Setelah sekian lamanya Ziana berada di rumah Rendi, akhirnya Ia memberanikan diri untuk keluar dari kamarnya. Ia mulai sarapan di meja makan dan Bibi menyambutnya dengan hangat.
"Pagi, Nona! Akhirnya anda bersedia sarapan di meja." Tuturnya sambil tersenyum.
"Iya, bi! Aku jenuh tinggal di kamar terus." Jawabnya sambil tersenyum.
Disaat mereka tengah berbincang, Pak Anggara datang dan Ziana tak bisa berkata-kata lagi. Pak Anggara duduk berhadapan dengan Ziana, Ia menatap wajahnya dan raut wajahnya yang dingin berubah menjadi ramah.
"Ziana, itu nama mu kan?" Tanyanya.
Ziana pun menganggukkan kepalanya. "Iya, om!"
"Kenapa masih panggil, Om? Panggil saja Papa, lagi pula sekarang kau adalah menantuku." Jawabnya.
"Terimakasih, Om...! Eh, ..Pa..papa.." Ucap Ziana yang mengulangi ucapannya.
Pak Anggara tersenyum tipis. "Kau tidak perlu sungkan, saya akan memperlakukanmu dengan baik di rumah ini. Asalkan dengan satu syarat.."
"Syarat...?" Ucap Ziana sambil mengangkat wajahnya.
"Iya, saya harap kau tidak menyakiti Rendi. Sudah cukup, saya menjadi orang tua yang gagal untuknya. Saya berharap, kau bisa membahagiakan Rendi." Tuturnya dengan raut wajah sedih.
Ziana menatap wajah Pak Anggara, Ia tahu jika dia sangat menyayangi Rendi. Tapi keduanya, tidak bisa mengungkapkan kasih sayangnya.
"Iya, Pa! Aku janji, akan menjadi istri yang baik dan bisa membahagiakan Rendi." Jawabnya.
Pak Anggara pun tersenyum dan Ia mengajak Ziana untuk sarapan bersama. Rendi tak ikut sarapan, karena Ia sudah berangkat di pagi buta.
Setelah selesai, Ziana membantu Bibi untuk membereskan piring kotor. Tak lupa, Ia juga mencuci piring.
"Non, sudah biar bibi saja! Nona sedang hamil dan sebaiknya istirahat." Tuturnya.
"Tidak apa-apa, bi! Lagi pula, saya sudah lama disini dan istirahat terus. Meskipun saya sedang hamil, tapi saya perlu gerak agar bayinya bisa sehat." Jawab Ziana sambil tersenyum.
Bibi terlihat senang, Ia tak menyangka jika Ziana akan seramah dan sebaik ini. Setelah selesai, Ziana membuatkan teh untuk Pak Anggara. Sebelum membuatnya, Ia menanyakan dulu kepada Bibi minuman apa uang di sukai oleh sang mertua.
"Pa, teh nya!" Ucapnya sambil meletakkan teh dan cemilan di atas meja.
"Terimakasih, duduk dulu! Saya butuh teman ngobrol."
Ziana menganggukkan kepalanya dan duduk. Meskipun ragu, tapi Ia mencoba memberanikan diri untuk dekat dengan sang mertua.
"Papa, tidak ngantor?" Tanyanya.
"Tidak, Papa ingin Rendi belajar memegang tanggung jawabnya." Jawabnya.
Ziana mengangguk dan suasana pun terasa canggung kembali. Pak Anggara menyimpan koran yang tengah dibacanya.
"Berapa minggu, usia kandungan mu?" Tanyanya.
"16 Minggu, Pa!"
Pak Anggara tersenyum. "Papa senang, sebentar lagi akan ada tangisan bayi di rumah ini. Dan semoga, kamu dan bayi dalam kandungan di berikan kesehatan dan kelancaran."
"Amin...!"
Ziana terlihat senang, meskipun Pak Anggara bersikap dingin kepada Rendi. Tapi Ia memperlakukan dirinya dengan baik.
Siang pun tiba...
Ziana, Bibi dan Pak Anggara nampak tengah berbincang bersama. Mereka terlihat menjadi keluarga yang lengkap dan disaat itu pun Rendi datang sambil menenteng kresek yang berisi makanan.
Rendi melihat senyuman dari Papanya yang tak pernah Ia lihat. Dan Ziana pun terlihat bahagia, mereka akrab dan semua itu membuat dirinya lega.
"Siang semuanya..!"
Semuanya nampak menoleh dan Pak Anggara menatapnya dengan tajam.
"Rendi, kenapa kamu pulang? Papa tidak ingin kamu berleha-leha seperti ini!" Tanyanya dingin.
"Pa, ini waktunya istirahat. Aku membawakan makanan untuk Ziana, karena aku pikir dia pasti tidak mau keluar dari kamarnya." Tuturnya.
Ziana menatap Rendi, matanya berkaca-kaca mendapatkan perlakuan baik dari Rendi.
"Kamu bawa apa?" Tanyanya dengan bahagia.
"Aku bawa steak kesukaan kamu dan rujak. Kali aja kamu ngidam dan tak berani bilang sama aku." Ucapnya.
"Rujak...!" Ucap Ziana sambil mengambil kresek tersebut dari tangan Rendi.
"Eh, kok main serobot aja!"
"Katanya buat aku!" Jawab Ziana sambil memakan rujak yang dibawa Rendi.
Rendi menatap kaget dengan Ziana yang terlihat lahap menikmati rujaknya. "Apa kamu kerasukan, pelan-pelan nanti ke selek." Ucapnya sambil duduk di samping Ziana.
"Kamu tahu, aku sudah seminggu ini ingin rujak. Tapi aku tak berani bilang, karena kamu akhir-akhir ini selalu sibuk." Jawabnya dengan mulut yang penuh.
Rendi mencubit hidung Ziana. "Lain kali kalau kamu mau sesuatu bilang sama aku! Aku pasti akan beliin, asalkan itu masih normal." Ucapnya.
"Maksudnya normal?"
"Iya, aku gak mau meneruti wanita hamil yang permintaannya aneh-aneh. Diluar sana, banyak wanita hamil yang ngidam ingin meminta sesuatu yang sulit untuk di lakukan."
"Aku tuh masih normal tahu!" Jawabnya sambil memonyongkan bibirnya.
Sudah 30 menit Rendi kembali ke rumah, akhirnya Ia pamit dan bermaksud untuk ke kantor lagi. Ziana mengantarnya sampai depan rumah.
Ia menggenggam tangan Rendi dan tersenyum. "Terimakasih, karena kamu bisa membuatku tersenyum!" Tuturnya.
Rendi mencubit pipi Ziana. "Kamu itu istriku dan bayi ini adalah anak kita." Ucapnya sambil mengelus lembut perut Ziana.
Ziana tersenyum dan Rendi pun pamit. Ziana melambaikan tangannya.
"Hati-hati dijalan, ingat jangan ngebut!" Teriaknya.
"Oke sayang!" Jawab Rendi sambil melajukan mobilnya.
Ziana terdiam. "Sayang...!" Entah kenapa, kata-kata itu membuat Ziana tersenyum sendiri. Ada rasa bahagia di hatinya.
"Mungkinkah, aku sudah mulai mencintai nya! Lebih baik aku mulai membuka hati dan perhatian kepada Rendi. Meskipun Rendi telah melakukan kesalahan besar, tapi dia bertanggung jawab dan bisa membuatku bahagia." Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
mamak"e wonk
cinta bisa ngelakuin segala nya..demi orang yg dicintainya untuk bahagia..termasuk menikahi ziana..walaupun bukan bayi rendi tapi iya mencintai ziana dan calon bayi nya....so sweeettt...🥰🥰🥰💞💞
2022-05-06
3
lovely
bukannya s gara kan yg ngelakuin nya 🤔
2022-04-16
2