tekad!
100
Bab 2 Chapter 50: The End
101
Bab 3 Chapter 1: Awal mula kedua
102
Bab 3 Chapter 2: Terang dan Gelap
103
Bab 3 Chapter 3: Sisa Semangat Hidup

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!