Bab 1 Chapter 6: Keterkaitan Keterikatan

Insur mulai memutar gagang pintu kos nya dan membuka pintu tersebut. Ternyata...... di dalam kamar kosnya sudah berkumpul Faynem, Pantam, dan juga mbak Hana yang super duper buuuahenol di desanya itu.

'Kejutaaaan......"

Duarrrrrrrrr!!

Dan balon meletus tepat di muka Insur.

"Kampret! Apaan nih?!!"

"Selamat Sur, akhirnya lu besok ada kerjaan!!!" Teriak Pantam penuh dengan kegembiraan.

Mbak Hana pun tersenyum, aduuuuhhhh senyum manisnya itu.... berapa karat manis senyumnya!!!! Muuuanis sekali brooo!!!

"Selamat ya Sur, akhirnya lu kerja juga setelah ber abad - abad hibernasi."

"Hibernasi? emang gua beruang kutub?"

"Kyahahahaha...." Pantam tertawa puas.

"Iya selamat Sur. Gak gua sangka pecundang pengangguran tingkat akut macam elu akhirnya punya kerjaan juga. Ahhh... Padahal selama ini gua cuma nganggap lu sampah gak guna!" Ucap nenek Faynem sesenggukan menahan haru.

"Trus sekarang?"

"Kalau sekarang sih gua nganggap elu sampah plastik" "Intinya gua tetep sampah kampret!!!!"

"Kyahahahahha...." Tawa pantam menggema kembali.

"Udah - udah. Sini sur kita rayain acara lu jadi sampah plastik hari ini" ucap mbak Hana sembari menata meja yang telah dipenuhi berbagai camilan, kue, kopi, dan rokok.

"intinya gua tetep sampah kan?" ucap Insur ngambek sambil duduk di meja yang telah ditata tersebut. "Kyahahahhaa...." Pantam masih saja tertawa.

"Kampret luuuu ketawa mulu...."

Dan acara kecil - kecilan itu pun berjalan dengan santai. Berbagai obrolan ngawur, kopi yang diedarkan, asap rokok yang mengepul memenuhi ruangan tersebut. Kegembiraan yang sederhana. Tawa - tawa renyah yang sebenarnya hanya penutup kesedihan sehari - hari.

Tetapi itulah kebahagiaan yang datang secara sederhana, tidak direncanakan, tidak perlu usaha keras bertahun - tahun untuk menggapainya. Kebahagiaan yang datang begitu saja, dan itulah kebahagiaan yang benar - benar sederhana.

Empat puluh menit kemudian si Faynem berdiri, nenek tua bangka itu pamit karena maklum lah orang kalo sudah tua sudah tidak bisa lagi menahan dinginnya malam lama - lama. Rematik bro rematik.

Di depan pintu Faynem berkata sebelum pergi, "Sur, mata lu masih begitu aja"

"Udah - udah jangan bahas aneh - aneh nenek tua!!" Sergah Insur.

Mbak Hana pun ikut pamit.

"Perlu saya anterin mbak Hana?" Tanya Insur.

"Boleh." Jawab mbak Hana.

Insur pun pergi mengantar mbak Hana, sementara Pantam juga pamit dan segera menggenjot sepeda butut miliknya.

"Hati - hati mbak Hana, Insur tuh perjaka tua yang gampang nafsuan!" pesan Pantam.

Mbak Hana hanya tersenyum mendengar perkataan Pantam.

"Kampret luuu!!!!" hardik Insur ingin menendang Pantam tetapi Pantam telah jauh, yang terdengar hanya tawanya yang khas menggema di ujung jalan yang gelap "Kyahahahahhaha......"

"Gak usah dengerin si Pantam. Mari mbak Hana gua anter pulang."

Insur dan mbak Hana pun berjalan beriringan. Di desa tempat mereka tinggal jarang ada lampu, maklum desa tersebut memang belum begitu tersentuh pengembangan proyek listrik. Apalagi kisah beberapa tahun yang lalu yang menyelimuti desa tersebut layaknya sebuah dongeng, sangat itu Insur.... ahhh sudahlah kenapa ceritanya jadi kemana - kemana.

Kembali pada cerita Insur mengantar pulang mbak Hana berjalan kaki. Jalan yang belum kesemuanya ada lampu membuat suasana hening dengan beberapa sudut gelap kiri dan kanan. Mereka berdua menyusuri jalan setapak di samping sungai menuju jembatan Agung.

"Sur elu mulai kerja dong besok?"

"Iya mbak hana, tapi cuma sekali kerja ajeee"

"Loh? terus abis itu nganggur lagi?"

"Kagak mbak hana, ini sekali kerja bayarannya gedhe!! 40 juta!!! jadi sekali kerja besok uangnya langsung bisa ane jadiin modal buat buka usaha kecil - kecil an biar gak nganggur lagi gitu." Jelas Insur berapi - api.

Mbak tersenyum melihat Insur bercerita tentang apa yang akan direncanakannya.

"Kalo udah buka usaha terus gimana Sur?"

"Ya berarti gua udah gak nganggur lagi kan mbak Hana"

"Maksud gua trus luu nikah?"

"Nikah?"

"Iya, nikah Sur."

Insur terdiam menatap mbak Hana yang kini juga menatap dengan penuh arti. Tiba mereka berdua terdiam sesaat. Hanya sesaat karena dibalik keremangan pojok jalan muncul siluet bayangan sosok orang mencurigakan mendekati mereka berdua.

Insur segera siaga, dia merentangkan tangannya layaknya pelindung bagi mbak Hana yang ada di belakangnya.

"Kamu yang tadi siang bertemu pak Cik?"

"Iya. siapa kamu?"

"Kamu gak usah tau siapa aku. Apa hubunganmu dengan pak Cik?" Tanya orang tersebut dengan suara parau sembari mulai mendekat, dan terlihat lah wajahnya.

Ternyata dia Mbezi!!!! Si Pembunuh bayaran kelas kakap di era perang beberapa tahun lalu! Namanya cukup menggema saat itu sehingga seakan - akan tidak ada yang tidak gentar jika sudah didatanginya.

"Bukan urusan lu" Jawab Insur sekenanya.

Gila, gila, gilaaaaa.... matih gua didatengin Mbezi!!! batin Insur tetapi dia tetap terlihat tenang. Sementara mbak Hana meringkuk ketakutan di belakang Insur.

"Lu tau gua?" Tanya Mbezi.

"Lu tau gua?" Tanya Insur balik.

"Kagak." Jawab Mbezi.

"Ya udah sama, gua juga kagak tau dan kagak mau tau!" Jawab Insur dengan ketus.

Pertarungan tak dapat terelakkan lagi, Mbezi dengan garangnya maju memukul kepala Insur, Insur pun juga maju memukul kepala Mbezi.

Duuuuuazzzzhhhhh!!!

Keduanya sama - sama terkena pukulan! Insur berdarah, berdiri agak sempoyongan. Begitu juga Mbezi berdarah, dia jilat darah di sudut bibirnya lalu tersenyum dan menatap Insur dalam - dalam.

"Baru kali ini gua merasa seri saat bertukar pukulan dengan seseorang. Ini menarik! Siapa nama mu bung?"

"Kacang kwaci" Jawab Insur sekenanya.

"Benar - benar pribadi yang menarik. Kali ini gua biarin lu lolos karena kayaknya ada suara polisi datang." Kata Mbezi dengan senyuman yang seakan - akan dia telah menemukan lawan yang tepat yang selama ini dia cari.

"Bodho amat!" Gerutu Insur sambil membatin ternyata si Mbezi ini pukulannya keras juga!!!! kampret!!!!

Wiuww wiuwww...

Suara sirene mobil polisi mendekat. Ternyata mbak Hana yang tadi ketakutan di belakang telah menelepon polisi. Mendengar suara langkah polisi yang semakin mendekat maka Mbezi pun lari menghilang di balik kegelapan malam saat itu dengan tawanya yang khas, "Guarrararararraraaa......."

Empat polisi tiba di lokasi melihat Insur yang dipapah mbak Hana.

"Dimana si pembunuh bayaran Mbezi itu?" Tanya salah satu yang polisi yang merupakan komandan pada mbak Hana.

"Dia sudah kabur pak Ladusong. Aduhhh saya ketakutan setengah mati. Dan ini si Insur mulai kena pukul."

"Ahhh beruntung sekali kalian berdua masih hidup, biasanya si Mbezi tidak pernah meninggalkan korbannya dengan masih bernyawa" Kata pak Ladusong sembari menatap Insur.

Mereka pun bubar. Mbak Hana diantar polisi menuju rumahnya, sementara Insur pulang sendiri karena tidak mau diantar.

Di kos nya Insur merebahkan diri sembari berpikir, "Apaan sih ini, kenapa si Mbezi jadi ada hubungannya dengan pak Cik ya?"

Akhirnya Insur tertidur setelah menenangkan jiwanya dengan menonton beberapa film dewasa di hapenya...... bentar - bentar, kampret!!!! dasar tokoh utama bejat!!!! seppuku!!! bunuh diri loe kampret pengangguran!!!!

Episodes
1 Bab 1 Chapter 1: Awal Mula
2 Bab 1 Chapter 2: Paket!!!!!
3 Bab 1 Chapter 3: Antara Cinta (Nafsu) dan Harta
4 Bab 1 Chapter 4: Siapa kamu?
5 Bab 1 Chapter 5: Wawancara
6 Bab 1 Chapter 6: Keterkaitan Keterikatan
7 Bab 1 Chapter 7: Kekosongan, Kehampaan...
8 Bab 1 Chapter 8: Mengalir Tanpa Henti
9 Bab 1 Chapter 9: Mangga dan Bulan Purnama
10 Bab 1 Chapter 10: Sepakat? Sepakat!
11 Bab 1 Chapter 11: Pancing terusss.....
12 Bab 1 Chapter 12: Ngopi Dulu Jangan Panik!
13 Bab 1 Chapter 13: Rahasia dalam Rahasia
14 Bab 1 Chapter 14: Luka Lama, Lama - lama Jadi Luka!
15 Bab 1 Chapter 15: Sama - sama Lapor
16 Bab 1 Chapter 16: Smash!!! Smashhh!!!
17 Bab 1 Chapter 17: Sisi Penasaran
18 Bab 1 Chapter 18: Ternyata Oh Ternyata
19 Bab 1 Chapter 19: Alam Cerah, Jiwa Sepi
20 Bab 1 Chapter 20: Tekad yang Diwariskan
21 Bab 1 Chapter 21: Kecil Pandanganmu, Besar Pandanganku
22 Bab 1 Chapter 22: Daun Kering Terjatuh
23 Bab 1 Chapter 23: Dia Kembali?!
24 Bab 1 Chapter 24: Dia Datang, Dia Pasti Datang
25 Bab 1 Chapter 25: Kuda - kuda
26 Bab 1 Chapter 26: Kabut Putih
27 Bab 1 Chapter 27: Kisah Lama yang Usang
28 Bab 1 Chapter 28: Waduh, waduh, waduh.....
29 Bab 1 Chapter 29: Mungkin Malam Itu
30 Bab 1 Chapter 30: Bunga Kejahatan
31 Bab 1 Chapter 31: Rasa Cinta yang Alami
32 Bab 1 Chapter 32: Aku Tidak Setuju!
33 Bab 1 Chapter 33: Tetaplah Hidup meskipun Tidak Berrguna!
34 Bab 1 Chapter 34: Bahkan Kebodohan pun adalah Nikmat
35 Bab 1 Chapter 35: Hari Yang Dinanti
36 Bab 1 Chapter 36: Hewan Buas
37 Bab 1 Chapter 37: Hey Ganteng....
38 Bab 1 Chapter 38: Berakhir Seperti Ini?
39 Bab 1 Chapter 39: Urusan Anak Muda
40 Bab 1 Chapter 40: Tidak Memukul, Hanya Menendang
41 Bab 1 Chapter 41: Dendam Rudolfo
42 Bab 1 Chapter 42: Geleng dan Angguk
43 Bab 1 Chapter 43: Harus Tetap Hidup
44 Bab 1 Chapter 44: Orang Pingsan Tidak Merasakan
45 Bab 1 Chapter 45: Boneka ya boneka
46 Bab 1 Chapter 46: Penghalang Bikin Ribet
47 Bab 1 Chapter 47: Sebuah Rahasia
48 Bab 1 Chapter 48: Pengarang Tidak Bermutu
49 Bab 1 Chapter 49: Dok bukan Dog!!!
50 Bab 1 Chapter 50: Tekad Seseorang
51 Bab 2 Chapter 1: Aku Memperlihatkan Siang dan Malam
52 Bab 2 Chapter 2: Dibalik Bayangan
53 Bab 2 Chapter 3: Ruang Bawah Tanah
54 Bab 2 Chapter 4: Hidup Kembali
55 Bab 2 Chapter 5: Membutuhkan Orang Lain
56 Bab 2 Chapter 6: Semoga, Semoga Saja...
57 Bab 2 Chapter 7: Kesepakatan
58 Bab 2 Chapter 8: Batu darah
59 Bab 2 Chapter 9: Sejarah Desa
60 Bab 2 Chapter 10: Siap, Laksanakan!
61 Bab 2 Chapter 11: Indahnya Pantai Kecoak
62 Bab 2 Chapter 12: Aku
63 Bab 2 Chapter 13: Artis Desa Balatara
64 Bab 2 Chapter 14: Auw, auww, auuwww...
65 Bab 2 Chapter 15: Imut sih tapi...
66 Bab 2 Chapter 16: Ngambek
67 Bab 2 Chapter 17: Pertarungan Tepi Pantai
68 Bab 2 Chapter 18: Badai datang
69 Bab 2 Chapter 19: Rapat Besar Empat Pilar
70 Bab 2 Chapter 20: Kantor Militer Membara
71 Bab 2 Chapter 21: Kloning Ladusong vs Tengud
72 Bab 2 Chapter 22: Keberkahan dan Neraka
73 Bab 2 Chapter 23: Aliran ilmu pedang Surin
74 Bab 2 Chapter 24: Kadang di bawah, kadang di bawahnya lagi
75 Bab 2 Chapter 25: Berirama
76 Bab 2 Chapter 26: Kapal Besar Desa Magala
77 Bab 2 Chapter 27: Kerja sama
78 Bab 2 Chapter 28: Pencurian Tengah Malam
79 Bab 2 Chapter 29: Langkah Angin dan Masuk Angin
80 Bab 2 Chapter 30: Seperti yang Orang Lain Lakukan
81 Bab 2 Chapter 31: Keputusan Zhou
82 Bab 2 Chapter 32: Satu yang Lebih Baik dari Seribu
83 Bab 2 Chapter 33: Pemberontak, Desa Magala, dan Desa KangAgung
84 Bab 2 Chapter 34: Cinta Mendalam yang Sederhana
85 Bab 2 Chapter 35: Bambang dan Jurusnya
86 Bab 2 Chapter 36: Bantuan Desa Balatara
87 Bab 2 Chapter 37: Tinggal selangkah lagi
88 Bab 2 Chapter 38: Manusia Baik, Manusia Rusak
89 Bab 2 Chapter 39: Manusia Sampah
90 Bab 2 Chapter 40: Sepersekian Detik
91 Bab 2 Chapter 41: Becak Rudolfo Beraksi
92 Bab 2 Chapter 42: Sekarang Bukanlah Dulu
93 Bab 2 Chapter 43: Bola Slime Raksasa
94 Bab 2 Chapter 44: Kemenangan Desa KangAgung
95 Bab 2 Chapter 45: Pertarungan di Dasar Laut
96 Bab 2 Chapter 46: Pertarungan Pembalap
97 Bab 2 Chapter 47: Kelicikan vs Kelicikan
98 Bab 2 Chapter 48: Naga Angin di Puncak Gunung Kembar
99 Bab 2 Chapter 49: Pertarungan Tekad!
100 Bab 2 Chapter 50: The End
101 Bab 3 Chapter 1: Awal mula kedua
102 Bab 3 Chapter 2: Terang dan Gelap
103 Bab 3 Chapter 3: Sisa Semangat Hidup
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Bab 1 Chapter 1: Awal Mula
2
Bab 1 Chapter 2: Paket!!!!!
3
Bab 1 Chapter 3: Antara Cinta (Nafsu) dan Harta
4
Bab 1 Chapter 4: Siapa kamu?
5
Bab 1 Chapter 5: Wawancara
6
Bab 1 Chapter 6: Keterkaitan Keterikatan
7
Bab 1 Chapter 7: Kekosongan, Kehampaan...
8
Bab 1 Chapter 8: Mengalir Tanpa Henti
9
Bab 1 Chapter 9: Mangga dan Bulan Purnama
10
Bab 1 Chapter 10: Sepakat? Sepakat!
11
Bab 1 Chapter 11: Pancing terusss.....
12
Bab 1 Chapter 12: Ngopi Dulu Jangan Panik!
13
Bab 1 Chapter 13: Rahasia dalam Rahasia
14
Bab 1 Chapter 14: Luka Lama, Lama - lama Jadi Luka!
15
Bab 1 Chapter 15: Sama - sama Lapor
16
Bab 1 Chapter 16: Smash!!! Smashhh!!!
17
Bab 1 Chapter 17: Sisi Penasaran
18
Bab 1 Chapter 18: Ternyata Oh Ternyata
19
Bab 1 Chapter 19: Alam Cerah, Jiwa Sepi
20
Bab 1 Chapter 20: Tekad yang Diwariskan
21
Bab 1 Chapter 21: Kecil Pandanganmu, Besar Pandanganku
22
Bab 1 Chapter 22: Daun Kering Terjatuh
23
Bab 1 Chapter 23: Dia Kembali?!
24
Bab 1 Chapter 24: Dia Datang, Dia Pasti Datang
25
Bab 1 Chapter 25: Kuda - kuda
26
Bab 1 Chapter 26: Kabut Putih
27
Bab 1 Chapter 27: Kisah Lama yang Usang
28
Bab 1 Chapter 28: Waduh, waduh, waduh.....
29
Bab 1 Chapter 29: Mungkin Malam Itu
30
Bab 1 Chapter 30: Bunga Kejahatan
31
Bab 1 Chapter 31: Rasa Cinta yang Alami
32
Bab 1 Chapter 32: Aku Tidak Setuju!
33
Bab 1 Chapter 33: Tetaplah Hidup meskipun Tidak Berrguna!
34
Bab 1 Chapter 34: Bahkan Kebodohan pun adalah Nikmat
35
Bab 1 Chapter 35: Hari Yang Dinanti
36
Bab 1 Chapter 36: Hewan Buas
37
Bab 1 Chapter 37: Hey Ganteng....
38
Bab 1 Chapter 38: Berakhir Seperti Ini?
39
Bab 1 Chapter 39: Urusan Anak Muda
40
Bab 1 Chapter 40: Tidak Memukul, Hanya Menendang
41
Bab 1 Chapter 41: Dendam Rudolfo
42
Bab 1 Chapter 42: Geleng dan Angguk
43
Bab 1 Chapter 43: Harus Tetap Hidup
44
Bab 1 Chapter 44: Orang Pingsan Tidak Merasakan
45
Bab 1 Chapter 45: Boneka ya boneka
46
Bab 1 Chapter 46: Penghalang Bikin Ribet
47
Bab 1 Chapter 47: Sebuah Rahasia
48
Bab 1 Chapter 48: Pengarang Tidak Bermutu
49
Bab 1 Chapter 49: Dok bukan Dog!!!
50
Bab 1 Chapter 50: Tekad Seseorang
51
Bab 2 Chapter 1: Aku Memperlihatkan Siang dan Malam
52
Bab 2 Chapter 2: Dibalik Bayangan
53
Bab 2 Chapter 3: Ruang Bawah Tanah
54
Bab 2 Chapter 4: Hidup Kembali
55
Bab 2 Chapter 5: Membutuhkan Orang Lain
56
Bab 2 Chapter 6: Semoga, Semoga Saja...
57
Bab 2 Chapter 7: Kesepakatan
58
Bab 2 Chapter 8: Batu darah
59
Bab 2 Chapter 9: Sejarah Desa
60
Bab 2 Chapter 10: Siap, Laksanakan!
61
Bab 2 Chapter 11: Indahnya Pantai Kecoak
62
Bab 2 Chapter 12: Aku
63
Bab 2 Chapter 13: Artis Desa Balatara
64
Bab 2 Chapter 14: Auw, auww, auuwww...
65
Bab 2 Chapter 15: Imut sih tapi...
66
Bab 2 Chapter 16: Ngambek
67
Bab 2 Chapter 17: Pertarungan Tepi Pantai
68
Bab 2 Chapter 18: Badai datang
69
Bab 2 Chapter 19: Rapat Besar Empat Pilar
70
Bab 2 Chapter 20: Kantor Militer Membara
71
Bab 2 Chapter 21: Kloning Ladusong vs Tengud
72
Bab 2 Chapter 22: Keberkahan dan Neraka
73
Bab 2 Chapter 23: Aliran ilmu pedang Surin
74
Bab 2 Chapter 24: Kadang di bawah, kadang di bawahnya lagi
75
Bab 2 Chapter 25: Berirama
76
Bab 2 Chapter 26: Kapal Besar Desa Magala
77
Bab 2 Chapter 27: Kerja sama
78
Bab 2 Chapter 28: Pencurian Tengah Malam
79
Bab 2 Chapter 29: Langkah Angin dan Masuk Angin
80
Bab 2 Chapter 30: Seperti yang Orang Lain Lakukan
81
Bab 2 Chapter 31: Keputusan Zhou
82
Bab 2 Chapter 32: Satu yang Lebih Baik dari Seribu
83
Bab 2 Chapter 33: Pemberontak, Desa Magala, dan Desa KangAgung
84
Bab 2 Chapter 34: Cinta Mendalam yang Sederhana
85
Bab 2 Chapter 35: Bambang dan Jurusnya
86
Bab 2 Chapter 36: Bantuan Desa Balatara
87
Bab 2 Chapter 37: Tinggal selangkah lagi
88
Bab 2 Chapter 38: Manusia Baik, Manusia Rusak
89
Bab 2 Chapter 39: Manusia Sampah
90
Bab 2 Chapter 40: Sepersekian Detik
91
Bab 2 Chapter 41: Becak Rudolfo Beraksi
92
Bab 2 Chapter 42: Sekarang Bukanlah Dulu
93
Bab 2 Chapter 43: Bola Slime Raksasa
94
Bab 2 Chapter 44: Kemenangan Desa KangAgung
95
Bab 2 Chapter 45: Pertarungan di Dasar Laut
96
Bab 2 Chapter 46: Pertarungan Pembalap
97
Bab 2 Chapter 47: Kelicikan vs Kelicikan
98
Bab 2 Chapter 48: Naga Angin di Puncak Gunung Kembar
99
Bab 2 Chapter 49: Pertarungan Tekad!
100
Bab 2 Chapter 50: The End
101
Bab 3 Chapter 1: Awal mula kedua
102
Bab 3 Chapter 2: Terang dan Gelap
103
Bab 3 Chapter 3: Sisa Semangat Hidup

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!