Ziana pergi ke kamarnya dan menelpon kedua sahabatnya. Tapi nomer mereka tidak aktif dan Ia menelpon Gara tapi sama saja.
Mereka bagai di telan bumi, Ziana begitu stres dan membanting handphonenya.
"Kenapa hidupku jadi seperti ini?" Teriaknya sambil menangis dan meremas rambutnya sendiri.
Ziana benar-benar merasa hancur, tak ada seorang pun yang percaya akan ucapannya. Semua sahabatnya menjauhi dirinya dan begitupun dengan Mana Anita dan Papanya.
Yang selalu ada bersamanya hanya Amelia. Ia merawat Ziana dengan telaten, meskipun Amelia mencoba untuk tegar tapi melihat keadaan Ziana yang semakin terpuruk menjadikan beban di pikirannya.
Perutnya terasa sakit dan di kakinya terlihat mengalir darah segar. Amelia begitu panik dan berteriak memanggil suaminya.
"Cell... Marcell...!" Teriak Amelia dengan begitu histeris.
Marcell segera menghampiri dan Ia begitu panik melihat darah yang sudah berceceran di lantai. Ia segera merangkul istrinya dan membawanya ke rumah sakit.
Mama Anita yang mendengar semua itu nampak panik dan Ia mengikuti dengan mobil yang berbeda.
"Ya Allah, cobaan apa lagi ini?" Ucapnya yang terlihat sedih.
Setelah sekian lama melajukan mobilnya, akhirnya mobilnya sampai di rumah sakit. Ia dengan panik memanggil suster dan dokter.
"Suster, Dokter...! Tolong istri saya!" Teriaknya.
Dokter dan suster segera tiba, Marcell merangkul Amelia yang sudah tak berdaya. Ia membaringkan tubuhnya di tempat yang di sediakan dokter. Mereka segera membawa keruangan UGD.
Marcell hanya bisa menatap sedih mengintip dari kaca yang ada di pintu. Tak lama Mama Anita datang menghampiri dan Marcell pun segera memeluknya.
"Ma, kenapa semua ini bisa terjadi?" Tanyanya yang terlihat sedih.
"Kamu yang sabar yah sayang, kita doakan saja semoga keduanya selamat." Tutur Mama Anita menenangkan.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya dokter keluar dengan keringat di wajahnya. Marcell segera menghampiri dan menanyakan keadaan Amelia.
"Dok, bagaimana keadaan istri saya dan bayinya?" Tanya Marcell dengan cemas.
"Buruk! Pasien mengalami pendarahan dan semua itu di pacu karena stres berat. Saya memberikan obat penguat kandungan, semoga saja dalam semalam janinnya bisa terselamatkan." Jawabnya.
Marcell nampak menangis dan begitupun Mama Anita. Dokter pun akhirnya pergi dan mereka terduduk di kursi.
"Ma, perlakuan kita kepada Ziana membuat Amelia menjadi seperti ini!" Ucap Marcell.
"Iya, Mama tahu itu."
"Ma, jika bayinya selamat berjanjilah untuk bersikap baik kepada Ziana. Semua ini demi penerus keluarga kita." Tutur Marcell dengan tatapan penuh harapan.
"Baiklah, Mama janji akan mencoba menerima Ziana. Semua ini Mama lakukan untuk mengurangi beban pikirannya Amelia." Jawabnya.
Mereka pun saling berpelukan dan berdoa dalam hati. Mereka berharap, janin di kandungan Amelia bisa bertahan.
...
Di tempat lain...
Terlihat seorang pemuda tengah di bawa paksa. Ia terus berontak tapi tenagannya tak sepadan dengan dua orang lelaki bertubuh kekar yang memegangi kedua tangannya.
"Lepaskan...! Kalian mau apa, uang atau apa?" Berontak nya.
"Tuan muda! Kami hanya menjalankan perintah, tolong jangan membuat kami kesulitan." Jawab salah seorang lelaki kekar itu.
Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah besar dan megah. Rumah yang menggunakan gaya Eropa di balut dengan warna putih dan kuning keemasan. Di depannya, terlihat taman bunga yang indah dengan kupu-kupu yang menambah keindahannya.
Mereka pun masuk dan terlihat seorang lelaki sekitar 45 tahunan tengah duduk di sofa mewah sambil menghisap rokoknya. Ia terlihat menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang, sayang?" Sapanya.
"Pa, semua ini tidak lucu! Aku tidak suka di bawa paksa seperti ini." Teriaknya.
Lelaki itu nampak menyunggingkan senyumnya. "Kau ternyata sudah dewasa tapi sayang penampilanmu ini membuat ku kecewa." Tuturnya.
Kedua lelaki itu melepaskan pemuda itu dan mereka pun pergi. Pemuda itu nampak duduk dengan kesal.
"Apa yang kau inginkan?" Tanyanya.
"Rendi! Sudah 5 tahun lamanya kau tak pulang. Papa tahu, kau bisa hidup di luar sana tapi kau adalah satu-satunya penerus di keluarga ini." Ucapnya.
"Aku sudah pernah bilang, menikahlah lagi. Agar kau bisa mendapatkan penerus yang baru, aku tidak membutuhkan semua ini. Aku hanya ingin hidup bebas tanpa ada aturan-aturan yang membosankan." Jawabnya ketus.
Rendi adalah anak orang terkaya se-Indonesia. Tapi Ia memilih kabur dari rumah karena tak ingin mendapatkan tekanan di hidupnya. Rendi adalah seorang anak yang kurang kasih sayang, karena sang Papa selalu tidak punya waktu untuknya.
Mamanya pun sudah meninggal saat usianya masih berumur 10 tahun. Papanya tidak pernah menikah lagi, karena cintanya teramat dalam kepada sang istri.
Tapi aturan yang terus menerus di lontarkan oleh sang Papa membuatnya kesal dan Ia pun melarikan diri. Baru kali ini, Ia kembali ke rumah dan itupun karena paksaan.
Rendi bangkit dari duduknya, Ia pergi ke kamarnya dengan wajah muram.
"Kenapa aku harus kembali ke dalam kerangkeng ini lagi?" Tanyanya sambil menghela nafas panjang.
tok...tok...
Terdengar suara ketukan di pintu, Rendi nampak malas dan memilih untuk diam.
"Den, ini Bibi!" Teriaknya dari luar.
"Bibi...!" Batinnya.
Rendi bangkit dari tempat tidurnya, Ia berjalan menuju pintu dan segera membukakan pintunya.
"Bibi...!" Ucapnya dengan berkaca-kaca.
Bibi pun tersenyum, Ia segera masuk dan menyimpan nampan yang berisi air di atas meja. Ia segera memeluk Rendi dengan erat.
"Aden kemana saja? Bibi khawatir banget sama Aden!" Ucapnya.
Rendi membalas pelukannya, Ia nampak menitikkan air mata.
"Aku baik-baik saja, bi!" Jawabnya.
Bibi adalah seorang yang berharga di hidup Rendi. Ia yang merawatnya setelah Ibu Rendi meninggal. Bibi begitu menyayangi Rendi dan begitupun sebaliknya.
Bibi melepaskan pelukannya dan menatap Rendi dengan lekat. Ekspresi nya yang tadinya sedih pun berubah, saat melihat penampilan Rendi yang seperti anak begajulan.
"Kamu kenapa menggunakan anting dan lihat pakaianmu seperti orang kekurangan bahan." Ucap Bibi sambil menjewer telinganya.
"Ampun bi, ini hanya tempelan." Jawab Rendi sambil melepaskan anting magnet di telinganya.
"Cepat ganti bajumu! Bibi tidak suka melihatnya." Teriak bibi yang seketika menjadi galak.
Rendi menurut dan Ia segera mengganti pakaiannya dengan yang lebih layak. Setelah selesai Rendi pun keluar dan terlihat bibi tersenyum bahagia.
"Nah, ini lebih baik!" Tuturnya.
Rendi berbaring di paha Bibi, Ia terlihat manja dan seperti anak kecil. Bibi memainkan rambut Rendi Sambil sesekali menyisirnya.
"Den, jangan pergi lagi. Kasian sama bapak, dia sekarang sudah tua dan Ia juga sudah sakit-sakitan." Tuturnya.
"Aku tak peduli, lagi pula dia tidak pernah menyayangiku." Jawabnya sambil memonyongkan bibirnya.
Bibi pun tersenyum. "Andai saja kamu tahu betapa khawatirnya dia! Setiap orang tua berbeda, ada yang memperlihatkan kasih sayangnya dan ada juga yang tidak. Setiap malam, Ia selalu mengigau memanggil namamu." Ucap Bibi.
"Masa sih, aku tak percaya itu!" Jawabnya.
Bibi meraih laptop dan membuka rekaman Cctv yang mengarah ke ruangan majikannya.
"Kamu bisa melihatnya sendiri!"
Rendi melihat gerak-gerik sang Papa. Matanya terlihat tak mengedip, Ia penasaran dengan apa yang di katakan Bibi. Di laptop terlihat Pak Anggara sedang meraih foto Rendi, Ia tersenyum dan mencium foto tersebut. Hingga akhirnya Pak Anggara tertidur sambil memeluk foto sang anak.
Rendi yang melihatnya nampak tak percaya, tapi semua ini nyata. Ia akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah ini dan melebarkan senyumnya.
"Ternyata, Papa menyayangiku! Selama ini aku sudah salah menilai nya." Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
lovely
yg hamil ziana antra gara atau Rendi tapi masih bingung apa.tujuannya😕
2022-04-08
2