Istri Yang Terabaikan
PRANG
“Kau berani membantahku? Hah!”
Lana berteriak dan melempar gelas yang ada di tanganya. Lana merasa sangat kesal dan marah. Dia baru saja pulang dari tempatnya bekerja, saat dirinya sedang duduk, hendak meneguk air, kenyamananya terganggu.
Lana, pria dengan nama lengkap Lana Hanggara Saputra. Laki- laki berusia 33 tahun, putra dari seorang pejabat tinggi sebuah negeri.
Dia adalah seorang direktur sebuah perusahaan anak cabang dari perusahaan otomotif besar di negaranya. Di usianya yang muda Lana sudah mengantongi gelar S3 teknik mesin dari universitas terkenal dari manca negara.
Lana berdiri menatap bengis istri yang 2 tahun dia nikahi. Istri yang menurut dia tidak seharusnya ada di sisinya. Gadis kecil yang dekil, bodoh, dan tidak tahu apa- apa, mengurus rambutnya saja tidak bisa.
“Maaf, aku tidak bermaksud melawanmu, tapi aku mohon! Tidak bisakah sekali ini saja, kau bersikap baik padaku? Hari ini saja!” tanya istri Lana dengan mata berkaca- kaca, menahan deguban jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya, tubuhnya gemetar.
Rangkaian kata yang dia susun dengan sangat hati- hati, responya sama saja, dibalas dengan bentakan dan cacian, bahkan pecahan gelas suaminya mengenai telapak kakinya, menorehkan luka dan memperparah pedihnya.
Dia adalah Isyana Putri Anjani, seorang perempuan berusia 22 tahun yang terpaksa menghentikan kuliahnya. Dia terpaksa menikah dengan Lana 2 tahun lalu.
“Apa kamu bilang? Katakan sekali lagi! Hah! Berbuat baik? Jangan mimpi kamu! Aku sudah banyak berbuat baik padamu!” jawab Lana membentak lagi.
Lana sangat membenci Isyana, karena baginya Isyana tidak sepadan dengan dirinya. Bagi Lana Isyana tidak layak menjadi istri.
“Ayahku meninggal, aku harus kesana, setidaknya sekali saja. Tolong ijinkan aku pulang!” tutur Isyana lagi mengutarakan niatnya, sangat berharap.
Sebuah permintaan yang sebenarnya sangat wajar dia minta. Permintaan sebagai seorang istri pada suaminya, melayat ke orang tuanya. Akan tetapi terasa begitu berat, seperti harapan yang begitu mustahil untuk dia dapatkan.
2 jam lalu, Isyana mendapatkan kabar, ayah kandungnya yang sudah sakit selama 2 bulan ini meninggal.
Sejak menikah dengan Lana, Isyana harus mematuhi segala aturan di rumah Lana. Isyana tidak boleh keluar rumah tanpa seijin suaminya.
Isyana seperti tahanan yang dibelenggu di rumah besar itu.
Jika Isyana keluar tanpa ijin, Isyana akan dihukum; dikurung di dalam kamar tanpa diberi makan selama 3 hari.
Lebih dari itu dia akan menerima pelampiasan kekerasan dari Lana, terkadang pukulan, tidak jarang cambukan dari ikat pinggang panjang dan tebal milik suaminya itu.
Hari ini, jarum yang berdetak di rumah besar dan megah itu menunjukan pukul 8 malam.
Sejak awal menjadi istri, Isyana dibawa ke rumah besar itu dengan mobil lengkap dengan pengawal.
Selama 2 tahun menikah Isyana hanya keluar rumah saat ada pertemuan keluarga Lana. Beberapa kali, bisa dihitung, itupun dengan pengawasan ketat.
Isyana tidak tahu jalan pulang. Isyana tidak bisa kabur. Rumah orang tua Isyana ada di luar kota, butuh waktu 3 jam untuk sampai ke rumah orang tuanya.
Selama 2 bulan ayahnya sakit, tak sekalipun Isyana diijinkan menjenguk.
Di luar rumahnya, security selalu berjaga. Cctv juga bertebaran dimana- mana. Isyana sungguh seperti budak dan tawanan.
Hari ini Isyana hanya ingin melihat orang tuanya untuk terakhir kalinya, memberikan penghormatan akhir sebagai seorang putri.
“Aku mohon!” lirih Isyana lagi sampai dia bersimpuh, memegang kaki suaminya bersujud, sangat berharap dia diijinkan pulang.
“Ijinkan aku pulang!” lirih Isyana lagi.
Sayangnya Lana tetap dingin di tempatnya. Mulutnya masih mengatup dengan rahang kotak yang mengeras.
Baginya, mengijinkan Isyana keluar seperti sebuah ancaman dan aib. Tidak ada orang lain yang boleh berbicara atau melihat Isyana.
Lana berfikir, esok hari saja mereka pergi, datang secukupnya mengucapkan bela sungkawa. Lain halnya dengan Isyana, sebagai putri, seharusnya mendengar kabar itu dia ada di rumahnya. Dia ingin segera berlari, tak bisa menundanya.
“Ada apa ini, Sayangku?”
Seorang perempuan muda dengan tubuh tinggi bak miss world berlenggok datang menghampiri Lana.
Wajahnya begitu cantik nyaris sempurna. Hidungnya mancung, alisnya sudah dia bentuk serapih dan seindah mungkin dengan tangan dokter kecantikan ternama dan biaya mahal. Rambutnya yang pirang tergerai indah sangat tertata dan wangi.
Dia adala, Riri Mika Haliza, pacar Lana yang dia bawa ke rumahnya secara terang- terangan di hadapan Isyana.
Mika adalah, seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan menjadi seorang sarjana hukum. Selain kuliah, bermodalkan kecantikanya, Mika juga menjadi influencer di media sosial.
3 tahun Lana memacari Mika, sayangnya tak sekalipun orang tua Lana mau bertemu dengan Mika, apalagi memberikan restunya.
Sesempurna apapun Mika di hadapan Lana, bagi orang tua Lana, Isyana Putri adalah istri terbaik untuk Lana.
Mendengar kedatangan kekasih hatinya Lana tersenyum, ekpresi wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Wajah dinginya menghangat dan mencair, rahang tegasnya melunak.
“Hai honey, kemarilah!” jawab Lana merentangkan tanganya menyambut Mika.
Lana sama sekali tidak menghiraukan Isyana yang bersimpuh di hadapanya.
Isyana pun hanya menunduk mengepalkan tanganya sangat geram. Sudah menjadi pemandangan sehari- seharinya, menelan pil pahit.
Sebagai seorang istri, harus melihat suaminya, bermesraan dengan perempuan lain di rumahnya sendiri.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat berteduh nyaman dan kata orang adalah surga. Bagi Isyana seperti penjara.
Bahkan, Isyana dan suaminya mempunyai kamar terpisah. Isyana mempunyai ranjaang sendiri yang tak terjamah oleh suaminya.
Sayangnya selama 2 tahun itu pula, Isyana hanya bisa diam membungkam segala kebejatan suaminya, baik dari orang tuanya ataupun mertuanya. Isyana hanya bisa menahan semua pedihnya sendiri, mengobatinya dengan harapan suatu saat ada keajaiban.
“Kenapa dia bersimpuh dan ada pecahan gelas tercecer begini, Sayang? Dia melakukan kesalahan apa?” tanya Mika menatap sinis ke Isyana.
“Tuan Atmadja meninggal, dia minta pulang sekarang!” jawab Lana mengadu.
“Sayang, kenapa kamu menahanya, pulanglah dan temani dia!” ucap Mika dengan gaya lembut dan lemah gemulainya itu.
“Kenapa kamu baik sekali, Sayang?” jawab Lana mesra. Mika memang selalu bersikap lembut dan manis di depan Lana.
Sungguh pemandangan yang membuat Isyana ingin muntah, tapi Isyana hanya bisa menunduk dan tak ingin melihatnya.
“Apa kata keluarganya jika kamu tak segera mengantarkanya dan tidak ada di sana. Apalagi jika ayahmu tau. Segeralah ke sana! Ini demi nama baikmu!” ucap Mika memberitahu pacarnya itu.
Mika tahu, meski orang tua pacarnya sekarang sedang berada di luar negeri dalam tugas negaranya, tapi orang tua Lana pasti peduli dengan kepergian besanya itu.
“Apa kau tak keberatan aku pergi bersamanya?” tany Lana dengan sangat lembut. Lana memang selalu menjaga hati dan perasaan Mika, bahkan Lana berjanji, tak akan seincipun Lana menjamah Isyana.
“Aku percaya padamu, Sayang! Pergilah dan cepat kembali, tunjukan pada ayahmu, kalau kau bisa dipercaya!” ucap Mika lagi.
“Kamu memang cerdas dan pintar!” jawab Lana tersenyum manja membelai rambut Mika dan mengecup keningnya.
Meski dengan cara yang menjijikan, Isyana yang mendengar semua percakapan manusia tak punya akal di depanya itu, Isyana bernafas lega. Setidaknya malam ini dia akan segera pulang ke rumah orang tuanya. Isyana bisa memberikan penghormatan terakhir pada ayahnya.
“Kau dengar perempuan dekil? Aku akan mengantarmu pulang, ini semua permintaan pacarku yang cantik ini! Kau harus berterimakasih padanya!” ucap Lana sinis ke Isyana.
Mika pun tersenyum menang.
"Terima kasih!” jawab Isyana lirih.
“Cuci mukamu! Ikat rambutmu yang rapih, dan pakai pakaianmu yang benar. Kita berangkat malam ini, selesai pemakaman kita harus kembali!” ucap Lana merasa Isyana sangat berantakan.
“Terima kasih!” jawab Isyana bengun dan berdiri hendak ke kamar bersiap pergi.
“Segera bersiap, kau ingat kan aturan keluar dari rumah ini?” tanya Lana menghentikan langkah Isyana.
“Aku harus selalu tersenyum, menggandeng tanganmu, dan kita adalah pasangan yang bahagia!” jawab Isyana dengan menahan sesak, melafalkan tiga aturan dasar setiap Isyana pergi dari rumah itu.
“Bagus!” jawab Lana.
Isyana pun segera berbalik menuju ke kamarnya. Isyana melangkah dengan mengepalkan tanganya penuh tekad. Kali ini, dalam perjalanan pulangnya Isyana harus menghafalkan jalan.
*****
Selamat datang di nupel keempatku,
Untuk pembaca baru salam kenal yaa...
Untuk pembaca lamaku, ini event lomba, jadi genrenya akan berbeda dari nupelku sebelumnya.
Semoga tetep like ya.
Untuk bantu author agar nupel author bersinar, selalu like koment dan vote ya. Ingat juga tap love,Favorit sekali aja.
I love you
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 261 Episodes
Comments
Fidiah Diah
assalamualaikum.salam kenal ka
2022-12-30
0
Sovia Bauana Nauk
👍
2022-12-27
0
Tina Nine
Saya mampir thor..pembaca baru novel othor..
2022-11-07
0