Di kediaman Marcell...
Sudah 2 bulan ini, Amelia bagaikan mayat hidup. Tubuhnya tak bergerak, hanya air mata yang terus mengalir. Kepergian Ziana dari rumah ini membuatnya terpuruk, hanya selang infus yang setia bersamanya.
Marcell menghampiri dengan raut wajah kesedihan, akhirnya setelah Indira meninggal Ia melihat lagi hal yang sama. Amelia terbaring tak berdaya seperti Indira dulu.
Ia duduk dan menggenggam tangannya. "Sayang, kamu harus bertahan semua ini demi anak di dalam rahimmu!" Tuturnya sambil menangis.
Iya, meskipun keadaannya tidak baik. Tapi janinnya mampu untuk bertahan, sekarang usianya sudah mencapai 28 Minggu. Amelia selalu merasakan pergerakan di perutnya tapi Ia benar-benar tak bisa bergerak ataupun bicara.
Mama Anita nampak menghampiri, Ia menatap Amelia dengan kesal.
"Kenapa setiap menantuku harus menyusahkan? Aku tidak tahu, dosa apa yang mereka lakukan hingga mendapatkan siksaan yang seperti ini!" Tuturnya ketus.
"Ma, jangan bicara seperti itu! Semua ini gara-gara Mama, andai saja Mama tidak egois dan mengusir Ziana mungkin semua ini tidak akan terjadi!" Teriak Marcell yang sudah geram akan kelakuan dari Sang Mama.
Hati Mama Anita nampak sakit mendengar ucapan sang Anak yang bernada tinggi.
"Marcell, tega kamu bicara seperti itu kepada Mama." Jawabnya sambil menangis.
"Kenapa Ma, aku harus menjaga kata-kata kepada Mama? Sedangkan, Mama sendiri tidak pernah begitu. Sudah 2 kali, Mama membuat istriku tak berdaya di tempat tidur." Teriaknya yang histeris.
Mama Anita menggelengkan kepalanya. "Jadi kamu menyalahkan Mama?" Ucapnya dengan air mata yang mengalir.
Marcell tak menjawab, Ia hanya diam. Mama Anita benar-benar sakit hati, Ia pun pergi dengan air mata yang terus mengalir.
Mama Anita bermaksud untuk pergi dari rumah, Ia segera mengemasi barang-barangnya dan memasukkan ke koper. Meskipun ragu, tapi Ia memberanikan diri. Ia yakin jika sang anak tidak akan tega melihat sang Mama pergi.
Setelah berkemas, Mama Anita pergi ke kamar Marcell untuk berpamitan. Ia terlihat masih memasang wajah dingin.
"Cell, Mama pergi dulu. Mama harap kamu tidak akan menghalangi keinginan Mama untuk pergi dari rumah ini. Mama capek, hidup bersama anak dan menantu yang tidak pernah menghargai." Tutur Mama Anita sambil menenteng koper.
"Silahkan Ma, bukan maksudku mengusir tapi ini adalah keinginan Mama. Aku berharap di luar sana Mama bisa mengerti, apa yang di sebut keluarga." Jawabnya dengan tatapan dingin.
Mama Anita membulatkan matanya, karena terkejut mendengar jawaban dari sang anak. Ia tak mengharapkan jawaban seperti ini, tadinya Ia ingin jika sang anak takluk karena melihat dirinya akan pergi.
"Jadi, kamu sudah tidak menyayangi Mama lagi!" Tuturnya sedih.
"Bukan aku yang tidak sayang, tapi Mama. Sudah 2 kali aku menikah dan kehidupanku hancur karena aturan-aturan konyol dari Mama." Jawabnya dengan linangan air mata.
"Jadi kamu menyalahkan Mama, pernikahan kalian memang sudah salah dari awal dan Mama yakin semua ini karma untuk Amelia." Teriak Mama Anita yang merasa dirinya benar.
"Cukup ma, jangan ucapkan lagi. Seharusnya Mama sadar, semua ini karma untukku. Karena aku menjadi lelaki yang plin-plan dan kena hasutan dari Mama." Jawabnya sambil menyunggingkan senyum.
Mama Anita benar-benar kecewa, Ia segera pergi dari rumah. Marcell menatap kepergian sang Mama dengan kesedihan.
"Maafkan aku Ma! Semoga saja, Mama bisa sadar dan tidak meremehkan yang namanya menantu." Ucapnya sedih.
Mama Anita menarik koper dengan begitu emosi, rasa kecewanya begitu dalam karena Marcell lebih memilih istinya yang terbaring di ranjang dari pada dirinya yang telah mengandung dan membesarkannya.
"Kamu terus saja membela Amelia, Mama yakin sebentar lagi kamu akan mengemis dan meminta Mama untuk pulang." Celotehnya.
Mama Anita terus berjalan tanpa arah, Ia tak memperhatikan jalan hingga langit pun mulai gelap. Ia melihat sekeliling dan tak tahu ada di mana.
"Loh, kok aku bisa di tempat kumuh seperti ini! Dimana ini, apa aku salah jalan..." Tuturnya yang bingung.
Mama Anita berjalan dan menghampiri para pemuda yang sedang duduk santai di pos ronda. Para pemuda itu nampak sedang memegang botol minuman sambil bermain Remi.
"Maaf, kalau jalan utama di mana yah?" Tanyanya dengan sopan dan ragu.
Semua pemuda itu nampak menatap Mama Anita, mereka memberikan isyarat mata melihat penampilan dan kopernya.
Seorang pemuda bangkit dan menghampiri. "Memangnya ibu mau kemana?" Tanyanya dengan senyum jahat.
Mama Anita merasa ada yang janggal, Ia segera pergi dengan langkah yang cepat.
"Ya ampun, kok bisa aku sesial ini!"
Keempat pemuda itu mengejar, maklum Mama Anita menggunakan sepatu hill dan Ia tak bisa berlari dengan cepat. Hingga akhirnya, Ia sampai di tempat sepi. Mereka mengepung Mama Anita.
"Pergi...pergi....!" Tolong..." Teriak Mama Anita yang ketakutan.
"Ibu tenang saja, kami bukan orang jahat." Tuturnya sambil tertawa lepas.
Mereka nampak tertawa bahagia, Mama Anita begitu takut dan hanya bisa menangis. Mereka merampas koper dan perhiasan yang menempel di tubuhnya.
"Jangan saya mohon, kembalikan...!" Pintanya.
"Banyak juga emasnya, kita kaya! ha...ha...ha..." Ucapnya salah seorang pemuda sambil menggenggam perhiasan.
Setelah selesai merampas, mereka pun pergi dan Mama Anita hanya bisa menangis. Ia bingung harus pergi ke mana karena uang dan handphonenya sudah tidak ada.
"Ya Tuhan, kenapa nasibku bisa sesial ini!" Teriaknya sambil menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
mamak"e wonk
karma...
2022-05-06
1
komang Budiasa
na lo kapok ...tuh mamah
2022-04-13
2