Sore itu suasana begitu mempesona dengan semburat warna merah keemasan menenangkan bagi setiap mata yang melihatnya. Warung kopi Pak Cik terlihat begitu ramai oleh para penikmat kopi sejati. Insur yang baru saja datang segera memilih tempat di samping area warung kopi tersebut.
Warung kopi Pak Cik tersebut menghadap ke jalan besar yang searah ke jembatan Agung. Disamping warung tersebut terdapat aliran sungai yang airnya cukup jernih. Aliran sungai tersebut berbelok tepat di samping warung kopi pak Cik tersebut.
Kopi susu datang dihidangkan oleh pak Cik.
"Ini nih kopi susu spesial tanpa sendok"
"Waduh mantap pak Cik!! Gimana nih kabarnya?"
"Yah lumayan baik tapi ya itu, masih trauma aja kemaren waktu sempat tertangkap polisi."
Pak Cik menunduk menahan amarah, dan dia meneruskan berkata, "Ini semua gara - gara si Anci!!! Moga aja dia tetap ketangkap!!!"
"Iya Pak Cik saya juga berharap begitu. Sebenarnya ada hal penting yang ingin gua tanyain ke Pak Cik, ini tentang Mbezi...."
Waktu Insur menyebut nama Mbezi, Pak Cik langsung memutus pembicaraan.
"Ahhhh itu nanti saja kalau warung ini sudah tutup baru saya ceritakan. Saya pun juga ingin sekali bercerita tentang Mbezi pada nak Insur, tapi rasanya kurang Ngeh saja kalau saya bercerita sekarang. Nanti malam saja sekitar pukul 10 malam nak Insur kemari lagi...." Ucap Pak Cik sembari langsung kembali melayani pelanggan.
Ahhh benar juga, Pak Cik pasti sangat sibuk. Dihabiskannya kopi susu hingga tandas lalu Insur segera pulang berjalan kaki. Baru saja insur melangkahkan kaki keluar area warung kopi tersebut dia dipanggil oleh Pak Gaelani.
"Oooeee Suuur, udah mau pulang lu?"
"Iye pak Gaelani."
"Sini numpang aja becak gua, sekalian nih gua juga mau silaturrahim ke rumah pak Kaji Dauh."
"Ah kagak usah repot - repot pak Gaelani." Ucap Insur berusaha menolak secara halus karena memang sedang ingin jalan kaki.
Tiba - tiba dari arah belakangnya muncullah Dipaidi dengan motor bututnya.
"Udah sini gua anter aja lu Sur, gua juga kebetulan mau silaturrahim ke rumah pak Kaji Duah."
"Ehhh bentar - bentar, gua yang mau anterin Insur!"
"Biasa aja dong ngomongnya pak Gaelani, jangan nge gas!!!!"
"Gue? Gue yang nge gas? Hellloooooo.... hey tutup panci ngaca luuu! emang di rumah looo gak ada kaca?!!!"
"Oh gitu, gitu yeeee, sekarang berani luuu ma gua?!"
"Nah lu nantangin gua lagi Di?!"
"Looh hayuk. Gua sikat looo"
"Elooo yang gua sikat!"
"Eloo...!"
"Elooo....!"
"Elooo........!!!"
Dan mereka berdua pun terus bertarung kata - kata sementara Insur sudah buruan kabur dari area tersebut, susah ngurusin orang - orang ribet!
Di tengah jalan dia bertemu Pantam yang tampak sedang berjongkok di pinggir jalan sembari menatap lurus ke depan.
"Ngapain luuu Tam?"
"Oh elu Sur, gua kirain siapa. Ini nih gua lagi liatin mangga Pak Kaji Dauh."
"Lu masih mau nyolong lagi? Minta aja pasti dikasih kok sama pak Kaji Duah."
"Sur, mungkin luuu benar - benar gak paham arti manisnya buah mangga yang didapat dari kerja keras itu jauh lebih manis dari pada buah mangga yang didapat dengan mudah."
"Maksud luuu kerja keras itu nyolong kan?!! Dasar kampret!!"
"Sur, maaf dunia gua keras, ini dunia laki - laki sejati Suur!!"
"Dunia laki - laki sejati pala lu kampret!!! itu dunia pencuri, itu dunia kriminal kampret!!"
"Sur, di dunia laki - laki yang penting halal."
"Halal pala lu pecahhh!!! Elu mau nyuri kampret, halal dimananya?"
"Ah elu gak tahu dunia laki - laki sejati sih Sur!"
Mendengar jawaban terakhir sahabatnya itu Insur terdiam. Ahhh sudahlah mungkin percuma menghalangi Pantam yang mau mencuri mangga milik pak Kaji Dauh. Tidak ada yang mampu membuat perilaku sesorang berubah ketika dirinya sendiri sudah mengikhlaskan pribadinya tenggelam dalam perilaku tersebut. Sulit, sulit... Sulit, sulit...
Insur pun pulang, mandi dan menyalakan radio butut yang kemarin sempat disita oleh Faynem. Mendengarkan lagu - lagu campur sari memang nyaman sekali untuk suasana sore menjelang maghrib saat itu. Lalu dia iku berjamaah maghrib di masjid yang tak jauh dari tempat kos nya, itu pun Insur terpaksa setelah diseret oleh pak Kaji Dauh hingga sarungnya hampir melorot. Waktu pun bergulir cepat.
Tepat pukul 10 malam Insur berangkat kembali menuju warkop pak Cik. Dilihatnya pak Cik mulai bersih - bersih pertanda warung kopinya akan segera tutup.
"Malam pak Cik!"
"Ahhh elu Sur, sini - sini masuk! Tuh Pantam juga ada di dalam."
Ketika Insur memasuki sebuah ruangan, terlihatlah Insur sedang menyeduh kopi susunya lengkap dengan rokok yang sudah menyala dan tersempil diantara dua bibirnya yang gendut itu.
"Ahhh lu sur! sini - sini ngopi bareng!"
Insur pun segera duduk di samping Pantam. Tak selang berapa lama datanglah pak Cik membawa dua gelas kopi susu tambahan yang langsung dia sajikan pada Insur dan dirinya sendiri.
Setelah menyeruput kopi susu pekat itu pak Cik pun berkata, "Ahhh.... nikmat banget kopi susu sehabis kerja. Eh nak Insur bukannya tadi siang bertanya tentang Mbezi pada saya?"
"Iya pak Cik, cuma penasaran."
"Oh gitu ya. Jadi gini........"
Pak cik terdiam. Insur terdiam memandang Pak Cik. Pantam juga ikut terdiam.
"Nahhhh gitu ceritanya Sur" kata pak Cik setelah jeda tersebut
"Apaan wooooi? Gua gak paham!!!"
"Masak lu gak paham! baiklah gua ulangin lagi. Jadi gini...."
Pak Cik terdiam. Insur terdiam memandang pak Cik. Dan Pantam lagi - lagi ikut terdiam.
"Nahhh gitu ceritanya Sur..."
Dan langsung saja sebuah tendangan mendarat di muka pak Cik.
"Gua gak paham apa yang luuu maksud kampret!!!!" Teriak Insur setelah menendang wajah Pak Cik.
Dan tiba - tiba pintu di buka lalu menampilkan sosok Mbezi yang terlihat besar dan kejam.
Dia pun mulai membuka suara, "Pak Cik ini orangnya tidak terlalu pandai bercerita, jadi ijinkan gua aja yang bercerita pada lu Sur. Itung - itung sebagai rasa terima kasih gua karena Pak Cik sudah keluar dari kantor polisi."
Mbezi lalu duduk dengan punggung tegapnya. Pantam hanya melongo setengah ketakutan. Insur pun mengangguk saja, karena Pak Cik bebas sebenarnya bukan karena dirinya tetapi memang karena pak Cik terbukti di kepolisian bahwa dia tidak terlibat dengan peristiwa meledaknya bom di kantor pemerintahan.
Pak Cik yang saat itu tersungkur duduk kembali sembari membenahi mukanya setelah terkena tendangan Insur. Mereka berempat berkumpul di suatu sudut warung kopi pak Cik yang telah tutup itu, siap mendengarkan cerita Mbezi.
Sementara di luar terlihat Dipaidi yang menyalakan rokoknya, menghembuskan asapnya ke udara. Matanya menatap warung kopi Pak Cik dari kejauhan sembari tangannya memegang hape yang dia tempelkan di telinga dan berkata... "Siap Komandan". Aliran air sungai di malam hari, berbunyi gemericik seakan - akan menyembunyikan seluruh misteri......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments