Kepergian Paduka Raja Frithestan untuk selama lamanya sangat menyayat hati sang kaisar muda Thustan. Dia justru memberi hukuman lebih ganas kepada rakyat, yang telah memberi informasi kepada Frithestan sebelum kematiannya.
Ditengah lapangan luas, berkumpul seluruh rakyat kerajaan Canbrai sebelum pemakaman Paduka Raja Frithestan, beberapa orang yang melapor pagi itu pada sang paduka dihukum oleh sang kaisar muda. Cuaca dingin sangat menusuk tulang para pria dan wanita paruh baya saat akan diikat ditiang gantungan tanpa menggunakan pakaian tebal.
"Ikat mereka ditiang gantungan, aku akan membalas semua perbuatan mereka pada Paduka Raja Frithestan," perintah Thustan tanpa memperdulikan teriakan rakyat kerajaan Canbrai.
"Ampun King, kami tidak berniat untuk mengadu pada Paduka Raja. Kami hanya ingin keadilan King!" teriak wanita paruh baya yang terkena sabetan pedang milik Daniel malam perampasan bahan pangan.
Braaaak,
Thustan mendorong keras wanita paruh baya ketanah.
"Ikat dia, aku tidak ingin melihat mereka dikerajaan Canbrai. Aku ingin memberi pelajaran pada kalian semua, bahwa akulah yang berkuasa dikerajaan saat ini," teriak Thustan.
Para pengawal mengikat empat orang yang telah mengadu pada Paduka Raja. Tiga pria dan satu wanita itu diseret paksa tanpa belas kasih. Wajah penuh dengan air mata di hinggapi pasir berwarna keemasan, mengotori wajah wanita paruh baya.
Seluruh pengawal melakukan tugas mereka sesuai permintaan Thustan, membuka penghangat tubuh, mengikat tangan dan kaki untuk dicambuk bersamaan oleh beberapa pengawal lainnya.
Benhard mengikat dengan kencang kedua tangan wanita bertubuh tinggi semampai, setelah melakukan pemaksaan untuk melepas penghangat dari tubuh tua itu.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
"Tariiiiiik," teriak Benhard menarik keempat rakyak Kerajaan Canbrai, dihadapan rakyak lainnya.
"Aaaaaaaagh," teriak wanita paruh baya, merasa tubuhnya akan disayat habis habisan oleh para pengawal yang telah menunggu diatas gedung istana.
Ketiga pria tua hanya bisa pasrah tidak berdaya, menerima hukuman sangat menakutkan dan menyakitkan bagi tubuh renta itu, "King, kau akan dikutuk oleh kerajaan lainnya dan aku bersumpah Kerajaan Canbrai akan hancur!" teriaknya saat berada diatas.
Shreeet,
Sebilah pedang panjang menebas kepala pria tua itu, atas perintah Thustan melalui jentikan jari dari kursi kebanggaan. Kepala tua bergelimang darah segar bergelinding ketanah, dikuti teriakan rakyat lainnya.
"King, kenapa anda semakin menggila. Kita belum melakukan pemakaman pada Paduka Raja Frithestan. Ini sangat berbeda dari Kerajaan lainnya, Anda telah menyiksa dan akan menjadi kutukan rakyat," Gounelle dan Abel mengingatkan sang kaisar saat menyaksikan kekejaman Thustan didepan mata.
Thustan menatap wajah Gounelle dan Abel secara bergantian dan berkata dengan dingin, "apa kalian ingin aku gantung bersama mereka?"
Gounelle dan Abel hanya menunduk tidak mampu berucap. Lidah kelu bagi keduanya, saat kembali mendengar jeritan pilu teriakan rakyat kerajaan Canbrai.
Isak tangis, jeritan wanita paruh baya saat menerima cambukan, tidak mampu melunakkan kerasnya hati sang kaisar Thustan.
"Apa yang harus kita lakukan untuk menolong mereka?" teriak rakyat lainnya dihadapan para pengawal istana.
Tentu menjadi suatu bahan tertawaan bagi pengawal, mendengar para rakyat ingin menolong tiga orang yang masih berteriak kesakitan diatas sana, saat tubuh ringkih mereka menerima cambukan, ceceran darah menetes hingga ke tanah.
"Apa yang ada dikepala King, Paduka Raja Frithestan baru saja meninggal dunia dan kita belum melakukan pemakaman, tapi Kaisar kejam, membalas dendam dengan cara sangat menyakitkan bagi kami rakyak Canbrai," seorang wanita cantik menantang pengawal dengan sangat berani.
Braaak,
Pengawal mendorong wanita muda dihadapannya, agar menjauh dari pembatas istana, "mundur!" teriak pengawal pada wanita cantik biasa disapa Gabriel oleh rakyat kerajaan Canbrai.
"Gabriel, menjauhlah. Jangan mendekati mereka," teriak seorang pria.
