"Montor kamu aman dikantor, tidak usah khawatir."
Aku hanya bisa mengiyakan dan mengikuti apa yang sudah jadi keputusan atasan.
Meskipun banyak sekali pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikiran ini.
Saat di mini market tadi, pak Dimas menyebut nama Alma.
Darimana beliau bisa tau nama gadisku.
Secara aku tidak pernah bicara apapun tentang kehidupan pribadiku dengannya.
Aku mulai menebak nebak dengan prasangkaku sendiri.
Aah kenapa ini membuatku merasa tidak nyaman.
Tuhan....
Aku mohon tetap jaga kewarasan hati dan pikiran ini dari prasangka yang dapat mengotori jiwaku.
Ku arahkan pandangan kesamping dengan pikiran dan hati yang tak menentu.
Hening.....
Hingga akhirnya mobil berhenti tepat di depan rumah berpagar hijau.
Dari luar nampak terlihat Alma sedang duduk di teras dengan seorang laki laki.
Wajahnya tidak nampak jelas karena terhalang oleh pagar besi yang ada didepan halaman rumahku.
"Benar ini rumahmu Rihana ?" suara bas pak Dimas membuyarkan lamunanku.
"Iya pak, benar ini rumah saya.
Kalau begitu saya mohon pamit, terimakasih sudah mengantarkan saya sampai ke rumah.
Maaf jika ini merepotkan dan membuang waktu pak Dimas, sekali lagi terimakasih." aku pun mulai menginjak kan dan melangkah pergi setelah berpamitan dengan pak Dimas dengan pikiran yang tak menentu.
Pak Dimas mengangguk dengan ekspresi wajah datar.
Akupun lantas membuka pintu mobil dan berjalan keluar.
Saat aku membuka pintu pagar, terlihat jelas siapa laki laki yang ada di teras bersama Alma.
Mas Alim, iya itu mas alim.
Kenapa dia ada disini di jam segini? banyaknya pertanyaan di otak ini membuatku lelah dan pusing.
Saat aku ingin melangkahkan kaki.
Pak Dimas keluar dari mobil.
Dan membuka bagasi mengambil semua belanjaan yang tadi dibeli di mini market.
Aku menatap heran kearahnya.
Kenapa pak Dimas mengeluarkan semua barang belanjaannya?
Dan tunggu....
Itu, kenapa beliau berjalan kemari dan membawa semua belanjaan.
"Hana, apa kamu hanya ingin melihat saya kerepotan membawa ini semua sendirian?
Apa tidak ada niat untuk membantu saya membawa ini masuk kedalam."
"haaaah...."
"Apa?, apakah aku tak salah dengar.
Aku tertegun dengan ucapannya.
Berusaha mencerna apa yang barusan pak Dimas ucapkan.
"Hana...."
Sekali lagi pak Dimas memanggil namaku.
"Iyaa pak, maaf...."
Aku mengambil dua kantong kresek belanjaan dari tangannya.
Dan mengikuti langkahnya dari belakang dengan perasaan entah.
Belum hilang kebingungan ku akan sikap pak Dimas, lagi lagi aku dikejutkan dengan kedekatan Alma dengan beliau.
"Assalamualaikum."
pak Dimas mengucap salam, dan di jawab oleh Alma dengan ceria.
"Waalaikumsallm om Dimas.
Om Dimas nganterin bunda yaa?" sambut anakku ceria, seolah mereka sudah saling kenal.
"Iyaa, dan ini om juga bawain oleh oleh buat Alma."
'Trimakasih yaa om."
"Iya cantik, sama sama yaa."
Pak Dimas tersenyum hangat dengan gadisku.
"Owh ternyata ini kerjaanmu.
Pantesan selalu pulang telat."
Dengan pandangan tak suka tiba tiba mas Alim melontarkan kalimat hinaan untukku.
"Apa maksud ucapanmu mas?
Sebelum bicara, sebaiknya kamu berkaca pada dirimu sendiri.
Jangan samakan semua orang sama seperti dirimu.
Aku tidak serendah itu.
Aku baru pulang, karena hari ini ada rapat di kantor malang.
Jadi jangan menuduhku macam macam di depan Alma ." sahutku tak terima dengan ucapannya yang seolah ingin menyudutkan ku.
Mas alim tersenyum sinis dan membuang muka sambil kedua tangannya di masukkan kesaku celananya.
"Aku hanya bicara fakta dari apa yang aku lihat.
Apakah atasan punya wewenang untuk mengantar pulang bawahannya.?
Apa lagi membawa belanjaan begitu banyak.
Kalau tidak ada hubungan lebih,itu mustahil.
Bukan begitu pak?"
Mas alim memalingkan wajahnya ke arah pak Dimas dengan pandangan tak suka.
Pak Dimas hanya tersenyum menanggapi ocehan mas Alim.
Sikapnya sangat tenang.
Bahkan tidak sedikit pun terpancing emosinya.
Mengagumkan..
"Hana, saya pamit pulang dan segeralah masuk ke dalam dan kunci pintu rumahmu.
Hati hati, takutnya ada serangga yang masuk."
entah apa maksud ucapan pak Dimas yang pasti itu adalah sindiran yang dilontarkan untuk mas Alim, jujur aku salut dengan caranya menanggapi emosi mas Alim yang tidak berdasar itu.
Sambil meletakkan barang belanjaan di meja teras, pak Dimas melangkah untuk kembali ke mobil.
Tak lupa berpamitan juga dengan Alma, bahkan sama sekali tidak menghiraukan kehadiran mas alim sama sekali.
"Alma, om pulang dulu yaa.
Nanti kapan kapan kita makan es krim bareng lagi, oke."
aku hanya bisa terbengong dengan keakraban mereka, makan es krim bareng lagi, apa maksudnya, apakah pak Dimas pernah bertemu dengan Alma sebelum ini, ya ampun kenapa aku jadi bingung dengan ini.
"Oke siap om, Alma tunggu yaa." jawab gadisku dengan ceria, nampak raut bahagia di wajahnya yang cantik.
Pak Dimas mengacungkan kedua jempol nya ke arah gadisku.
Aku masih belum paham.
Kapan dan darimana mereka saling mengenal.
Aah nanti saja saat akan tidur, aku tanyakan ini ke Alma.
"Alma bantuin bunda yaa, bawa belanjaannya masuk ke dalam." titahku pada anak gadisku setelah pak Dimas pergi.
"Iya bunda..."
Gadisku pun berjalan masuk dengan menenteng kantong belanjaan di kedua tangannya.
Aku ikuti langkahnya dan saat sampai diruang tengah, kuletakkan belanjaan itu di meja.
Ku dekati gadisku sambil mengelus rambutnya lembut.
"Alma disini dulu ya, bunda mau bicara dulu dengan ayah."
Alma mengangguk paham.
Akupun kembali berjalan menuju teras, menemui mas Alim yang sudah duduk di kursi yang ada di teras rumah.
"Sudah malam, kenapa mas belum pulang?
Aku nggak mau, istrimu datang ke rumahku hanya untuk marah marah dan menuduhku macam macam.
Aku capek mas.
Aku sudah bosan dijadikan kambing hitam diantara masalah kalian.
Apakah belum cukup aku memilih merelakanmu dengannya.
Apakah belum cukup kalau aku tidak menuntut apa apa darimu.
Bahkan nafkah untuk anakmu saja kamu lalai.
Pergilah karena ini sudah malam.
Aku juga butuh istirahat, aku capek." dengan cara halus aku mengusirnya, aku tidak mau kehadirannya di sini membawa masalah nantinya, karena istrinya begitu membenciku dengan kecemburuannya yang tak berdasar sama sekali.
"Hana, tolong beri aku kesempatan sekali lagi.
Aku janji, aku akan memperbaiki hubungan ini.
Aku akan adil pada kalian."
"Adil??
Kamu bilang akan adil mas?
Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapanmu?
Sedangkan sikapmu selama ini sudah cukup untukku mengerti, jika kamu tak sedikitpun perduli denganku apalagi dengan Alma, putri kandungmu, darah dagingmu sendiri.
Kamu tau mas, kenapa selama ini aku diam dan memilih untuk pergi.
Itu karena aku sudah lelah dengan semua janjimu.
Bukan sekali atau dua kali kamu berjanji.
Tapi sudah berkali kali.
Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untukku memahami sikapmu.
Tolong jangan lagi bicara kesempatan, karena kesempatan itu sudah tidak ada." panjang lebar ku tumpahkan semua yang s kama ini ku pendam, berharap mas Alim mau memahaminya dan tak lagi mengganggu kehidupanku.
"Apakah karena laki laki tadi kamu menolakku Hana?"
tuduhan apa lagi ini, astagfirullah beri hamba kesabaran yang lebih menghadapi laki laki ini.
"Bukan !!
Bukan karena laki laki lain atau siapapun itu.
Tapi karena sikapmu sendiri lah yang membuatku pergi.
Pulanglah, sudah malam.
Tidak baik dilihat tetangga dengan kondisiku saat ini." rasanya malas sekali meladeni orang yang pikirannya penuh dengan prasangka.
Melangkahkan kaki masuk ke dalam, setelah meminta mas Alim untuk pergi.
Aku nggak mau ada masalah apapun dengannya.
Karena sudah pasti akan berujung hinaan dari istrinya.
"Baiklah, aku akan pergi.
Tapi kamu harus tau Hana, kalau aku tidak akan melepaskan mu begitu saja.
Akan aku pastikan kamu kembali padaku.
Aku yakin kamu masih mencintaiku."
huh pede sekali dia, siapa juga yang mau kembali padanya, kalau saja tak ingat Alma, ingin rasanya memberikan pelajaran pada laki laki yang di panggil ayah oleh anakku, agar dia berhenti mengganggu ketenangan ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Aas Azah
gmna Hana mau kembali padamu coba,lah wong stlh cerai kamu gk perduli sama anakmu🙄
2022-12-30
0
temi rusli
Isshhh si Alim apa2an, sih? Dah mantan tu oii...😄😄
2022-04-08
1