Di warung kopi Pak Cik yang sudah tutup itu keempat manusia saling duduk melingkari sebuah meja kecil. Mereka adalah Insur, Pantam, Pak Cik dan Mbezi. Ditengah - tengah mereka berserakan bungkus rokok, kacang godog dan juga kacang goreng. Tentunya tak lupa masing - masing di depan mereka tersedia kopi susu khas buatan Pak Cik.
Mbezi pun menyeruput kopi susu nya dengan khidmat.
Sruuuuuuutttt....
Ahhh... Begitu gurihnya kopi susu itu melewati tenggorokan.
"Ehmmm.. ehmm... baiklah, gua akan ceritain awal mula gua ketemu Pak Cik dan mengapa selama ini saya merasa hutang budi yang besar pada Pak Cik." Kata Mbezi memulai ceritanya.
Insur, Pantam, dan juga Pak Cik terdiam, mendengarkan dengan seksama.
"Kamu masih ingat kan dulu saat perang besar empat tahun yang lalu Sur. Nah saat itu terdapat dua kubu berseberangan yang sama kuat. Yang satu gerakan menamakan dirinya Elang Langit, sementara yang satunya adalah serigala tanah. Nah Sur kamu pasti masih ingat karena kamu dulu adalah...."
"Udah diem lu. Ini cerita tentang lu, bukan gua."
"Ok akan gua lanjutin."
"Langsung aja intinya."
"Iya gua akan cerita intinya."
"Jangan muter - muter!"
"Iya kagak muter - muter."
"Jangan makan."
"Iya."
"Jangan minum."
"Iya."
"Jangan hidup."
Gubrrraaaaaakkkkkkkk!!!!
Mbezi memukulkan tangannya yang mengepal ke meja sambil berteriak, "Gua boleh cerita apa kagak nih??!!!!
Semuanya terdiam. Mereka mulai menyimak cerita Mbezi lagi.
"Saat itu gua bergabung dengan serigala tanah. Bagi kami lebih baik mati dari pada mengemis!"
Mbezi mengambil jeda sejenak lalu menyulut satu batang rokok yang langsung dia sedot dengan rakusnya.
"Saat itu di serigala tanah terdapat dua pembunuh yang tidak pernah gagal dalam menjalankan misinya. Bukannya sombong tapi yang pertama adalah gua si Mbezi, siapapun yang pernah mendengar nama gua pasti tahu kalau tidak ada satu korban pun yang pernah gua biarkan dalam keadaan hidup."
"Trus yang kedua siapa?" Tanya Pantam sembari memakan kacang di meja dengan cekatan hingga pipinya yang gendut semakin mengembung.
"Yang kedua adalah sesosok pembunuh yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya. Walaupun gua berada di kubu yang sama tetapi tidak pernah sekalipun berhadapan dengannya. Dia dijuluki white snow. White yang artinya putih, dia selalu membunuh mangsanya dengan rapi, snow yang artinya salju, dia berhati sedingin salju ketika membunuh para korbannya. Sadis, keluar dari imajinasi yang kita bayangkan terhadap suatu pembunuhan."
Mbezi kembali meneguk kopi susu nya, meletakkan cangkirnya dengan hentakan kuat.
"Nahhhh cerita gua ini dimulai saat gua mendapat suatu tugas untuk membunuh salah satu petinggi Elang langit, namanya adalah.... Ladusong!"
Pantam langsung kaget ketika mendengar bahwa salah satu petinggi Elang langit adalah Ladusong yang saat ini menjabat sebagai komandan polisi setempat.
"Ahhh pastinya kamu tahu, kebanyakan orang yang menjabat di pemerintahan adalah orang - orang kubu elang langit. Itu sudah bukan rahasia lagi, pemenang lah yang menulis sejarah....."
Tiba - tiba Pantam ijin ke belakang mau pipis.
"Aduh Tam di sini gak ada kamar mandi, noh luu buang kecil di balik semak - semak aja!" Seru Pak Cik.
Pantam lalu melihat ke arah semak - semak yang gelap tanpa penerangan itu. Rasa ngeri menjalar di tubuhnya dan membuat bulu kuduknya berdiri. Tapi apa ada daya, panggilan alam sudah tidak dapat dia bendung lagi!!
Pantam segera berlari - lari kecil ke arah semak - semak tersebut yang jaraknya lumayan jauh dari tempat mereka mengobrol.
Dipaidi yang dari tadi mengawasi mereka di balik semak - semak segera menyembunyikan dirinya dengan duduk mendepis di antara semak - semak ketika melihat Pantam berlari ke arahnya. Waduh mau ngapain nih badak jawa berlari ke arah gua, batin Dipaidi bertanya - tanya.
Pantam berhenti tepat di depan semak - semak dimana Dipaidi bersembunyi. Ditariknya resleting, lalu dia keluarkan senjatanya, dan.... cuuuuuuurrrrr......... Air suci menyirami semak - semak di depannya beserta Dipaidi di tengah kegelapan.
Dipaidi megap - megap terkena siraman air suci Pantam, tapi Dipaidi menahan diri untuk berkata - kata. Ahhhh kampret luuu Pantam!!!! Gerutu Dipaidi dalam hati.
"Ahhhh leganya...." Seru Pantam sembari menarik resletingnya dan kembali ke dalam warung kopi Pak Cik.
Setelah dilihatnya Pantam telah menjauh, Dipaidi pun keluar dari tempat bersembunyi dengan berbagai sumpah serapah keluar dari mulutnya, "Dasar banci kaleng! Tutup odol! kacang kwaci! Tutup panci!!!!!!!"
Pantam telah kembali duduk, merasa lega telah mengeluarkan sesuatu yang selama tadi dia tahan. Mbezi hanya melihat sekilas kedatangan Pantam lalu melanjutkan ceritanya, "Nahh akhirnya ada pertempuran tak terelakkan antara gua dengan Ladusong. Ladusong memiliku jurus max elbow yang lumayan berbahaya, tapi bagi gua itu masih bisa gua hindari. Gua daratkan pukulan great punch gua hingga dia terjerembab berdarah - darah dan tidak berkutik lagi. Tapi ternyata itu semua jebakan!!!! Saat gua mau bunuh Ladusong, tiba - tiba muncul sekitar sepuluh orang dengan bandana beelambangkan serigala tanah. Gua kira mereka mau membantu gua membunuh Ladusong, nyatanya......."
Cerita Mbezi terhenti, dia nyalakan sebatang rokok lagi dengan mata merah menyala menahan amarah.
"Tapi nyatanya mereka membantu Ladusong dan mengeroyok gua!!!! Padahal mereka juga sama - sama satu kubu serigala tanah dengan gua!!! Saat itu gua masih bisa meladeni mereka, tapi sepuluh orang itu ternyata orang - orang terlatih sehingga mereka cukup menyulitkan gua!!! Dan di sela - sela itulah Ladusong menusuk punggung gua!!!! Sungguh biadab!!! sungguh perbuatan pengecut!!! Gua pun terpaksa kabur dengan menabrakkan diri pada kaca jendela dengan darah masih terus becucuran. Gua terus berlari hingga akhirnya terjatuh di sungai ini. Dan Gua tidak sadarkan diri."
Mbezi kembali menyecap rasa kopi susu yang tertinggal di mulutnya, lalu dia melanjutkan, "Gua tidak sadar diri cukup lama. Ketika Gua sadar gua sudah ditolong Pak Cik. Gua gak tau kalo selama gua pingsan telah terjadi dan nama luuu cukup menggema saat itu Insur. Lu disebut - sebut sebagai....."
Insur pun cepat - cepat menyela "hey hey, kan udah gua bilang gua cuma mau dengar cerita tentang lu, bukan tentang gua kampret!!!"
Mata Insur serius menatap lurus pada Mbezi. Mbezi pun terdiam sejenak, lalu dia melanjutkan kisahnya, "Saat gua terbangun ternyata telah terjadi perang besar di jembatan yang kini disebut jembatan Agung itu. Pemenangnya adalah dari Kubu Elang Langit, jadi pemerintah yang berkuasa saat ini sebagian besar adalah orang - orang dari kubu Elang Langit. Gua yang saat itu ranpa tujuan diterima dan dihidupi oleh Pak Cik. Gua gak mungkin untuk keluar karena kubu Elang Langit pasti akan segera menangkap gua, sementara kalau gua kembali ke kubu Serigala Tanah juga tidak mungkin karena mereka telah mengkhianati gua!!!!!"
Kalimat terakhir itu ditutup dengan emosi meluap dari Mbezi. Lalu setelah tenang kembali Mbezi pun menatap Pak Cik dengan penuh rasa hormat.
"Kini, cuma Pak Cik satu - satunya orang yang paling gua hormati dan gua percaya." Ucap Mbezi penuh ketulusan.
Malam itupun berakhir. Insur pulang bersama dengan Pantam jalan kaki menyusuri tepian sungai.
"Elu percaya cerita Mbezi tadi Sur?" Tanya Pantam.
"Ini bukan masalah percaya atau tidak, tapi gua merasa ada yang janggal entah itu apa..."
Malam semakin larut, dan Insur teringat bahwa dia harus tidur cepat - cepat karena besok pagi dia harus jadi wasit pada pertandingan voli akbar antara TK Hamsyong dan TK Prikitiuw. Malam turun, tirai kehidupan pun ditutup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments