Hening..
Hanya mata yang saling bicara diantara kebekuan mereka.
'Tak pernah terpikirkan olehku, jika akan melalui ini semua, cinta yang dulu tak mampu terucap, Dimas bagiku adalah sebuah kemustahilan, mungkin kita dekat, namun sejatinya teramat jauh, ada pembatas diantara kami.
Aku hanya mampu mengagumi, tanpa bisa mengucapkan, kebaikan dan keramahannya waktu itu, aku anggap hal yang lumrah, karena ia pun tak pernah menunjukkan perhatian lebih.
Jika saja waktu itu aku berani mengungkapkan rasaku, namun pada kenyataannya aku sudah lebih dulu mundur tanpa berani menitipkan rasa.
Pernikahanku dengan mas Alim telah meninggalkan goresan luka yang mendalam,sangaat dalam, hingga sampai kini trauma itu masih menghantui.
Tuhan, inikah takdirMU, mempertemukan ku kembali dengan pria yang dulu ku harapkan, setelah hancurnya rumah tanggaku.
Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, hingga tak menyadari jika Dimas sudah pindah posisi duduknya tepat di sampingku.
Dia menatapku lekat, dan berdehem membuyarkan lamunanku.
"Hanna, saya tau, ini tidak mudah bagimu, tapi percayalah dan yakinkan dirimu, jika saya adalah takdirmu, mungkin lambat Laun, kamu akan bisa merasakan ke tulusanku tanpa harus saya bicara panjang lebar dengan janji janji." Dimas menatap lekat pada kedua bola mata yang kini bergelayut mendung di dalamnya.
Rihana tersenyum, meskipun dia tau jika hatinya saat ini sedang bahagia, namun dia tidak boleh semudah itu untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut masa depannya.
"Jam istirahat sudah habis, ijinkan saya kembali melanjutkan pekerjaan, tidak baik jika dilihat karyawan yang lain, entar kita jadi bahan gosip." Rihana menyudahi obrolan mereka dengan mengatasnamakan pekerjaan, agar hatinya yang mulai kembang kempis kembali berdetak dengan normal.
Dimas tertawa.
"dari tadi itu saja yang kamu bahas, kenapa sih sibuk dengan penilaian orang lain, selama kita tidak melakukan sesuatu yang terlarang, Yaaa santai saja ." balas Dimas dengan gayanya yang cuek.
"Hmmm, susah yaa ngomong sama kamu.
Yasudah, aku mau balik keruangan ku."
Hanna beranjak pergi dengan melambaikan tangannya, sudah tidak ada lagi rasa canggung diantara keduanya, yang ada hati mereka sama sama bahagia dengan warna warna cinta.
Dimas hanya tersenyum melihat tingkah wanita dambaan hatinya.
Saat Rihana mau beres pulang, tiba tiba Farida muncul dan berdiri disamping pintu ruangannya.
"Hana, aku bareng pulang yaa, montorku tadi mogok jadi aku taruh di bengkel buat dibenerin, berangkat ke kantor tadi ngojek.
Bolehkan?"
"Tumben ijin, biasanya juga langsung nangkring aja minta bonceng."
"Ish kamu Han, boleh nggak nih aku bareng, nggak boleh ya harus boleh, nggak boleh lagi, yaa tetep boleh, iyaaa gak?"
Farida mengedip ngedipkan kedua matanya sambil memarkan giginya yang gingsul.
"Iya iyaaa, bawel ah."
hahahaa Rihana tertawa gemas dengan sikap temannya yang satu ini.
"Tapi aku bonceng yaa, kan kamu nebeng yaa lumayanlah ada yang boncengin,hihiii...."
"Yuuuuk pulang.."
mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir.
Saat Rihana hendak naik di atas montornya, tiba tiba suara Dimas mengagetkannya.
"Hanna, kamu pulang biar saya antar dan biar montornya di bawa Farida, ada yang ingin saya bicarakan lagi denganmu." Rihana salah tingkah dengan sikap atasannya, karena saat ini ada Farida di sampingnya, pasti akan jadi gosip hangat, haduh.
"Bicara apa lagi pak Dimas, bukankah tadi sudah kita bahas." Rihana berusaha bersikap cuek agar Farida tak berpikir macam-macam.
"Ayolah, saya juga ingin bertemu Alma, ingin lebih dekat dengannya, biar nanti pas saya sudah jadi papanya dia tidak canggung seperti bundanya.
Farida, kamu bawa montornya Hana pulang yaa, saya masih ada keperluan dengan Hana." tanpa menunggu persetujuan dari Hana, Dimas memberi perintah pada Farida untuk pulang duluan.
"Baik pak, kalau begitu saya permisi duluan.
Hana saya pulang duluan yaa, da daaaa."
Farida menyalakan montornya dan berlalu pergi, dengan senyuman genit di arahkan pada Rihana.
Rihana terpaku menatap kepergian sahabatnya dengan kesal.
Bisa bisanya Farida pergi begitu saja.
"Hana, sampai kapan kamu mau berdiri disitu, mari saya antar pulang, mumpung masih sore."
Rihana hanya bisa menurut pasrah.
"Akhirnya sampai, tuh Alma lagi nyiramin bunga, pinter yaa dia, sudah bisa mandiri dan tidak manja." Dimas memuji kemandirian Alma dengan tulus tanpa pura pura.
"Alhamdulillah, karena sejak dalam kandungan dia sudah dipaksa untuk kuat." jawab Rihanna datar.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsallm...
"Eeh ada om Dimas..." Alma menyambut ceria.
"Alma lagi nyiramin bunga yaa?
wah rajin banget.
Owh yaa, tadi om Dimas beli es krim buat Alma, ada coklat dan stroberi loh kesukaannya Alma."
"Iyakah,waah trimakasih ya om."
"Iya sama sama, gimana udah selesai belum nyiram bunganya?
kalau sudah kita makan es krim nya sama sama ya."
"Ini sudah selesai kok om, yuk kita duduk disitu."
Hanna bahagia melihat ke akrab an gadisnya dengan Dimas dan itu tidak pernah dilakukan Alim, Alim selalu bersikap acuh terhadap apa yang menjadi keinginan anaknya, kasih sayang dan cinta seorang ayah, dan kini sepertinya Alma menemukan semua itu dari Dimas.
Dimas dan Alma seolah tidak kehabisan bahan obrolan, ada aja yang mereka omongin dan Rihana lebih banyak diam, menyimak percakapan mereka.
"Hmmm, udah mau magrib nih, om Dimas pamit pulang dulu, nanti kapan kapan om main lagi dan kalau bunda kasih ijin, nanti om ajak Alma jalan jalan ke mall, Alma boleh belanja apa aja yang Alma mau, oke."
Dimas melirik ke arah Rihana.
"Waah serius om?
om Dimas mau ajak Alma jalan jalan dan boleh belanja apa aja yang Alma mau?"
Binar bahagia tersirat dikedua bola mata gadis sepuluh tahun, bukan tidak pernah Alma jalan jalan ke mall, bahkan hampir rutin setiap bulan Rihana mengajak nya jalan jalan dan membiarkannya membeli apa yang Alma mau, bagi Alma perhatian dan kehadiran Dimas, adalah obat rindu akan kasih sayang dan perhatian seorang ayah, yang selama ini tidak dia peroleh dari ayah kandungnya.
"Iyaaa om serius, asal bunda kasih ijin, nanti Alma bilang ya sama bunda dan minta ijin, sekalian ajak bundanya juga."
Dimas melirik Rihana yang hanya diam membeku, pura pura tak mendengar apa yang sedang diobrolin.
"Yasudah om pulang dulu yaa..."
"Iya om, hati hati Yaaa."
"Saya pulang yaa, besok pagi ke kantornya saya jemput." pamit Dimas pada Rihana yang masih diam mematung menahan kesal.
"Tidak usah repot repot, biar besok saya minta jemput Farida saja, tolong pahami situasi saya, saya nggak mau orang berpikiran buruk tentang kita, saya harap kamu mengerti."
Dimas menarik nafas dalam dan menghembuskannya.
"Baiklah, saya mengerti.
Jaga diri baik baik yaa, masuk rumah gih, udah hampir magrib.
Asalamualaikum..."
"Waalaikumsallm.." jawab Rihana dan Alma serempak.
Dimas berlalu menuju mobilnya dan mengendarainya dengan kecepatan sedang.
Rihana masuk kerumah dan mengunci pintu.
"Alma, bunda mandi dulu yaa, habis itu kita sholat sama sama ya nak."
"Iya bunda, Alma juga mau wudhu dulu, mau ngaji sambil nunggu adzan magrib."
"Iya sayang."
Rihana menemani putrinya belajar setelah menunaikan kewajiban kepada RobbNYA.
Tok tok tok
"Bund ada tamu, siapa ya malam malam gini." tanya Alma rehan.
"Bunda juga nggak tau, yasudah Alma terusin belajarnya yaa, bunda bukain pintunya dulu."
Tok tok,
"Assallamuallaukum..."
'Seperti suara mas Alim, kenapa lagi dia kesini?' batin Rihana menerka.
"Iyaa, waalaikumsallm.."
Hanna membuka pintu, dan dilihatnya Alim sudah berdiri di depan pintu dengan membawa kantong kresek.
"Kenapa mas, ada perlu apa kamu malam malam datang kemari?
Aku tidak suka yaa, kamu terus terusan ke rumahku tanpa alasan yang jelas." Rihanaangsung menyambutnya dengan sikap tak suka.
"Aku cuma mau kasih ini untuk Alma, apa gak boleh?"
"Itu hanya alasanmu saja mas, biasanya kamu juga gak pernah beliin Alma apapun."
"Apakah salah kalau aku ingin berubah, aku ingin memberikan perhatian untuk anakku, aku ingin dekat dengannya dan membiasakan diri untuk kembali kerumah ini lagi."
"Apa??
Apa maksud kamu mas, jangan ngaco kamu yaa.
Ini rumahku, rumah orang tuaku dan kamu tidak punya hak untuk kembali ke rumah ini lagi, karena kita sudah bukan suami istri lagi." balas Hana tak terima.
"Sebentar lagi kita akan kembali jadi suami istri, bukankah kamu juga masih mengharapkanku, dan Alma pasti senang kalau kita rujuk, secara dia akan dekat dengan aku ayahnya." dengan pedenya Alim mengutarakan keinginannya.
"Mimpi kamu mas, aku tidak akan pernah mau kembali lagi padamu, membayangkan kamu tidur dengan perempuan itu saja perutku sudah mual, jangan harap aku akan Sudi hidup dengan laki laki egois sepertimu."
Alim berjalan masuk kedalam menemui Alma, tanpa memperdulikan Hana yang seoalah menghalanginya untuk masuk.
"Halo anak gadis ayah, lagi ngapain nak, belajar yaa?
Sini ada yang bisa ayah bantu."
Alma menatap ayahnya heran, kok tumben ayah perhatian, 'biasanya ayah selalu tidak perduli dengan apapun yang berkaitan denganku.' batin Alma heran dan bingung menatap ibunya yang hanya diam mematung dengan pandangan tak suka.
"Loh kok bengong anak ayah, kenapa?
Pasti Alma heran yaa, ayah tiba tiba datang.
Mulai sekarang, ayah janji, ayah akan jadi ayah yang baik untuk Alma, Alma mau kan kalau ayah sayang dan perhatian dengan Alma?."
Alma mengangguk masih dengan tatapan herannya.
"Kalau Alma mau, berarti Alma juga setuju dong kalau ayah sama bunda balikan?
Biar kita sama sama kayak dulu, tinggal bareng setiap hari."
Alma menatap bundanya, jujur hatinya sangat bahagia diperlakukan seperti ini oleh ayahnya, namun Alma juga nggak mau melihat bundanya sedih lagi, karena Alma tau, jika bundanya sering menangis diam diam oleh perbuatan ayahnya, dan itu tidak boleh terjadi lagi.
"Alma sudah selesai belajarnya, Alma ngantuk, Alma pamit tidur dulu ya ayah, bund."
"Loh ini masih jam tujuh loh, masih sore kok sudah ngantuk." tanya Alim heran dengan sikap anak gadisnya yang seolah enggan menerima kehadirannya.
"Iya ayah, tadi Alma tidak tidur siang karena ada les tambahan disekolah jadi pulang sore, sekarang Alma sudah ngantuk banget pingin tidur."
"Tapi ayah bawa martabak sama pizza kesukaan Alma, masak nggak dimakan, sini nak makan dulu."
"Tapi Alma sudah kenyang yah, tadi sore sudah makan sama bakso dibawain om Dimas.
Alma ke kamar dulu yaa, Alma pingin tidur."
'Dimas?
Apa laki laki itu datang kemari, berani sekali dia tak mengindahkan peringatan dariku.' batin Alim tak suka.
"Apakah kamu sering membawa laki laki untuk datang kerumahmu Hana?
munafik kamu, lalu apa bedanya kamu denganku hah..."
"Lucu kamu mas, bisa bisanya kamu menyamakan kelakuanmu dengan orang lain, jelas kita beda bahkan sangat berbeda, kamu tidur dengan wanita yang bukan istrimu sesukamu, dan setelah dia hamil kamu nikahi dia diam diam tanpa sepengetahuanku, apakah itu bisa dibenarkan, bertahun tahun kamu membodohiku dengan perselingkuhanmu dengan perempuan itu, tapi tidak sedikitpun kamu sadar dengan kesalahanmu itu, keterlaluan kamu mas.
Dan aku minta, sekarang juga kamu pergi dari rumahku, sekarang apa lagi alasanmu datang kemari, Alma?
Bahkan Alma juga enggan menemui, harusnya kamu sadar dengan kesalahanmu, bukan malah menuduhku untuk menutupi kebusukanmu." Rihana sudah tak lagi bisa menahan emosi yang dari tadi ditahannya.
"Aku tidak akan pergi dari sini, aku masih berhak dengan rumah ini, ada anakku dan malam ini aku mau tidur disini, kamu tidak bisa mengusirku se enaknya." balas Alim dengan tak tau malunya.
"Baik, silahkan jika itu maumu."
"Nah gitu dong, aku tau kamu rindu kan denganku, malam ini aku akan membuatmu bahagia."
Alim tersenyum pongah.
"Baiklah, jika ucapanku tak lagi bisa kau cerna, lebih baik biar warga yang akan mengusirmu, apa kamu pikir aku sebodoh itu mas, yang akan terus diam dengan sikap semena menamu."
Tak berselang lama ada beberapa orang laki laki datang, salah satunya ada pak RT, tadi diam diam Rihana mengirim pesan pada istrinya pak RT untuk meminta pertolongan.
"Asalamualaikum Bu Rihana."
"Waalaikumsallm , trimakasih pak RT dan bapak bapak sudah mau datang kemari, saya ingin minta tolong, tolong bantu saya untuk bicara dengan mantan suami saya, agar segera pergi dari rumah saya, karena dari tadi saya sudah memintanya untuk pergi tidak diindahkan, bahkan berniat ingin menginap disini, sedangkan pak RT dan bapak bapak tau sendiri kan, kalau kita sudah bukan muhrim, dan jelas itu dilarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments