Pada abad ke XVIII. Napoleon berencana untuk menginvasi Inggris, dengan menaruh 180 ribu tentaranya disekitar kota Boulogne.
Tetapi dia menyadari bahwa untuk memperoleh kesuksesan dalam rencana invasinya ini, dia butuh tingkatan laut yang kuat atau setidaknya mengalihkan perhatian tingkatan laut Inggris dari selat Inggris.
Disusunlah rencana yang kompleks untuk mengalihkan perhatian Inggris dengan menyerang posisi mereka di India barat, tetapi mengalami kegagalan ketika armada admiral Villeneuve kembali dari aksinya di tanjung Finisterre.
Tingkatan laut Inggris memblokade Villeneuve di Cádiz sampai dia meninggalkannya pergi menuju Napoli, tetapi komandan skuadron Inggris, Lord Nelson mengejarnya dan sukses menghancurkan armada ini pada pertempuran Trafalgar, yang juga menjemput ajalnya dampak tembakan sniper Perancis saat itulah disebut-sebut sebagai awal mula beradanya penembak jitu yang membidik komandan regu, dan orang-orang penting sebagai sasarannya.
Setelah kekalahan itu, Napoleon tidak pernah lagi ada kemampuan untuk menantang Inggris di laut, bahkan setelah itu semua rencana untuk menginvasi Inggris dibatalkan, dan mengalihkan perhatiannya lagi pada musuh di daratan. Pasukan Prancis meninggalkan Boulogne dan memainkan usaha menuju Austria, tanpa kembali ke Prancis dalam kurun waktu cukup lama.
Disaat gejolak peperangan Napoleon dengan Kerajaan Inggris, justru di Kerajaan Canbrai yang dipimpin oleh Paduka Raja Frithestan tengah mengalami perang dingin antara Paduka Raja dan Kaisar Muda Thustan.
Kerajaan orang lain justru mengalami dampak peperangan Napoleon dan Inggris kurang mendapatkan bahan pangan untuk rakyat kerajaan.
Disebelah barat Canbrai terdapat Kerajaan Bordeaux yang dipimpin oleh tangan kedua Kesultanan Utsmaniyah yang di percayakan kepada Masson keturunan ke V mereka.
Kerajaan Canbrai cukup stabil dalam mendapatkan hasil pangan dari rakyat kerajaan yang gigih dan rajin dalam pengawasan putra satu satunya Paduka Raja Frithestan Sang Kaisar muda Thustan.
Thustan pria gagah, tumbuh menjadi pria dewasa berusia 27 tahun. Dia pemanah handal, mampu menjatuhkan musuh dari tangan kekarnya, sifat keras yang dia warisi dari Sang Ratu yang telah tutup usia.
Namun berhati lembut saat berhadapan dengan Paduka Raja Frithestan. Sifat tegas yang dia miliki membuatnya mampu, bertahan untuk berjuang mendapatkan hasil pangan cukup baik dari Kerajaan Canbrai.
Siang itu cuaca sangat cerah, Kaisar Muda Thustan akan berkuda dikawal oleh satu pengawal orang kepercayaannya, melakukan perjalan menuju Kerajaan Bordeaux untuk melakukan negosiasi pertukaran bahan pangan guna memperkuat perekonomian kerajaan.
Perkembangan pangan di Canbrai sangat berlimpah dalam pendapatan coklat dan gandum didaerah itu, rakyat selalu jauh dari kata kata kelaparan. Kerajaan terkenal kaya dan penuh kedamaian selama berpindah dalam pengawasan Kaisar muda Thustan.
"King, apakah tidak terlalu cepat kita mendatangi Kerajaan Bordeaux, bagaimana jika Paduka Raja Frithestan mengetahui rencana kita?" Daniel melirik kearah Thustan.
"Ya, kita akan melakukan perjalanan tanpa harus meminta izin pada Paduka. Saya yang akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Percayakan kepadaku, semua telah ada dikepala ku. Tugasmu adalah, temani aku untuk bertemu dengannya, tapi sebelum berangkat apakah gadisku Solenne sudah ada dikamar seperti biasa?" Thustan enggan berbasa-basi pada Daniel.
"Hmmmm."
Daniel membantu Sang Kaisar Muda, untuk memasang baju kebesarannya, memberikan semua perlengkapan Tuan Muda satu satunya pewaris tahta jika Paduka Raja Frithestan tutup usia.
Setelah membantu Kaisar Muda, Daniel memberi ruang pada Thustan menemui kekasih gelapnya.
Kaisar melangkah cepat melewati lorong istana untuk menemui selir hatinya Solenne yang berada tidak jauh dari posisi kamar Thustan.
Solenne gadis kecil berusia 20 tahun cantik alami, berhati lembut. Dia salah satu pelayan yang melayani Kaisar muda Thustan dan mendapatkan perhatian khusus dari sang kaisar untuk melayaninya.
Thustan menjadi dingin saat berhadapan langsung dengan wanita secantik Solenne. Pertemuan pertama, membuat pria putra pertama Kerajaan Canbrai menjadi salah tingkah, namun dia menutupi kegugupannya dengan cara yang berbeda.
Kreek,
Thustan membuka pintu ruangan yang telah dipersiapkan Daniel, kemudian berdiri dibelakang Solenne sebelum berangkat ke Bordeaux.
"King," Solenne terlonjak kaget.
Thustan mencium aroma leher Solenne, "ciih, kenapa kau bau sekali?" Thustan memalingkan wajahnya, hanya meremas lengan gadis cantik itu sedikit gugup.
Gadis menjaga jarak dari Thustan, "maafkan saya King, saya baru pulang dari pasar untuk mengambil beberapa kebutuhan kerajaan, tangan kanan anda Daniel membawa saya kesini. Saya mohon maaf," Solenne menunduk takut.
Benar saja, Thustan tidak sudi menerima permohonan maaf dari Solenne.
"Hmmm."
Thustan terdiam, menatap lekat mata indah sangat membius perasaannya, bahkan mampu meluluh lantakkan isi kepalanya.
"Kamu dengar, aku sudah mengingatkan pada mu, jika aku akan pergi kamu harus melayaniku, tapi ternyata kau tak lebih dari bau bangkai yang sangat menyengat di hidungku!" Thustan mendengus kesal.
Emosinya seketika membuncah, karena tidak bisa menahan diri saat bertatapan dengan Solenne.
"Saya minta maaf, King" Solenne menyentuh tangan Thustan.
Thustan menghindar dari sentuhan gadis yang selalu menemaninya.
"Jangan ulangi, aku akan melakukan perjalanan!" Thustan mengecup kening Solenne, berlalu meninggalkan Solenne, namun sang kaisar muda berteriak disepanjang koridor dalam keadaan emosi tidak terkendali.
"Pelayan... pelayan!" Thustan berteriak.
"Ya King," hormat pelayan menunduk.
Thustan, membalik menatap lekat wajah pelayan yang berlari mengejarnya, "kau cari wanita, bersihkan Solenne! Cepaaat...!"
Pelayan menjauhkan wajahnya dari emosi Sang Kaisar yang meledak-ledak jika hasrat tidak terlampiaskan.
"Perbudakan kita belum masuk King, aku akan mencari seseorang untuk membantu Solenne," hormat pelayan.
"Bedebah kalian, lakukan sekarang! Jangan menunggu perbudakan masuk!" Thustan kembali berteriak.
"Baik King," tunduk pelayan hormat.
Thustan berlalu meninggalkan pelayan yang tampak menjijikan di matanya.
"Berani sekali Daniel menyediakan Solenne dalam keadaan bau, apakah dia tidak mengetahui aku sangat menyukai Solenne, dia gadis lugu, kali ini dia benar benar busuk, bau keringat!" geramnya berjalan memasuki ruang makan Keluarga Kerajaan.
Thustan melewati beberapa lorong untuk tiba diruang makan istana. Matanya tertuju pada Paduka Raja Frithestan tengah duduk ditemani beberapa pelayan.
"Selamat pagi Paduka," hormat Thustan pada Frithestan.
Paduka Raja hanya diam melirik kaku, "duduklah, temani aku sarapan."
Pelayan membukakan kursi untuk Thustan dan menghidangkan beberapa makanan yang disukainya.
"Apa kegiatanmu hari ini, apakah jadi kamu berbisnis pangan, beberapa kerajaan juga akan meminta asupan pangan dari kita," senyum Frithestan.
Thustan hanya tersenyum tipis, "aku tidak tertarik Paduka, aku ada satu urusan yang besar," senyumnya meyakinkan Frithestan.
"Ya, jangan sampai kamu melakukan kesalahan, karena akan mengakibatkan kemiskinan untuk kerajaan kita," Frithestan kembali menegaskan.
Thustan tersenyum tipis menikmati hidangannya sambil berbicara ringan tentang kekuatan mereka saat ini.
Bagi Kerajaan Canbrai kebutuhan bahan pangan yang berlimpah untuk rakyat kerajaan, benar benar memperkuat mereka, dapat terhindar dari kemiskinan dan penyakit seperti kerajaan lainnya di arah Timur.
"Aku akan pergi ke bagian Barat untuk beberapa waktu Paduka, jadi aku mohon jaga kesehatanmu!" tunduk Thustan pada Frithestan.
"Hmmm, hati hati," matanya mengalihkan pandangannya.
Dihati Frithestan saat ini ada perasaan tidak enak semenjak pertikaian mereka beberapa waktu lalu, karena penawaran Thustan ditolak oleh Paduka. Desas desus tentang Thustan akan menjual pangannya pada Kerajaan Bordeaux ditolak oleh Frithestan, karena kelicikan Masson yang selalu berbuat curang jika sudah berurusan dengannya.
______________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Pemenang YAWW 9 😴🤕
who...???🤔🤔
2022-05-16
1