Insur dan Pantam menuju warung kopi pak cik sore menjelang malam. Dari kejauhan tampaklah asap hitam kelabu mengepul, membuat hati kedua sahabat ini mulai bertanya - tanya. Ketika sampai di depan warung betapa takjubnya mereka, dilihatnya warung kopi Pak Cik telah terbakar. Kobaran api warna merah itu menyala - menyala.
Di sekitar warung telah berjejer beberapa polisi, siaga dengan pistolnya. Beberapa orang berkerumun tetapi agak menjauh, rasanya situasi saat itu terasa menegangkan. Ada sekitar dua puluhan polisi yang saat itu sedang bersiaga dengan mimik wajah serius dan menyeramkan.
Pantam segera memarkirkan sepeda bututnya dan mulai mendekat bersama Insur. Dari kejauhan terlihat sosok Mbezi berdarah - darah dengan sorot mata tajam di tengah kobaran api tersebut. Sementara Pak Cik...... Oh tidak.... Dia terkapar di tanah bersimbah darah.... Tampak di depan terlihat komandan Ladusong saling berhadapan dengan Mbezi.
"Ternyata kamu tetap seperti dulu ya Ladusong, benar - benar pengecut!" Teriak Mbezi.
"Terserah. Menang adalah menang, kalah adalah kalah. Akan kulakukan apapun untuk kemenangan." Jawab Ladusong dengan santainya.
Insur segera mendekat, beberapa polisi anak buah Ladusong mencoba menghalanginya tapi dihempaskan begitu saja.
"Apa - apaan ini Ladusong?" Tanya Insur.
Mbezi tertegun melihat kedatangan Insur. Ladusong menatap Insur seraya berkata, "Oh ini dia sang legenda telah datang. Tampaknya ini akan mulai menjadi lebih seru...."
"Guarararraa....." Tiba - tiba Mbezi tertawa lebar.
"Inikah yang kamu maksud kedamaian yang ingin kamu ciptakan itu Insur? Sang Pembantai yang rela menanggalkan taringnya. Lihatlah sekarang! Kubu Elang Langit yang berkuasa! Dimana kedamaian yang kamu perjuangkan itu?!!!" teriak Mbezi dengan penuh emosi.
Insur hanya terdiam, tidak percaya dengan apa yang ada di depannya.
"Legenda tetaplah legenda kawan ku Mbezi, dan aku akan membuat legenda baru, aku.... aku Ladusong yang tak terkalahkan....!!! Luahahahaa....." kata Ladusong semakin menjadi - jadi.
Insur hanya tetap terdiam. Dilihatnya sekali lagi Pak Cik yang tergelatak tak bernyawa di atas tanah itu. Lalu dilihatnya Mbezi yang tampaknya sebentar lagi juga sudah mencapai batas staminya. Sekitar lima orang polisi juga meninggal, pasti terkena serangan great punch milik Mbezi.
Mbezi akhirnya ambruk ke tanah dengan kalimat terakhirnya sebelum pingsan kehabisan tenaga, "kamu berbohong Insur, kamu..... uhuk - uhuk... berbohong...."
Dan Mbezi pun roboh. Ladusong tersenyum menatap Insur, "apa sekarang kamu ingin melawanku Insur?"
Insur mengepalkan tangan. Wajahnya diterpa cahaya kobaran api saat itu.
"Sudahi semua ini." Ucap Insur dengan tenang. "Jangan menambah lagi korban yang tidak perlu. Tapi...."
Tiba - tiba Insur menatap tajam Ladusong. Ladusong terhenyak berkeringat dingin. Insur pun meneruskan kalimatnya, "Tapi jika kamu masih ingin meneruskan kegilaan ini, kamu pastinya sudah tahu orang seperti apa aku ini Ladusong."
Tatapan tajam Insur menusuk Ladusong. Ladusong merasakan kengerian yang luar biasa hanya dari tatapan Insur saja. Dia beekeringat dingin. Apa ini? Apakah ini kerakutan, Ladusong bertanya - tanya dalam hatinya....
"Luahahaha.... Baiklah..... Kurasa memang akan sangat merugikan bagiku untuk melawanmu saat ini. Aku juga terluka cukup dalam akibat Mbezi ini....."
Ladusong mulai menyuruh pasukannya membersihkan kekacauan itu. Mbezi segera ditangkap, mayat Pak Cik diangkat ke mobil ambulans. Beberapa polisi tampak sibuk memadamkan kobaran api yang besar itu. Sambil berjalan pergi melewati Insur, Ladusong pun berkata, "Hanya ada satu kebenaran Insur. Dan aku memilih Elang Langit sebagai kebenaranku. Orang yang tidak punya kebenaran yang pasti sepertimu harusnya tidak pantas menjadi legenda."
Dan Ladusong pun pergi tanpa sedikit pun menoleh kebelakang. Insur masih terdiam membisu menatap merahnya api saat itu. Dia masih saja bertanya - tanya apakah memang bear keputusannya 4 tahun yang lalu?
Pantam menepuk pundaknya. Menyadarkan lamunannya. "Sudah, ayo pulang" ajak Pantam. Keduanya pun menjauh dari tempat tersebut.
Sepulang di rumah Insur langsung merebahkan dirinya. Dia bertanya pada dirinya seperti pertanyaan yang dilontarkan Mbezi, apakah ini kedamaian yang ingin dia ciptakan? Dan Insur pun terlelap tidur.
-----
Kesokan harinya, pagi - pagi sekali Pantam sudah berada di depan rumahnya.
"Sur, Mbezi mau dieksekusi publik" kata Pantam.
"Dimana?" Tanya Insur.
"Di Lapangan Oliv."
Insur pun bergegas menuju lapangan Oliv bersama Pantam.
Setibanya di lapangan tersebut sudah banyak berkerumun orang. Dilihatnya pak Kaji Dauh ternyata juga hadir. Lalu dilihatnya Faynem yang juga menatapnya dengan tatapan bercampur sedih.
"Sur, sebaiknya kamu tidak macam - macam. Ini memang harus terjadi untuk kedamaian." Kata pak Kaji Dauh memperingatkam Insur.
Tatapan Insur saat ini hanya tertuju pada sebuah panggung yang dibuat setinggi sekitar 4 meter. Diatasnya ada Mbezi dengan serengah duduk bersimpu pada lututnya dengan rantai besar yang mengelilingi tubuhnya. Seorang algojo dengan membawa pedang besar berada disamping Mbezi, bersiap hanya menunggu aba - aba untuk mengeksekusi Mbezi.
Terlihat 4 tempat duduk khusus dibuat di atas panggung. Tempat pertama adalah "Dia" sang penguasa tertinggi desa tersebut. Lalu tempat kedua terlihat kosong. Tempat Ketiga adalah pria bundar besar yang mendapat sebut Raja Binatang Buas, si Tengud. Dan tempat keempat diisi oleh Ladusong.
Orang - orang berkerumun begitu banyaknya. Ini Eksekusi publik terbesar kedua kalinya setelah peristiwa eksekusi besar dua tahun yang lalu. Seorang monster pernah juga dieksekusi seperti ini, dia adalah.... Ah sudahlah..... Biarkan cerita ini mengalir satu per satu.
"Kenapa kamu tidak duduk bersama mereka Pak Kaji Dauh?" Tanya Insur.
"Ahhh malas saja, aku sudah merasa terlalu tua untuk naik panggung itu." Jawab Pak Kaji Dauh ternyata pemilik kursi nomor dua yang kosong di atas panggung tersebut.
Di sudut yang lain terlihat Mbak Hana juga hadir melihat eksekusi publik tersebut. Pak Gaelani yang duduk di atas becaknya juga ada di tengah - tengah kerumunan. Dan Anci... Anci ternyata juga hadir tetapi menutupi wajah dan kepalanya agar tidak dikenali.
Ladusong berdiri dari tempat duduknya, memegang mikrofon dan mulai berbicara di depan khalayak ramai.
"Para hadirin semuanya..... Hari ini kita berkumpul untuk mengesksekusi Mbezi. Dan Mbezi ini adalah dua pembunuh top dari serigala tanah!"
Orang - orang terkaget!!!!
"Dan kami dari kubu Elang Langit sudah berjanji untuk memberikan keamanan yang telah kita sepakati selama dua tahun ini. Maka dari itu, sisa - sisa dari pasukan Serigala Tanah harus dihapuskan dari desa kita!!!"
Pidato Ladusong begitu berapi - api. Orang - orang yang berkumpul pun berteriak - teriak membenarkan perkataan Ladusong.
"Benar!!! Hapus semua anggot serigala tanah!!!"
"Hapus serigala tanah dari desa kita!!"
"Hidup Elang Langit!!!"
"Hidup Elang langittt!"
Penonton pun bersorak semuanya. Suasana cerah pagi itu tidak dapat membuat cerah hati Insur. Ada sisi kelabu di hatinya yang dirinya sendiri masih sulit mengerti hingga kini. Sayang sekali, benar - benar sayang sekali.... suasana pagi yang cerah itu untuk jiwa yang merasa sepi.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments