Pengawalan ketat terhadap salah satu prajurit militer Prancis, sangatlah sulit untuk ditembus pihak lawan. Terlihat dari atas gedung sebelah rumah sakit seorang mata mata dari pasukan sekutu tengah mencari keberadaan pria yang terbaring lemah diranjang rumah sakit. Suara mesin pendeteksi jantung, masih menempel didada pria yang masih dilindungi statusnya.
"Sayang, aku pulang dulu. Hari sudah pagi, kamu disini saja. Roti kita akan diproduksi beberapa menit lagi, toko juga harus dibuka," Pierre merangkul Anelle.
Anelle mengusap lembut wajah suaminya, "ya, pulanglah. Hati hati, jangan sampai kita terlena disini. Bagaimanapun aku akan menjaga anak kita sampai dia siuman sesuai perintah Jenderal Herald Tribune."
Pierre mengangguk, dia meninggalkan ruang perawatan. Sebelumnya, mata sendu itu menatap kearah putra kesayangan, "sadarlah nak, aku sangat mencintaimu."
Anelle hanya merangkul mesra suaminya, tidak ingin terlarut dalam kesedihan, "I love you Pierre."
Pierre berbalik badan, mengecup mesra kening Anelle, "I love you too."
Pierre meninggalkan rumah sakit dengan langkah cepat. Tanpa mau berbasa-basi dengan pihak rumah sakit yang menunduk hormat kepadanya. Wajah tegas, namun tampan menunjukkan bahwa dia adalah sosok ayah yang tenang.
Tidak memakan waktu lama, Pierre tiba di toko roti miliknya. Semua karyawan bekerja sesuai perosedur yang telah mereka sepakati. Wajah lelah tampak terlihat jelas karena matanya hanya menatap satu arah.
"Tuan, apakah anda baik baik saja?" Leonal orang kepercayaan Pierre mendekati majikannya.
Pierre mengangguk, "ya, saya baik baik saja. Sepertinya hanya kurang tidur, lelah menjaga putraku."
Leonal mengerti, dia membantu Pierre mempersiapkan semua bahan produksi untuk toko roti mereka.
Beberapa jam mereka melakukan kegiatan seperti biasa, seorang pemuda dewasa memasuki toko roti milik Pierre. Menunjuk semua pesanannya, tanpa banyak bicara. Matanya tertuju pada Pierre yang terduduk lemas disudut ruangan.
"Berapa semuanya?" tanya pria dewasa itu pada Leonal.
"Semua 85 euro, Tuan," Leonal menjawab dengan sopan.
Pria dewasa yang berbalut pakaian seragam militer berlambang negara asing memberikan uang pas, tanpa berharap menunggu kembaliannya.
"Terimakasih Tuan, atas kunjungan anda," Leonal memberikan pesanannya.
Pria dewasa itu menerima pesanan dari toko roti milik Pierre, dengan perasaan penasaran. Wajah dingin itu seketika berbincang sedikit akrab dengan Leonal.
"Bagaimana kalian mengembangkan toko roti ini, bukankah toko ini terlihat sepi?" Pria itu membuka kemasan paper bag yang diberikan Leonal padanya.
Leonal hanya tersenyum tipis, "kami sudah memiliki langganan khusus Tuan, beberapa hotel memesan roti kepada kami dan mereka menjadi langganan terbaik selama ini."
Mendengar penjelasan Leonal, pria itu semakin antusias mendengarkan cerita karyawan Pierre.
"Apakah pak tua itu memiliki seorang putra?" Pria itu bertanya penuh selidik.
Leonal hanya tersenyum, "kamilah putranya Tuan," jawaban Leonal membuat pria dihadapannya enggan untuk bertanya lagi.
"Baiklah, saya permisi. Roti kalian sangat enak. Saya harap bisa menjadi langganan terbaik disini," dia berlalu meninggalkan toko roti milik Pierre.
Toko roti terlezat dikota Marseille yang merupakan kota kedua terbesar di Perancis dan memiliki perpaduan penghuni dan budaya yang beragam, sangat memukau bagi mereka yang memilih menetap disana. Pierre memilih meninggalkan Leonal, untuk beristirahat dilantai atas tempat ternyaman bagi pria paruh baya itu bersama keluarga.
***
Sementara diruang perawatan VIP rumah sakit ternama dan terbaik dikota Marseille putra kesayangan Pierre dan Anelle mulai menggerakkan tangannya kembali.
Terdengar suara berat putra satu-satunya Anelle memanggil namanya, "Ma-ma-Mami," rintihnya dengan terbata dan sangat pelan.
Anelle sebagai ibu kandung sang putra, mendekatinya, "Mami disini sayang, bangunlah nak, Mami merindukanmu."
"Hmmmm," putranya berusaha membuka mata.
Anelle menatap wajah tampan putra kesayangan, "bertahan sayang, Mami disini. Mami panggilkan dokter yah. Kamu harus bertahan," dia mengecup punggung tangan anak satu satunya.
Anelle meraih tombol utama, yang letaknya tidak begitu jauh dari kepala putra yang berstatus militer negara Prancis, "Dokter, putraku sadar. Tolong kesini segera."
Anelle terus menatap lekat dan mengusap lembut air mata yang mengalir dari sudut mata putra kesayangan, "pelan pelan, buka matamu. Dokter Patrick akan memeriksa kondisimu, sayang."
Air mata kebahagiaan Anelle mengalir tanpa dia sadari, melihat putra satu-satunya harus berjuang membuka mata walau dalam keadaan memar dan tidak memungkinkan.
Dokter Patrick dan salah seorang perawat wanita memasuki ruangan dengan tergesa-gesa, "bagaimana Nyonya, apakah putra anda sudah siuman?"
Patrick meminta perawat pendampingnya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, berusaha menyelamatkan pemilik rahasia terbesar dalam dunia militer untuk melindungi negara mereka.
"Nyonya, kami akan melakukan tindakan sedikit, mungkin akan sedikit menyakitkan putra anda, saya mohon, anda duduk disofa saja," Patrick meminta Anelle agar tidak melihat tindakan yang akan mereka lakukan.
Anelle mundur, sedikit khawatir, mendengar tindakan yang akan mereka lakukan pada putranya, "Jesus, selamatkan putra ku. Aku mohon padamu."
Benar saja, Patrick mengeluarkan banyak darah yang membeku dibagian dada agar pria tampan itu dapat bernafas dengan lega, "berikan transfusi darah O negatif dua kantong, segera!"
Solenne melakukan perintah Patrick dengan sigap, menghangatkan darah yang sudah dipersiapkan, mengambil jarum suntik untuk menembus nadi milik pria tampan dihadapannya. Perlahan perawat cantik itu menusuk jarum suntik pada lengan kekar milik pasukan militer internasional, tanpa rasa takut.
"Aaaaaaaagh," seketika mata lebam pria itu terbuka dan menatap tajam kearah gadis yang menusukkan jarum suntik pada nadinya.
Solenne masih melakukan tugasnya untuk melakukan tindakan cepat, agar pria itu bisa bernafas normal, "tahan Tuan, tahan."
Seketika tangan lembut Solenne ditepis dari sentuhan tangan kekarnya, "jangan sentuh aku," gerutunya dengan bibir masih mengatup.
Patrick segera memberikan suntik penenang agar pasukan militer tidak melakukan perlawanan, karena perasaan sakit.
Tanpa perlawanan yang berarti, putra Anelle dan Pierre kembali melayang, bibirnya meracau menyebut semua nama yang tidak begitu jelas.
"Daniel, Da-Da-Daniel, dimana Solenne!" bibirnya semakin kelu untuk bersuara.
Patrick menatap kearah Solenne, "apakah kamu mengenalnya Nona?"
Solenne dengan cepat menggeleng, melanjutkan pekerjaannya, sesuai perintah Dokter Patrick, "saya baru melihatnya hari dua hari. Saya tidak tahu siapa dia dan kenapa kondisinya bisa separah ini."
Patrick mengangguk mengerti, "apakah dia mengalami shock yang luar biasa, dengan hantaman bertubi-tubi yang diberi lawannya. Lihat saja, lima butir peluru bersarang pada tubuhnya, tapi dia mampu bertahan menahan timah panas itu. Jika saya jadi dia, mungkin sudah mati ditempat."
Solenne hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Patrick, disela sela memompakan darah kental pada tubuh pria bertubuh atletis itu, "semoga setelah ini, dia bisa sadar dan dapat berinteraksi dengan kedua orang tuanya."
Anelle mendengar suara dari balik tirai ruangan putranya, hanya mengamini semua ucapan perawat dan dokter yang menangani putranya.
"Semoga saja putraku baik baik saja, setelah ini," Anelle berdoa dalam hati.
____________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Pia
mulai memahami alur cerita nya ✌
2022-07-21
0
IG : faisalfanani23
Semangat author, ditunggu keseruan chapter selanjutnya...
2022-04-24
1
Tari Gan
sangat kejam thooor king nya
2022-04-13
1