Gabriel menatap keatas mendengar jeritan dari wanita paruh baya diatas sana, semakin lama suara rintihan itu semakin menghilang, bahkan terdiam. Air mata tidak terbendung, mencari keberadaan Kaisar muda Thustan yang duduk dikursi kerajaan, menyaksikan rakyat disiksa sampai mati.
"Kenapa dia begitu kejam, apa salah mereka padanya. Bukankah Paduka Raja Frithestan meninggal karena sakit. Dimana Solenne, dimana gadis yang selalu disiksa, King?" Gabriel mencari cari keberadaan Solenne.
Gabriel berlari kencang menuju lorong istana melalui pintu belakang, tempat rakyak jelata seperti mereka menembus istana, tanpa melewati pintu utama. Dia mencari cari kamar perbudakan kerajaan Canbrai, ditiap tiap kamar yang terletak dibawah tanah, lebih dekat dengan penjara kerajaan.
"Mana Solenne, kenapa dia tidak ada disini. Apakah dia sudah mati?" Gabriel semakin penasaran mencari keberadaan gadis cantik berwajah alami.
Bhuuuug,
"Aaaaugh," rintih Bissa melihat kearah Gabriel.
"Dimana Solenne?" Gabriel menatap lekat pada Bissa.
Bissa gadis belia tampak ketakutan, "aku tidak tahu Nona. Solenne melarikan diri dari istana. Aku tidak bisa mencari tahu keberadaannya, karena aku tertangkap oleh para pengawal Benhard ditengah hutan," tunduk Bissa.
Gabriel berfikir, "hutan, apakah hutan diarah selatan?"
Bissa mengangguk.
"Apakah kamu menemukan Kerajaan Bordeaux atau Kerajaan lain disana?" Gabriel bertanya penuh selidik.
Bissa menggelengkan kepala, "saya tidak melihat apapun disana Nona. Siapa anda?"
"Hmmm, baiklah. Aku akan mencari keberadaan Solenne, karena dia gadis baik dan merupakan keturunan Kerajaan Bordeaux. Semoga dia baik baik saja," Gabriel berlalu meninggalkan Bissa dikamar sempit bawah tanah, namun apa lacur wajahnya berpapasan dengan Kaisar muda Thustan.
"King," Gabriel beradu tatap dengan Thustan, menelan salivanya, penuh perasaan takut, bahkan sulit untuk menarik nafas.
Thustan bergegas menarik lengan Gabriel, "beraninya kau mengatakan bahwa Solenne adalah keturunan Kerajaan Bordeaux, dia adalah gadisku. Aku yakin kau pasti mengetahui dimana dia."
Gabriel berusaha memberontak, melepaskan genggaman Thustan pada lengannya, tapi kekuata pria kejam itu sangat kuat dibanding tenaga wanita seperti dia, "lepaskan aku, King!"
Thustan tetap menyeret Gabriel membawanya menuju kamar dalam istana, melempar tubuh semampai itu diatas ranjang kingsize berwarna keemasan.
Bhuuuug,
"Aaaaugh, King. Apa salahku?" Gabriel semakin ketakutan, saat melihat Thustan mengunci pintu kamar dengan sangat cepat.
Wajah Thustan yang tampan, tersenyum smirk menatap gadis berkulit putih itu lebih menantang, karena keberaniannya menembus istana.
"Kau mau tahu apa kesalahan mu?" Thustan mendekati Gabriel.
"Please, King. Aku mohon, jangan lakukan apapun padaku. Aku kekamar perbudakan hanya untuk mencari keberadaan Solenne. Aku baru mendengar kabar bahwa dia keturunan orang kepercayaan Masson dari Kerajaan Bordeaux, yang diculik beberapa waktu lalu oleh Blogger dari perbudakan Inggris," Gabriel berusaha menjelaskan kepada Thustan dengan suara lantang dan ketakutan.
Thustan bergegas meraih tubuh gadis dihadapannya dengan sangat ganas, tanpa peduli teriakan Gabriel memohon untuk dilepaskan. Sang Kaisar muda Thustan kembali menggila saat merenggut kehormatan wanita matang yang sejak tadi melawan kebijakan kerajaan Canbrai.
Jeritan keras Gabriel diacuhkan oleh seluruh pengawal yang menunggu didepan pintu. Thustan tidak akan pernah berhenti jika sudah memulai. Begitu menyakitkan bagi seluruh rakyat kerajaan Canbrai kala itu. Kekejaman Thustan semakin nyata, bahkan sangat menyakiti hati rakyat sendiri.
"Lepaskan aku!" suara tangis Gabriel kembali terdengar saat Thustan masih menggila diatasnya.
"Kau akan menyesal, King," ancaman Gabriel, hanya menjadi bahan tertawaan oleh Thustan.
_________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments