Setelah menghabiskan makanannya, Alim menuju ruang tengah dan merebahkan diri di sofa depan televisi berukuran tiga puluh dua inci.
Pikirannya terus melayang pada mantan istrinya, ada rasa sakit saat melihat mantan istrinya bersama laki laki lain.
Apakah ini yang dirasakan Hana, saat aku menghianati hubungan yang sudah sepuluh tahun kita bina, apa rasanya sesakit ini?
Padahal Hana sudah bukan lagi istriku, tapi kenapa aku sangat sakit melihat dia dengan pria lain, ada rasa tak rela dan seperti merasakan hantaman yang keras di ulu hati ini, hingga kurasakan perih dan sesak yang tak terperi.
Besok akan aku cari tau, siapa laki laki itu dan akan aku pastikan dia menjauhi Hana.
Hana hanya akan jadi milikku, toh apa salahnya jika aku ingin memperbaiki hubunganku dengannya, ada Alma diantara kami, aku yakin Hanna tidak bisa menolak untuk aku jadikan istri keduaku, meskipun dia adalah wanita pertama yang pernah aku nikahi.
Alim terus saja memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan kembali hati mantan istrinya, meski harus dengan cara jahat sekalipun, yang ada dipikiran nya hanyalah ingin kembali menjadikan Hana istrinya lagi.
"Mas, kenapa kamu tidur disini?
Kenapa tidak masuk ke kamar, padahal aku sudah menunggumu loh."
Alim tersadar dari lamunannya dan seketika menoleh ke arah istrinya yang kini sudah memakai baju tidurnya yang sangat minim dan tipis, hingga nampak jelas setiap lekuk tubuhnya yang berisi.
Inilah kenapa dulu alim tergoda dengan Piana, karena dia lebih seksi dan montok dibanding Rihana yang bertubuh mungil, tapi soal kecantikan dan aura lembut, jelas Hanna yang menang, kulit putih,bibirnya yang mungil dengan bola matanya yang jernih, pasti akan membuat siapapun laki laki ingin mendekati.
"Mas, kok kamu malah diam begitu?
Biasanya kalau aku sudah begini, kamu langsung aja minta jat**h."
Piana mengerucutkan bibirnya kesal, karena merasa suaminya tidak lagi menginginkannya.
Alim gelagapan dan meraih tubuh sang istri ke pangkuanya.
Jiwa kelakiannya tak bisa dipungkiri untuk tidak menolak godaan kenikmatan yang ditawarkan sang istri.
Saling tatap dengan nafas yang saling bersahutan, alim membopong tubuh piana untuk pindah ketempat peraduan, dengan manja Piana mengalungkan kedua tangannya ke leher sang suami.
Di dalam kamar mereka menikmati setiap deruan nafas yang memburu penuh dengan gairah.
Setelah puas menyalurkan hasratnya, mereka tertidur dengan rasa lelah akibat pergulatan panasnya.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, Alim terbangun dan buru buru pergi ke kamar mandi, dia ingin cepat cepat berangkat untuk menjalankan misinya mencari tau laki laki yang sedang mendekati mantan istrinya itu.
Dilihatnya piana masih meringkuk di dalam selimut. karena sudah jadi kebiasaannya yang selalu bangun siang.
Setelah beres mandi Alim berganti baju dan siap siap untuk berangkat dengan alasan pergi bekerja.
Piana yang baru saja membuka matanya, menatap heran ke arah suaminya sambil melirik jam yang tertempel di dinding kamarnya.
"Kamu mau kemana mas pagi pagi begini sudah rapi?" tanya Piana menyelidik sikap suaminya yang tak biasa.
"Yaa berangkat kerjalah, aku harus berangkat lebih awal karena ada urusan yang harus aku urus di gudang.
Kamu buruan bangun dan mandi gih, kasian bibik harus masak dan ngurus Zadan sendirian.
Zadan kewajibanmu."
Alim bicara sambil menatap tajam ke arah istrinya.
Tanpa menjawab Piana langsung turun dari ranjang dan menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi sudah tidak dilihatnya Alim dikamar.
'Apa mas alim sudah berangkat ya, kok nggak pamit, padahal aku mau minta uang untuk ke salon hari ini.' batin Piana kesal.
Piana sudah rapi dengan celana jin dan kaos lengan pendek berwarna kuning, keluar dari kamar menuju meja makan dan ternyata suaminya sedang menikmati sarapannya.
"Aku kira kamu sudah berangkat tadi mas."
"Iya, habis sarapan langsung mau berangkat.
Hari ini kamu dirumah saja, jangan sering sering keluar rumah, aku tidak suka dengan kebiasaan mu itu."
Piana menatap suaminya tak suka.
Belum juga bilang mau minta uang untuk kesalon , ini sudah dilarang pergi, batin piana kesal.
"Hmmmm aku nanti mau pergi ke salon sebentar saja mas, boleh yaa."
Piana merayu suaminya dengan gaya manjanya.
"Aku janji cuma sebentar aja kok, hanya mau ganti warna rambut dan facial aja, boleh yaa sayang?"
"Yasudah, tapi setelah itu langsung pulang."
Alim meletakkan sendoknya diatas piring dan meminum air putih di gelas yang sudah disiapkan pembantunya Hingga tandas.
Saat Alim ingin melangkahkan kaki untuk pergi, Piana kembali memanggilnya.
"Mas, mas tunggu sebentar."
"Kenapa, ada apa?
aku sudah telat ini, jalanan macet kalau jam segini."
"Aku minta uangnya untuk pergi ke salon, kemarinkan mas cuma kasih dua juta, itu sudah habis untuk belanja keperluanku."
Alim menghembuskan nafas dengan kasar.
Lantas ngambil dompet disaku celananya dan mengambil beberapa uang lembaran merah.
"Keuanganku sedang tidak baik, aku harap kamu bisa mengatur sesuai kebutuhan saja, jangan terlalu boros dengan sesuatu yang tidak penting."
Piana menerima uang yang disodorkan suaminya dengan senyum mengembang.
"Iya mas, kamu tenang aja, aku akan belajar hemat dari sekarang."
Aku tak perduli, yang penting saat aku butuh uang kamu ada dan memberikan untukku mas, hari ini aku akan bersenang senang dengan mas fajar, bodoh amat dengan segala perintahmu, yang penting aku bisa bahagia sesuai dengan apa yang aku mau, Piana bergumam dalam hati.
"Aku berangkat dulu.
Assalamualaikum..." pamit alim pada istrinya.
"Waalaikumsallm, hati hati mas."
Piana melepas kepergian suaminya dengan hati yang bahagia, karena semakin cepat suaminya pergi, maka dia juga semakin cepat bisa bertemu pria selingkuhannya.
#bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments