Reincarnation Of The Emperor
Marseille merupakan kota kedua terbesar di Perancis dan memiliki perpaduan penghuni dan budaya yang beragam. Secara historis, ekonomi Marseille didominasi oleh pelabuhan milik Kekaisaran Perancis yang menghubungkan koloni Afrika Utara di Aljazair, Maroko dan Tunisia dengan Metropolitan Perancis.
Old Port sebagai pelabuhan lama digantikan oleh Port de la Joliette selama Kekaisaran Kedua dan sekarang berisi restoran, kantor, bar, serta hotel dan sebagian besar berfungsi sebagai marina pribadi. Kawasan tertua, Le Panier. Begitu pula katedral Notre Dame de Major yang memukau dan menghadap ke laut. Menjadi kota terindah yang dimiliki Prancis hingga masa sekarang.
Seorang pria muda bertubuh atletis terbaring lemah, setelah pertempuran hebat melawan sekutu membantu negara tercinta sebagai seorang militer terbaik di Prancis. Putra kesayangan Pierre Boulanger dari keluarga pembuat roti di kota terindah itu, masih dalam kondisi setengah sadar.
"Bagaimana keadaan putra ku Dokter?" Pierre menatap kearah dokter yang menangani putra kesayangannya.
Dokter Patrick menarik nafas panjang, "Do'akan saja yang terbaik Tuan, saya harap putramu akan baik baik saja."
Patrick meninggalkan Pierre dilorong rumah sakit. Laki laki paruh baya yang berprofesi sebagai pembuat roti terlezat dikotanya, hanya bisa melihat pasrah dari balik pintu melalui kaca kecil.
"Bangunlah nak, aku tidak ingin kamu terluka separah ini," tunduk Pierre mendekati kursi tidak jauh dari tempat dia berdiri.
Tampak dari kejauhan suara Nyonya Pierre tergesa gesa, melewati lorong seorang diri, "bagaimana keadaan putra ku Pierre?"
Pierre hanya bisa menahan rasa kesedihan dari raut wajahnya, "Dia masih belum sadarkan diri, sayang. Sudah kukatakan sejak awal, aku tidak menyetujui dia berangkat menuju daerah konflik, tapi kamu masih mengizinkannya. Bagaimana jika dia meninggalkan kita, aku tidak akan sanggup Anelle."
Anelle hanya bisa menarik nafas dalam, "Kembalilah ketoko, aku akan menjaganya disini. Aku tidak ingin dia mendengar penyesalanmu, seakan akan menyalahkan ku."
Wanita cantik nan lembut itu, duduk disamping Pierre. Terlihat jelas wajah penuh kecemasan, setelah mendengar dari komandan militer, tentang kondisi putranya terbaring lemah saat dibawa kerumah sakit.
"Bagaimana keadaan pasukan militer yang lain, apakah mereka mengalami kondisi yang sama dengan putraku?" Anelle melirik kearah Pierre.
"Ntahlah, semoga saja mereka tidak apa apa. Sepertinya ada dua orang yang mengalami penembakan, tapi mereka dibawa kerumah sakit yang berbeda. Apa kamu melihat penjagaan ketat dilantai bawah?" Pierre meyakinkan dirinya.
"Hmmm, ya. Aku melihat rumah sakit ini dijaga ketat oleh pasukan khusus," Anelle memberikan sebungkus roti dan segelas cup coffe untuk suaminya.
Cekreeek,
Pintu ruang perawatan terbuka lebar, "Nyonya, apakah anda keluarga dari Tuan yang terbaring koma didalam?" Seorang perawat muda menghampiri Anelle dan Pierre.
Anelle bergegas berdiri, "Ya, dia putra ku. Bagaimana, apakah sudah sadar?"
Perawat bertuliskan nama Solenne membawa Anelle untuk menemui putranya, "Silahkan Nyonya. Putra anda sudah mulai menggerakkan tangannya. Sesekali dia menyebut nama Frithestan. Apakah itu nama ayahnya?"
Anelle menautkan kedua alisnya, "Suamiku Pierre Boulanger, kami tidak mengenal Frithestan." tegasnya.
"Ya-ya-ya, mungkin putra anda tengah bermimpi. Nyonya, boleh saya meminta data beliau?" Solenne meraih sehelai kertas dan pulpen dari saku bajunya.
Anelle melirik kearah Pierre, "Bukankah kalian sudah mengetahui tentang putra kami?"
Solenne terkejut tidak mengerti, "Maksud anda Nyonya?"
Anelle mendengus kesal, "Putraku ini militer yang diselamatkan negara. Apa kamu tidak melihat luka tembak yang bersarang di tubuhnya?"
Solenne enggan untuk melanjutkan pertanyaannya. Dia memilih meninggalkan ruang perawatan, agar tidak menggangu kondisi pasien, "Aneh, aku kan baru masuk. Baru kali ini ada orang yang tidak mau memberikan data diri seperti biasa," gerutunya saat meninggalkan ruangan.
Anelle mendekati putra kesayangan, menggenggam erat jemari sang putra terbaik abdi negara, "Bangun nak, jangan begini. Mami khawatir."
Pierre mendekati Anelle, "Aku disini saja dulu, menunggu anak kita sadar. Menurut dokter, sudah dua minggu dia koma. Aku takut, terjadi sesuatu."
Dua insan paruh baya itu saling berpelukan, "Bagaimana dengan biaya operasinya kemarin, sayang. Apakah uangnya cukup?"
Pierre mengangguk, "Setidaknya asuransi akan cair dan putra kita dijamin oleh negara. Makanya dikawal ketat oleh militer pusat."
Anelle mengangguk mengerti, "Pierre, bagaimana jika putra kita tidak berhasil diselamatkan. Lihatlah ini, wajahnya lebam, bahkan membuka mata saja dia tidak mampu," tangisnya pecah saat melihat wajah tampan putra tercinta penuh dengan luka memar.
Pierre berdiri, menatap lekat setiap luka yang membekas pada tubuh sang putra.
Tok tok tok,
Seorang Jenderal bintang dua menerobos memasuki ruang perawatan bersama seorang dokter terbaik di rumah sakit tersebut. Mereka menghampiri Pierre dan Anelle yang duduk disamping tubuh pria tampan yang terbaring lemah.
"Selamat siang Tuan, kenalkan ini Jenderal Herald Tribune. Dia yang membawa putramu kesini," jelas Dokter Patrick.
Pierre mendekati Herald, menjabat erat tangan Jenderal yang menyelamatkan putra satu-satunya, "Terimakasih Tuan, anda telah menyelamatkan putra saya," tunduknya hormat.
Herald menyentuh lembut lengan Pierre, "Tolong rahasiakan identitas putra anda, karena dia menjadi incaran sekutu. Saya berharap anda bisa bekerja sama dengan kami."
Anelle mendengar, langsung berdiri disamping suaminya, "Jangan jadikan anak kami sebagai umpan Tuan, kami hanya rakyat biasa, kami tidak tahu apa apa."
Pierre mendekap erat tubuh Anelle, "Tenang sayang, anak kita dilindungi mereka. Aku yakin, putramu akan baik baik saja, jika kita selalu menjaganya."
Jenderal Herald mengangguk, "Dokter Patrick adalah dokter terbaik dan dia akan mengabari kami tentang kondisi putra anda. Saya berharap kalian mau bekerja sama dengan kesatuan untuk melakukan sesuai perintah negara kita."
Pierre dan Anelle mengangguk mengerti, mereka kembali menatap kearah tubuh putra tercinta, entah apa yang berkecamuk dikepala keduanya.
"Apa yang disembunyikannya, hingga dia menjadi incaran sekutu dimedan perang. Aku takut sayang, aku takut anak kita terancam," Anelle menangis dipelukan Pierre.
Dokter Patrick tersenyum, menenangkan kedua orang tua pasien, baginya keselamatan dan rahasia data diri harus tetap terjaga, demi keselamatan pasien terbaik yang dilindungi secara resmi oleh kesatuan militer negara.
"Baiklah, saya permisi. Pengawalan akan tetap berjalan ditiap tiap lantai. Saya harap kalian tidak meninggalkan putra kesayangan anda disini sendiri. Jika ada apa apa, silahkan hubungi saya," Herald Tribune menjabat tangan Pierre, memberikan secarik kertas dan black card ditangan Anelle.
"Apa ini Jenderal?" Anelle tersontak kaget menerima black card.
Terlihat jelas nama Bank ternama, tertera nomor password delapan digit dan nomor telepon pribadi Jenderal Herald Tribune.
Herald tersenyum tipis, "Ini adalah card untuk memenuhi kebutuhan putra anda selama disini. Kami telah menyediakan semua fasilitas terbaik, karena putra anda adalah militer terbaik yang kami miliki. Mohon bantuan dan kerjasamanya."
Herald berlalu meninggalkan kamar perawatan, tanpa mau berbasa-basi. Sementara Pierre dan Anelle saling bertatapan bingung.
"Aku takut Pierre, jangan jangan putra kita melakukan sesuatu yang tidak kita ketahui," Anelle kembali memeluk suaminya, saat melihat Herald dan Patrick meninggalkan ruangan.
Pierre sedikit penasaran, bergumam dalam hati, "Ada apa ini, kenapa mereka seperti memohon padaku?"
__________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Pia
nyimak dulu ✌
2022-07-16
1
Gembelnya NT
Tim julid mampir 😅😅
2022-05-09
1
Sam
jangan pake kata "kau". Lebih baik kamu, atau Anda
2022-05-07
1