Alim mengikuti arah yang sudah ditunjukkan dengan langkah lebar.
'Lantai tiga, dan sebelah kanan dari pintu lift.
Mungkin itu." Alim bergumam dalam hati dengan mata yang berusaha mencari ruangan yang akan ia tuju.
Direktur utama, Alim membaca sebuah tulisan dipapan yang tergantung di depan pintu salah satu ruangan di hadapannya.
Tok tok tok
"Masuk!"
"Permisi, selamat pagi!"
"Iya, silahkan duduk." Bagas bersikap ramah dan mempersilahkan Alim sambil menunjuk sofa yang ada di dalam ruangannya.
"Maaf sebelumnya, kalau boleh tau ada kepentingan apa anda menemui saya?"
Dimas bicara dengan mimik wajah datar dan tatapannya begitu dingin.
"Seharusnya anda paham dengan maksud kedatangan saya."
Alim mengangkat bibir atasnya dengan tatapan meremehkan.
"Oh Yaaa?
Saya tidak mengenal anda dan saya merasa tidak mempunyai urusan dengan anda, jadi bagaimana saya bisa paham dengan maksud anda."
Dimas masih bersikap santuy dan terkesan berwibawa dengan menyilangkan kaki, sedangkan kedua tangannya bersedekap dada, menatap penuh intimidasi ke arah Alim.
"Baiklah, saya tidak ingin berbasa basi, langsung saja dengan niat menemui anda."
Alim masih dengan tatapan meremehkannya.
"Saya minta sama anda, jauhi Rihana, saya tau dari cara anda menatapnya, anda memiliki perasaan padanya dan saya tekankan pada anda untuk tidak mendekatinya, karena hanya saya yang berhak atas Rihana, kami akan rujuk."
Alim tersenyum miring dan sembari menatap tajam ke arah Dimas.
"Apa hak anda melarang dan mengatur saya?
Anda hanyalah mantan suami dan laki laki tidak bertanggung jawab, untuk tanggung jawab kepada anak saja, anda abai, apakah itu yang dinamakan berhak?
seperti yang anda katakan barusan?."
Dimas tersenyum dengan tatapan meremehkan.
"Rihana berhak bahagia, dan dia pantas diperlakukan dengan baik oleh laki laki yang bisa menghargainya, tidak seperti anda tentunya."
Dimas bicara dengan penuh penekanan, ada amarah yang terpendam dari sorot matanya yang tajam untuk laki laki yang ada di hadapannya, kalau tidak mengingat ini kantor, pasti Dimas sudah menghajar Alim.
Alim mengepalkan kedua tangannya, dadanya bergemuruh menahan letupan emosi atas ucapan Dimas.
"Anda tau apa tentang hubunganku dengan Rihana, Anda hanyalah orang asing yang kebetulan baru datang." balas Alim penuh kebencian juga cemburu.
Dimas tertawa dan membetulkan posisi duduknya.
"saya mengenal Rihana dan mencintainya, jauh sebelum anda mengenalnya
Dan saya jauh lebih mengenalnya dari anda.
Jika kedatangan anda kesini hanya meminta saya untuk menjauhi Rihana, lebih baik anda pulang, karena saya akan kembali memperjuangkan apa yang sepantasnya saya perjuangkan."
tatapan Dimas sangatlah tajam dan penuh penekanan, kali ini dia tidak akan membiarkan cintanya kalah pada laki laki tak bertanggung jawab seperti Alim.
"Dan saya pastikan anda menyesal dengan ucapan anda, karena saya yakin Rihana akan kembali pada saya, ada Alma diantara kita.
Dan anda akan mengalami kecewa untuk kedua kalinya." balas Alim dengan sangat percaya diri.
"Baiklah, kita buktikan."
Dimas masih dengan sikap tenangnya.
Dalam hatinya yakin, jika Rihana tidak akan pernah kembali pada laki laki arogan yang ada di hadapannya ini.
"Ingat, saya tidak akan biarkan Anda mendekati Rihana, kalau anda masih dengan pendirian anda, anda akan tau akibatnya, karena Rihana akan hanya jadi milik saya, camkan itu."
Alim bicara dengan penuh emosi dengan wajah memerah penuh amarah.
Dimas berdiri dan berjalan ke arah pintu, membukanya dan menunjuk arah keluar meminta Alim untuk segera pergi dari ruangannya.
"Silahkan keluar dari ruangan saya, karena waktu saya sangat berharga jika untuk membahas sesuatu yang bagi saya tidaklah penting, dan untuk ancaman anda barusan, sangat tidak berlaku buat saya."
Alim pun beranjak keluar dan sesaat menatap Dimas tajam dengan pandangan menantang.
Lantas meneruskan langkahnya dengan cepat keluar dari ruangan yang membuat hatinya panas terbakar cemburu.
Dimas kembali menutup pintu, melangkah menuju menuju kursi kebesarannya, di daratkan bokongnya diatas kursi empuk miliknya, tubuhnya bersender sambil kedua matanya terpejam.
Pikirannya mulai menerawang, membayangkan kehidupan yang dijalani Rihana selama ini dengan laki laki egois seperti Alim.
'Apakah selama ini kamu tidak bahagia Han, apakah kamu selalu menyimpan dukamu sendirian, mulai saat ini, aku janji, aku akan selalu menjaga dan melindungi mu.' batin Dimas sendu.
Nanti saat makan siang, aku akan memberitahumu siapa diriku sebenarnya, dan aku berharap kamu masih mengingatku dan ada sedikit rasa itu di hatimu, beri aku kesempatan untuk membuatmu dan Alma bahagia, batinnya.
Tak terasa jam sudah menunjukkan angka dua belas siang lebih sepuluh menit.
Rihana baru ingat, kalau dia di minta menemui atasannya di jam makan siang, karena kesibukannya hingga Rihana hampir lupa.
Cepat cepat Rihana membereskan kertas kertas yang berantakan di meja kerjanya, setelah beres Rihana menyambar tasnya dan beranjak keluar dari ruangannya untuk bertemu dengan Dimas di ruangannya.
Rihana berjalan dengan cepat, takut kalau bosnya marah lantaran dia terlambat untuk datang.
Saat sampai di depan pintu ruangannya Dimas, Rihana menarik nafas panjang sebelum mengetuk pintu.
Setelah dirasa cukup rilex, Rihana mengetuk pintu dan mengucap salam.
"Asalamuallaikum, permisi pak, boleh saya masuk?"
"Iyaa, masuk!"
Suara bariton dari dalam menyahuti.
Rihana membuka pintu dan sudah dilihatnya bosnya itu duduk di atas sofa dengan hidangan lezat di meja yang ada di depannya.
"Waalaikumsallm, silahkan duduk." Dimas menatap Rihana lembut dan memintanya untuk ikut duduk di sofa hadapannya.
Rihana duduk dengan canggung, tidak nyaman dengan suasana ini, makan siang dengan atasan dan dalam satu ruangan, jika ada yang tau, pasti dirinya akan jadi bahan gunjingan di kantor.
Dimas merasakan ketidaknyamanan Rihana dan berusaha mencairkan suasana.
"Kita makan dulu, setelah itu ada yang ingin saya bicarakan denganmu.
Karena kamu membutuhkan tenaga, untuk mendengar pengakuan saya nanti, takutnya kamu pingsan karena kaget dengan apa yang saya katakan."
Dimas tersenyum menggoda ke arah Rihana, dilihatnya Rihana mengernyitkan dahi dengan alis yang saling bertautan.
"Sudah jangan bingung begitu, makan dulu gih, jangan sampai telat makan nanti perutmu sakit, bukankah kamu punya asam lambung." lanjut Dimas cuek.
Rihana makin tidak mengerti, sepertinya bosnya ini cukup tau tentangnya, padahal Rihana tidak pernah sekalipun mengobrol urusan pribadi dengannya.
"Ayo makan kok malah bengong, keburu dingin tidak enak lagi."
Dimas begitu bawel dan terkesan bukan orang asing di kehidupan Rihana.
Rihana menjawab dengan kikuk perintah bosnya itu.
"Baik pak, maaf!"
Kembali hening, Rihana maupun Dimas sama sama menikmati makanan di piring masing masing dengan pikiran yang entah.
Dimas sekali kali mencuri pandang ke arah Rihana, cantik katanya membatin.
Rihana yang merasa diperhatikan jadi semakin tidak nyaman.
"Rihana."
Dimas memulai percakapan setelah makanan yang ada di piringnya sudah hampir tandas, Dimas menggeser piringnya dan mengambil air putih, diminumnya hingga tandas sambil tatapannya tak lepas dari memandang Rihana.
Rihana hanya diam memperhatikan tingkah atasannya itu dengan pikiran bingung, yang membuat Rihana tidak bisa memahami maksud dari niat atasannya yang tampan dan terkenal dingin.
"Rihana putri sabrina, apa kamu masih ingat dengan pria yang kerap kali menghampirimu saat kamu sedang duduk di taman sendirian, dan sering menyanyikanmu lagu lagu romantis?"
Deg.
Rihana terpaku dengan pertanyaan yang barusan di ucapkan oleh Dimas.
'Darimana pak Dimas bisa tau semua itu?'
Rihana membatin.
"Pasti kamu bingung yaa, dari mana saya bisa tau semua itu."
Huuufftt.....Dimas menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya berlahan.
Ditatapnya Rihana dengan pandangan sayu.
"Aku Dimas Adiwijaya, pria yang selalu menyanyikan lagu romantis itu untukmu, apa kamu tidak mengenaliku sama sekali Hana?"
#akhirnya Dimas mengakui siapa dirinya sama Hana,pria masa lalu yang selalu ada untuk Rihana,pria yang sllu mencintai Rihana dengan tulus,dan itu sampai saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments