Rihana menatap tak percaya, mencoba mencari kejujuran pada kedua mata laki laki dihadapannya.
Apakah benar yang dikatakan pak Dimas, ia adalah Dimas yang sama, laki laki yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya akan ingatan di masa lalu.
Kalau memang iya, kenapa mereka berbeda, meskipun mata dan senyuman itu ada kemiripan, Dimas yang dulu aku kenal, tidak memiliki kulit seputih ini, dan rambutnya juga ikal.
Sedangkan pak Dimas yang ada di hadapanku, nampak begitu tampan dengan penampilan yang mendekati sempurna sebagai laki laki.
Hana berkata dalam hatinya dengan pandangan tak lepas dari pria yang ada di depannya.
Dimas seakan paham dengan apa yang dipikirkan Rihana.
"Waktu bisa mengubah seseorang, saya mengerti apa yang ada dalam benakmu saat ini Hana.
Pasti, kamu heran kan, kenapa saya bisa berubah sedrastis ini? jujur aku sengaja merubah penampilanku penampilanku, agar saat kira bertemu dalam jeda waktu yang sangat lama, memiliki kesan yang berbeda."
Dimas tertawa dan menyenderkan bahunya ke sofa, kedua tangannya ditaruh diatas pangkuan.
Rihana mengernyit dengan alis yang saling bertautan."'benar pak Dimas adalah Dimas yang suka menjahiliku dengan suara falesnya itu?"
Rihana bertanya dengan menahan senyum, meskipun saat ini hatinya kembali bergetar dengan cinta pertamanya itu, meskipun dulu ia tak pernah cukup punya keberanian untuk menunjukkan perasaannya itu.
Cinta dalam diam saja.
"Iya han, ini saya Dimas, Dimas yang dulu kamu kenal sebagai cowok romantis karena suka bernyanyi dengan lagu lagu lebay, meskipun menurutmu suaraku pas pasan."
hahaaaa, Dimas tertawa mengenang masa itu.
Rihana pun juga tak bisa menahan tawanya, rasa canggung antara atasan dan bawahan sedikit mencair oleh suasana keakraban di masa lalu.
"Mulai sekarang jangan panggil saya dengan sebutan pak ya, rasanya gimana gitu."
Dimas kembali berucap dan menegaskan pada wanita yang terlihat selalu cantik di matanya.
"Ya nggak boleh gitu, nggak enak dengan karyawan yang lain, nanti mereka berpikir macam macam, secara kamu tau sendiri kan, dengan statusku saat ini." duh kok aku sudah pake bahasa kamu sih, Rihana merutuki dirinya yang asal bicara dengan gaya sok akrab.
"Baiklah, kalau di depan yang lain kamu boleh panggil saya pak Dimas, tapi kalau lagi berdua panggil aja Dimas, atau di kasih mas, Abang bahkan sayang juga gak papa."
Dimas mengedipkan matanya menggoda.
"Apa'an sih, lebay deh."
Hanna tersenyum malu, pipinya langsung bersemu merah.
"Tadi pagi, mantan suamimu menemuiku." Dimas melanjutkan ucapannya dengan membahas kedatangan Alim yang sengaja menemuinya.
Kedua mata Hana langsung membulat, mendengar penuturan Dimas.
"Apa?
Mas Alim menemuimu, di kantor ini?
Ada keperluan apa, sampai dia datang kesini?" masih dengan wajah heran Hana tak menduga jika Alim akan senekat itu.
"Dia memintaku untuk tidak mendekatimu, dia bilang kalian ada niatan kembali rujuk, apa itu benar?" Dimas langsung saja bicara inti dari kedatangan Alim tanpa mau berbasa basi.
Rihana tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya.
"itu hanya menurutnya saja, karena saya sudah tidak ada perasaaan apapun terhadapnya, rasa sakit dan kecewa akan penghianatannya, masih belum bisa saya lupakan, memafkannya sudah saya lakukan, tapi jika untuk kembali padanya, itu sangatlah tidak mungkin, saya nggak mau mengulang kesalahan yang sama, karena itu sangat menyakitkan dan perasaan ini sudah tidak tersisa lagi untuk laki laki penghianat sepertinya." Rihana menarik nafasnya dalam dan memghembuskannya kasar, ada luka yang masih belum sembuh di dalam dadanya, kini laki laki itu kembali akan mengoyak luka yang belum sepenuhnya mengering.
"Maaf sebelumnya, kalian berpisah sudah berapa lama?" balas Dimas menanggapi sekaligus ingin tau banyak tentang cerita hidup wanita pujaannya.
"Sudah dari tiga tahun yang lalu, sejak perselingkuhannya dengan perempuan itu terbongkar, dan dari hubungan hina itu, sudah ada janin dirahim wanita selingkuhan mas Alim.
Dan saat itu juga, saya menggugat cerai dan memutuskan berpisah, karena bagi saya, penghianatan adalah kesalahan yang tidak bisa diterima dengan alasan apapun." Rihana menatap kosong lurus ke depan, jika mengingat perselingkuhan Alim, tak bisa di pungkiri jika kenangan itu teramat membekas rasa sakitnya.
"Dan kamu sendiri, sudah menikah?"
Rihana balik bertanya pada Dimas, untuk mengalihkan pembahasan tentang Alim.
"Belum, saya masih sendiri dan insya Alloh akan menikah dengan waktu dekat, karena jodoh saya sudah ada didepan saya saat ini."
Dimas memandang Rihana dengan tatapan penuh cinta.
Rihana langsung membuang muka setelah menyadari ucapan yang Dimas lontarkan, untuk menyembunyikan wajahnya yang kini sudah bersemu merah.
"Hay, saya serius Hana, bertahun tahun saya menunggu kesempatan ini, saya tidak mau lagi mengulang kesalahan dengan tidak mengutarakan niatku untuk menjadikanmu pendamping hidupku, bertahun tahun saya menutup hati untuk perempuan lain, karena di hati ini, hanya ada satu nama, yaitu kamu Han."
Rihana menatap Dimas sayu, matanya mulai mengembun, ada rasa haru dan bahagia di sudut hatinya, ternyata mereka menyimpan perasaan yang sama, setelah bertahun tahun hanya dirasakan dalam diam.
"Rihana putri Sabrina, maukah kamu mendampingiku untuk menjadi penggenap separuh agamaku? saya janji akan membuatmu bahagia, karena itulah doa doa ku selama ini." Dimas tak ingin menunda waktu lagi, karena sudah cukup dia menanti saat saat seperti ini, dan saat itu tiba Dimas tak lagi ingin membuang kesempatan yang ada.
"Apakah kamu sudah memikirkannya dengan sungguh sungguh dim?
Saya sudah pernah menikah dan saat ini sudah punya anak gadis, apakah kamu tidak malu memilihku yang seorang janda?" balas Rihana ragu, karena sadar dengan kondisinya saat ini, merasa tak pantas menjadi pendamping seorang Dimas yang mendekati sempurna di matanya.
"Saya tidak perduli dengan masa lalumu, dan saya menerima semua kekurangan dan kelebihanmu dengan sepenuh hati, saya berharap kita untuk saling melengkapi kekurangan dan kelebihan kita masing masing.
Kita sudah tidak lagi muda, dan saya tidak mau lagi membuang waktu untuk merayumu, jika kamu setuju, saya akan segera melamarmu." dengan tegas dan pasti Dimas meyakinkan Rihana yang nampak terlihat masih ragu.
"Biarkan saya berpikir dulu, karena ini menyangkut masa depanku dengan putriku, kegagalan dalam rumah tangga, mengharuskan saya untuk lebih berhati hati dalam memilih pasangan, saya harap kamu bisa memahami, beri saya waktu untuk memikirkannya."
"Baiklah, saya akan memberimu waktu satu bulan untuk memikirkan lamaran ini, setelah itu kasih saya jawaban, dan saya harap saya tidak kecewa untuk kedua kalinya, karena itu sangat menyakiti hatiku." Dimas menatap sendu ke arah Rihana, ada sedikit kecewa yang menggelayut di hatinya, apakah cinta nya yang selama ini terjaga masih belum cukup membuat Rihana menerimanya dengan mudah, namun Dimas juga tidak ingin memaksa, karena luka penghianatan dalam rumah tangganya cukup untuk membuat Rihana trauma hingga harus lebih berhati hati dalam melangkah.
Hening........
Hanya mata yang saling bicara diantara kebisuan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments