Setelah mobil suaminya sudah tak terlihat lagi, Piana masuk kedalam dan mengambil gawainya di atas nakas meja rias dikamarnya.
Piana menghubungi Fajar dan memberitahunya untuk segera bertemu di hotel tempat langganan mereka mencipta dosa yang berulang.
Fajar adalah mantan suami dari sahabat Piana, mereka sering bertemu karena Piana bersahabat dengan mantan istri Fajar, namun waktu itu belum ada rasa apapun.
Setelah dua tahun tidak bertemu, karena Piana sudah menikah dengan Alim, dan ikut Alim ke kota tahu meninggalkan kota kelahirannya di Gresik demi bisa selalu dekat dengan sang suami.
Waktu itu Piana sedang berada di pusat perbelanjaan dan tidak sengaja bertemu kembali dengan Fajar, itulah awal hubungan terlarang mereka tercipta.
Memang sesuatu yang terlarang itu akan terasa nikmat bagi orang yang sudah hilang kewarasan jiwanya dari rasa takut akan dosa.
Setelah Piana mengirim pesan ke Fajar, pesan itu langsung terbaca dan fajar pun menelpon Piana.
"Hay sayang, gimana?
Kita bertemu sekarang?
Aku sudah tidak sabar mencipta kenikmatan dengan wanita seksi sepertimu."
Piana begitu melayang akan pujian yang dilontarkan Fajar, hingga dia lupa akan kodratnya sebagai istri, tidak lagi dihiraukan tentang dosa yang tercipta oleh kekakuannya.
Yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana dia bisa menikmati hidupnya meski dengan cara yang salah.
"Oke sayang, aku akan berangkat lima menit dari sekarang yaa, kita ketemu ditempat biasa."
"Oke, aku juga langsung berangkat saja, agar kamu tidak lama menunggu nantinya, bye sayang."
Fajar mematikan sambungan teleponnya, dan segera menyambar kunci mobil yang tergeletak dimeja kamarnya.
Setelah mengunci pintu kontrakannya fajar segera masuk ke mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan lumayan cepat, dia ingin cepat segera bertemu dan merasakan indahnya sebuah rasa yang terlarang, selama perjalanan senyumnya terus mengembang.
Piana mengambil tas Selempangnya dan kaca mata hitam untuk menyempurnakan penampilannya, dengan rambut yang terurai, Piana mematut dirinya di depan cermin sambil bergumam dalam hati memuji dirinya sendiri.
'Sempurna, aku sangat cantik dan tubuh ini juga masih sangat seksi.,' gumamnya bangga.
Setelah memastikan semua sempurna.
Piana menemui pembantunya untuk berpamitan dan agar menjaga anaknya baik baik selama dia pergi.
"Aku tinggal sebentar ya Bi, mau ke salon dulu.
Nitip Zadan, jaga baik baik, aku nggak mau nanti mas Alim marah marah hanya karena terjadi sesuatu dengan Zadan.
Dan kalau terjadi apa apa dengan Zadan aku akan memberhentikan bibi untuk tidak kerja lagi disini, dan satu lagi, jangan beri tahu apapun sama suamiku, kalau aku perginya lama.
Bibi pahamkan?"
'Iyaa nyonya, bibi paham."
Piana pun berlalu pergi dan tak lupa menghampiri anak lelakinya yang masih berumur tiga tahun.
"Halo jagoan mama, mama pergi sebentar ya, Zadan gak boleh nakal sama bibi dirumah, nanti mama beliin es krim yang banyak buat Zadan.'
Zadan hanya mengangguk dan lebih fokus sama mainannya, mungkin Zadan sudah terbiasa tanpa mamanya, jadi dia tak begitu merespon keberadaan mamanya, ada ataupun tidak ada piana dirumah bagi Zadan sama saja, karena Piana jarang sekali menyentuh bahkan memberi perhatian, semua kebutuhan Zadan pembantunya yang mengurus.
Setelah berpamitan dengan sang putra, Piana meneruskan langkah menuju garasi dan melajukan mobilnya pergi menjauh dari pekarangan rumahnya dengan kecepatan rata rata untuk menuju hotel tempat biasa dia membuat janji dengan Fajar.
Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk Piana sampai ketempat tujuan.
Hotel cityhub jadi pilihan mereka.
Piana memarkirkan mobilnya didepan pelataran hotel dan ternyata fajar sudah sampai duluan dan menunggunya di loby.
Mereka masuk menuju kamar yang sudah disiapkan oleh pihak hotel dan melakukan perbuatan yang tak seharusnya dilakukan.
Ditempat berbeda, Alim sedang mengintai Hana tak jauh dari rumahnya, karena dia yakin kalau hari ini, Hana pasti akan dijemput dengan pria yang kemarin mengantarnya pulang, secara montor Hana masih di kantor.
Tak berselang lama Alim menunggu, dari kejauhan dia melihat Hanna keluar dari rumahnya dan menutup pagar.
'Hana sendirian apa mungkin dia pesan taksi online ya, tapi aku yakin pasti laki laki itu akan menjemputnya, biar aku tunggu sebentar, kalau dia tidak muncul juga, aku akan menawari Hana tumpangan dan berpura pura tak sengaja lewat daerah sini, agar dia tidak curiga dengan niatku.'
Hana masih berdiri di depan pagar rumahnya,dan memainkan ponselnya, dari tadi memesan taksi online tapi kenapa sulit banget yaa, ada tapi harus menunggu sepuluh menitan karena posisinya jauh dari tempat tujuan, apa aku pesan ojol aja, biar tidak terlambat sampai di kantor.
Belum sempat memesan ojol, tiba tiba ada mobil berhenti didepannya.
Bukankah ini mobil pak Dimas, kenapa pagi pagi beliau sudah sampai disini? batin Hana curiga.
Hana hanya menatap diam dan tak bergeming dari tempatnya berdiri sambil menatap bingung ke arah mobil warna putih susu yang ada dihadapannya.
Jendela pintu belakang mobil dibuka dan terlihat wajah ganteng bosnya dengan senyum yang begitu menawan terpampang jelas di wajah bersihnya.
"Pak Dimas, kok bapak ada disini?" tanya Rihana sungkan pada bos nya.
"Jangan banyak bertanya, cepetan masuk kalau tidak mau terlambat." balas Dimas dingin.
Hmmmm selalu memerintah sesukanya, batin Hana tak nyaman.
Dimas pun membuka pintu belakang dan meminta Hana untuk segera masuk.
"Silahkan!!"
"Trimakasih.."
Hana masuk dan mengambil duduk disebelah atasannya dengan canggung.
Mobil pun kembali melaju membelah padatnya jalan raya.
Dan tanpa disadari ada mata yang terus memperhatikan tak jauh dari rumah Hana.
Alim pun segera melajukan mobilnya mengikuti arah mobil yang ditumpangi Hanna dengan perasaan cemburu yang membuncah.
Kesal, sakit, marah dan tidak terima, itulah yang dirasakan Alim saat ini.
'Aku ingin tau siapa laki laki itu, dan setelah ini aku akan membuat perhitungan dengannya, jangan pernah berpikir untuk mendekati wanitaku, karena aku yang lebih berhak, secara aku adalah ayah dari anak hasil pernikahanku dengan Hana.' batin Alim bermonolog.
Selama perjalanan Hana hanya diam dan tidak tau harus bicara apa, hanya pikiran dan perasaannya saja yang sedang menerka nerka.
'Akhirnya sampai juga, setelah sekian menit harus menahan rasa canggung ini, akhirnya aku bisa bernafas dengan lega.' batin Hana bermonolog.
Dimas hanya melirik Hana, dia paham jika Hanna tak nyaman berada satu mobil dengannya, Dimas tau dari cara Hana meremas jari jarinya dan selalu menunduk.
"Hana, nanti jam makan siang temui saya, ada yang ingin saya bicarakan, saya tunggu di ruangan saya jam dua belas ya.
Dan saya pastikan setelah kita bicara, kamu tidak akan canggung lagi kalau sedang bersama saya."
Dimas pun tersenyum dan melangkah pergi menuju ruangannya.
Hana hanya diam terpaku memandangi punggung bosnya itu dengan pikiran yang tak menentu.
,'Apa yang akan pak Dimas bahas nanti, kenapa beliau bicara seperti itu.
Sudahlah nanti aku juga tau.
Bismillah saja, semoga semua baik baik saja.'
Bukankah saat kita mengawali semua dengan Bismilah dan menjalaninya dengan Laqawalla wallaquata illabillah insya Alloh akan berakhir dengan Alhamdulillah.
Hana tersenyum dan melangkah berjalan menuju ruangannya, kini hatinya tak seberantakan seperti waktu berada dekat dengan Dimas.
Alim masih berada didalam mobil memperhatikan, mengawasi dari kejauhan.
Setelah Hana sudah tak terlihat lagi, Alim keluar dari mobil dan menuju tempat security, dia ingin mengorek keterangan dari penjaga kantor ini, aku yakin security disini pasti tau siapa pria yang bersama Hana.
"Permisi pak, ada yang ingin saya tanyakan."
Alim bicara dengan scurity yang sedang berjaga di depan pintu kantor.
"Baik pak, ada yang bisa saya bantu? balas security sopan.
Imam.W. nama yang tertera di seragam dinasnya.
"Apa bapak tau siapa laki laki yang barusan masuk ke dalam yang mobilnya warna putih susu yang terparkir disitu." Alim menunjuk ke arah mobil dimas terparkir.
"Owh itu pak Dimas pak, anak dari pemilik perusahaan dan sekarang menggantikan papanya untuk memimpin perusahaan." jelas suvirity masih dengan sikap yang ramah.
Deg, Alim seketika merasa kalah saing.
Ternyata pria yang dia cemburui lebih segalanya dari dirinya.
"Kalau mau bertemu dengan beliau apa harus buat janji dulu ya pak?'
Alim masih bertanya dengan pak imam sang scurity.
"Bapak bisa langsung temui bagian resepsionis untuk lebih jelasnya, ruangannya ada disebelah sana." sambil menunjuk ke arah wanita a cantik yang sedang duduk dibalik meja kerjanya.
"Baik terimakasih, kalau begitu saya ijin masuk ya pak."
"Silahkan !!"
Alim pun melangkah masuk menuju tempat dimana yang sudah ditunjuk oleh scurity tadi.
"Permisi, selamat pagi, saya ingin bertemu dengan pak Dimas, apa bisa?"
Tanya alim sopan.
"Bapak sudah bikin janji sebelumnya?"
"Hmmm, belum."
"Baik, ini dengan bapak siapa dan ada kepentingan apa?
Biar saya sampaikan."
"Saya Alim, Alim putra Wicaksono."
"Baik, tunggu sebentar ya pak.'
"Halo, selamat pagi pak.
Diluar ada yang ingin bertemu dengan bapak, namanya pak Alim putra Wicaksono.
Katanya ada kepentingan dengan bapak."
"Alim, sepertinya nama itu tidak asing.
Dimas mengingat ngingat sambil mengetuk ngetukkan jarinya ke meja kerjanya.
Hmmm, apakah ini alim yang sama, mantan suami Rihana, kalau iya, untuk apa dia ingin menemuiku."
"Baik, suruh dia masuk."
"Baik pak!"
"Permisi pak, pak Dimas menunggu bapak di ruangannya, silahkan!"
"Ruangannya disebelah mana ya mbak?"
"Ruangan pak Dimas ada dilantai tiga, ada disebelah kanan."
"Trimakasih!!" Alim berlalu setelah mengucapkan terimakasih pada wanita cantik yang barusan berbincang dengan nya.
#bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments