"Baiklah,aku akan pergi.
Tapi kamu harus tahu Hana, kalau aku tidak akan melepaskan mu begitu saja.
Akan aku pastikan, kamu kembali padaku.
Aku yakin kamu masih mencintaiku."
Melangkahkan kaki beranjak pergi menuju ke mobil yang aku parkir tidak jauh dari rumah mantan istriku.
Kulirikkan pandangan mata ini ke arahnya, dia masih terpaku berdiri dibalik pintu yang setengah tertutup.
Entah apa yang saat ini dipikirkannya, aku yakin dia mulai memikirkan ucapanku barusan.
Selama perjalanan pulang, pikiranku terus saja terpaku dengan bayangan laki laki itu, laki laki yang tadi bersama Hana.
Tidak aku pungkiri, dia laki laki yang tampan dan juga mapan.
Aku sangat tau bagaiman tipe laki laki idaman Hana, kulit bersih, kalem, dan taat pada agama.
Sepertinya aku lihat itu ada pada laki laki tadi.
Apakah mereka sedang menjalin hubungan serius saat ini ?
Tidak, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
Aku harus cari cara untuk membuat hubungan mereka tidak baik.
Hana masih terdiam terpaku di balik pintu rumahnya, tubuhnya bersender lemah pada pintu, dadanya bergemuruh menahan rasa sesak yang kian menyakitkan.
'Semakin aku diam, maka mereka akan semakin bertingkah semaunya, perlu kamu tau mas, mulai saat ini aku bukanlah Rihana yang lemah, Rihana yang hanya diam saat kamu dzolimi.
Aku sudah bukan lagi istrimu, yang dengan seenaknya kamu perlakukan.
Iyaa, aku berhak bahagia, aku berhak melawan jika itu menyangkut harga diri dan demi kewarasan jiwaku.'
Menghembuskan nafas panjang untuk meredam rasa yang menyumbat pada dada ini.
Aku harus kuat dan aku harus tetap terlihat baik baik saja, aku nggak mau mas Alim atau siapapun melihatku lemah, karena aku tak selemah itu.
Ku tutup pintu dan menguncinya dari dalam.
Berjalan masuk menghampiri gadisku diruang tengah yang sedang asik memakan cemilan dan susu sembari menonton tv acara kesayangannya.
Eheeem, aku berdehem menggodanya dan Alma menoleh tersenyum dengan menunjukkan barisan giginya yang bersih.
"Kenapa bund, bunda mau?"
Alma menyodorkan cemilan yang dia makan, niat menawarkan.
"Waaah enak nih."
akupun menyomot dan memasukkan ke dalam mulut serta mengunyahnya pelan,
Mendaratkan bokong ini tepat disamping gadisku.
"Mba Alma, bunda boleh nggak tanya sesuatu?"
Aku harus hati hati dan menggunakan bahasa yang pantas untuk gadis usia 10 tahun, agar nanti tak membuatnya berpikir yang macam macam, pikiran yang tak seharusnya ada untuk anak seusianya.
"Boleh bund, bunda mau nanya apa?"
Alma pun menoleh ke arahku dan mengubah posisi duduknya untuk mengahadap ke arahku.
"Alma kok sudah kenal dengan pak Dimas, dan tadi bunda dengar kalau kalian pernah makan es krim bareng.
Emang, Alma ketemu pak Dimas dimana sayang?
Boleh donk, bunda dikasih tau?"
Alma tersenyum dan memandangku sambil tangannya memegang telapak tangan ini untuk di genggamnya.
"Sebelumnya, Alma mau minta maaf yaa sama bunda, kalau Alma tidak cerita ini sama bunda.
Waktu itu Alma pas pulang sekolah, ada mobil yang tiba tiba berhenti dan nanyain Alma dimana rumahnya bunda.
Trus Alma kasih tau, dan Alma ngajak untuk bareng sekalian karena yang ditanyain rumahnya kan rumah bundanya Alma.
Pas sudah sampai rumah, om Dimas tanya adik ini siapanya Bu Rihana, Alma jawab kalau Alma anak dari Bu Rihana.
Lalu om Dimas minta ijin untuk ngobrol dengan Alma dan kami duduk di luar kok bund.
Om Dimas itu baik dan orangnya sopan banget.
Pas Alma tawarin untuk masuk, om Dimas menolak, katanya tidak baik kalau om dimas masuk rumah jika didalamnya tidak ada orang tua.
Jadi ya kita ngobrolnya di teras depan rumah gitu." jelas Alma panjang lebar.
"Hmmm terus om Dimas tanya apa aja ke Alma?"
"Gak banyak sih bund, om Dimas cuma tanya, sekolah Alma dimana, sudah kelas berapa, dan ayah Alma kerja dimana dah itu saja."
"Untuk pertanyaan soal ayah, Alma jawab apa sama om dimasnya?"
"Alma jawab, kalau ayah sudah tidak lagi bersama kita, ayah sudah punya istri dan anak lain."
Alma menunduk dan mulai ada embun di kedua netra matanya yang bening.
Yaa Tuhan, perpisahan ini sudah sangat melukai hati gadisku.
Kubawa Alma dalam dekapanku, mencoba memberikan kekuatan dengan cinta dan aku ingin dia juga merasakan kalau bundanya sangat menyayanginya.
"Apakah Alma salah ya bund, kalau Alma jawab begitu pada om Dimas?"
Ku lepaskan pelukan dan meletakkan kedua tangan ini di kedua bahu putriku, sambil tersenyum aku gelengkan kepala tanda kalau jawabannya tidak ada yang salah.
Lantas Alma melanjutkan ceritanya lagi, kali ini dia menyandarkan kepalanya di pangkuanku.
"Setelah itu ada orang jualan es krim yang lewat bund, dan om Dimas memanggilnya, lalu membeli beberapa Es krim dan kita makan sama sama.
Sudah itu aja kok, karena setelah makan es krim om Dimas pamit pulang, karena masih ada kerjaan dikantornya.
Om Dimas nyuruh Alma masuk kerumah dan mengunci pintunya, dan tidak boleh bukain pintu sama siapapun dengan orang yang tidak dikenal, begitu pesannya sebelum om Dimas pergi.
Om Dimas orang baik ya bund?"
Alma mendongak menatapku dengan wajah lugunya, kuanggukkan kepala dan tersenyum.
"Yasudah, bunda mau mandi dulu yaa.
Dan habis ini bunda temani mbk Alma belajar, oke sayang."
"Siaaap bund."
Dikamar mandi, aku terus saja kepikiran omongan Alma, sebenarnya siapa pak Dimas dan ada apa beliau seakan ingin mencari tau kehidupan pribadiku.
Menikmati setiap guyuran air yang mengalir dari shower sambil memejamkan mata, ada begitu banyak beban dipikiran ini, masalah dengan mantan suami yang tak kunjung usai, kini ditambah lagi dengan kehadiran pak Dimas yang tidak aku pahami.
-------------------
Lebih dari dua puluh menit perjalanan, akhirnya alim sampai dirumahnya.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsallm, sudah pulang kamu mas?
Gimana tadi di gudang, apa kedelai yang masuk kualitasnya cukup baik semua?"
Bukannya menyambut suami dengan segelas teh atau menyiapkan air hangat untukku mandi, tapi malah memberondong ku dengan pertanyaan pertanyaan yang tidak penting baginya, urusan pekerjaan sudah jadi tanggung jawabku, tidak perlu dia ikut ikutan, batinku kesal.
"Kamu itu yaa, suami pulang bukan dibikinin kopi atau teh gitu, justru tanya yang bukan urusanmu, untuk pekerjaan biarkan aku yang mengurus, kamu cukup diam dirumah dan menyiapkan kebutuhanku." sambutku kesal.
"Heleh mas tinggal jawab aja, apa susahnya sih."
Piana mencebik tak suka.
"Aku kan istrimu, jadi aku juga berhak tau donk apa yang jadi urusanmu." Piana selalu saja menjawab ucapan alim dengan bantahannya.
"Sudahlah pusing aku sama kamu, bukannya nurut tapi terus aja menjawab.
Aku mau mandi, setelah mandi aku mau ada makanan dimeja makan, aku lapar."
Alim melangkah untuk masuk ke kamar dan ingin cepat segera mandi, dia sudah cukup pusing memikirkan mantan istrinya yang sedang dekat dengan pria lain, pikirannya benar benar kacau.
Piana mencebik kesal dan memanggil pembantunya untuk segera menyiapkan makanan untuk suaminya.
"Biik, bibik..
Tolong siapkan makanan untuk mas Alim Yaaa, cepat."
"Baik Bu !!"
Dengan segera pembantunya itu memanaskan kembali masakan yang tadi sore dia masak, rendang daging sapi dan telor balado.
Hanya cukup waktu sepuluh menit semua sudah siap tersaji diatas meja makan.
Beres dari mandinya alim keluar dari kamar menuju ruang makan.
"masak apa bu?"
Alim bertanya pada pembantunya.
"Rendang daging sama telor balado tuan.
Sudah bibik panasin dan ini teh manisnya."
sambil meletakkan segelas teh manis dimeja.
"Piana mana bik, bisa tolong dipanggilkan."
Suami mau makan bukannya ditemani atau dilayani ini malah gak ada kelihatan batang hidungnya.
Piana sangat jauh berbeda dengan Rihana, Rihana selalu tau bagaimana caranya memanjakan ku dan selalu menyiapkan kebutuhan ku tanpa diminta.
Alim bicara sendiri dalam hatinya, pikirannya mulai mengingat masa lalu saat saat masih dengan Rihana.
,"Iya mas, kata bibik mas memanggilku, ada apa?"
Piana tiba tiba muncul membuyarkan lamunan Alim dari sosokantan istrinya yang kini s makin menarik dimatanya.
"Kan kamu tau mas baru pulang kerja, dan lapar, harusnya kamu sebagai istri melayani mas donk, bukan pergi ninggalin mas makan sendirian." ja ab Alim kesal.
"Kenapa sih mas, sekarang kamu mulai meributkan hal hal yang tidak penting begini?
Kan sudah ada bibi yang nyiapin, ini sudah siap semua dan tinggal makan aja."
Piana menjawab tak suka,dan kembali pergi ke kamar meneruskan chat nya bersama seseorang yang akhir akhir ini membuatnya lupa diri akan kewajiban sebagai ibu dan istri.
Alim hanya bisa tertunduk kesal sambil mengepalkan kedua tangannya akan sikap istri barunya.
Dihembuskan nafasnya dengan kasar dan berusaha menahan emosi di dadanya.
Setelah terasa mendingan, Alim mengambil nasi dan meletakkan di piringnya, dia makan dalam diam dan kesendirian, batinnya terasa perih, ada sesal yang menjalar di lubuk hatinya yang terdalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments