"Kau ingin menunjukkan kehebatanmu di sini, Bajingan!" Rudolf memelintir tangan Steven karena pemuda itu menolak melakukan apa yang diperintahkan Rudolf kepadanya. Ia tidak memiliki kepentingan atau pun keinginan dengan di kanibal itu, sehingga semua permintaan pria itu ia abaikan begitu saja. Jika saja Riston bukan pria yang memiliki barang-barang terlarang, ia juga tidak akan sudi merendahkan dirinya dengan cara menjijikkan. Sayang, ia sudah menjadi pecandu sekarang.
Saat Rudolf meminta Steven melayani nafsu pria itu, Steven menolak dan berujung adu jotos. Tubuhnya yang kalah kekar, jelas kalah dalam satu kali pukulan. Kini wajahnya di tekan dengan kuat ke dinding. Darah seger terlihat mengalir dari sudut bibirnyan. Kedua tangannya dipelintir ke belakang, di tahan dengan kuat.
"Katakan kau bersedia, maka akan kulepaskan." Ucap Rudolf dengan seringai menjijikkan.
"Ciih!!" Steven meludahi wajah pria itu. Terang saja Rudolf semakin berang. Diangkatnya tubuh Steven dan dibantingnya ke lantai hingga terdengar bunyi 'krek' pertanda ada tulang yang patah. Dimintanya Bison dan yang lainnya menahan tubuh Steven dalam keadaan telentang. Lalu Rudolf menurunkan celananya dan memasukkan miliknya secara paksa ke dalam mulut Steven. Steven menggeleng ke kiri, ke kanan, hingga mendongak, menolak untuk memenuhi hasrat menjijikkan pria itu.
Tangisan kembali meluruh dari kedua matanya. Tidak ada yang merasa kasihan sama sekali. Bahkan beberapa sipir yang lewat hanya menyeringai dan menggelengkan kepala, lalu berlalu begitu saja. Hei, dimana rasa kemanusiaan mereka?
Tidak ada cara lain, Steve harus melawan. Dibiarkannya Rudolf memasukkan milik pria itu ke dalam mulutnya dan Steven pun melancarkan aksinya. Menggigit pusaka pria itu dengan sepenuh hati. Rudolf menjerit histeris, bukan jeritan kenikmatan, melainkan jerit kesakitan yang tidak tertahan.
"Bajingan!!" Ditariknya Steven agar berdiri lalu diserangnya wajah Steven menggunakan kepala. Darah segar pun bercucuran dengan deras dari hidung Steven hingga akhirnya pemuda itu jatuh pingsan.
🐀
Satu kali seminggu, relawan datang mengunjungi penjara tersebut. Memberikan makanan yang lawak bagi para tahanan dan kedatangan para relawan merupakan suatu berkah bagi para napi tersebut.
Aroma makanan enak dan sehat tercium. Para napi mulai menyerbu masuk. Berbaris dengan rapi dan tertib walau wajah-wajah tidak sabar jelas terlihat. Ini kebebasan bagi mereka. Kebebasan menikmati makanan sehat walau kenyataannya dijatah juga.
Ini kali pertama Steve ikut bergabung karena sebelum-sebelumnya, ia selalu jatuh pingsan saat para relawan tersebut hadir.
Sejauh mata memandang, Steve tidak melihat ada wanita sama sekali. Syukurlah, bisa gila para wanita jika ditempatkan di penjara yang terisolasi ini. Steve tidak tahu berapa luas aula tempat ia berpijak sekarang, tapi ia baru menyadari jika jumlah para napi ternyata sangat banyak. 700-1000 adalah perkiraannya.
"Lanjut," seruan seseorang menyadarkannya. Gilirannya untuk maju. Seseorang memberikan piring, Steve menganggukkan kepala sedikit sebagai ungkapan terima kasih. Pun ia mengisi piringnya dengan nasi. Nasi bisa diambil sepuasnya, tapi tidak dengan lauk. Para relawan lah yang mengisi piring-piring tersebut.
Steve mengernyit saat piringnya diisi dengan lauk yang cukup banyak. Berbeda dengan para napi lainnya. Selain itu, Steve juga diberikan susu. Susu yang tidak didapatkan oleh para rekannya.
"Habiskan susumu dan minum lah beberapa vitamin." Diletakkan beberapa butir vitamin di atas piringnya.
Steve mengangkat kepala, dahinya sedikit mengernyit melihat sosok pria yang memperlakukannya dengan sedikit berbeda. Sayang, ia tidak bisa melihat wajahnya. Para relawan tersebut mengenakan masker dan penutup kepala.
"Aku baru melihatmu, kau tahanan baru?"
Steve hanya menganggukkan kepala.
"Apa yang kau berikan, Ivarez?" Seorang petugas menatap pria tersebut dengan sorot curiga. "Kau memberikannya ekstasi?" tuding petugas itu kemudian.
Terdengar tawa rendah dari balik masker pria yang bernama Ivarez tersebut. "Kau bisa memeriksanya, Johanson. Itu hanya beberapa butir vitamin. Dan dari yang kulihat, kalian justru sudah membuatnya menjadi seorang pecandu."
"Lakukan dengan cepat, waktumu hanya sampai jam 4 sore, Ivarez."
"Aku akan selesai sebelum jam empat."
"Jangan berdiri di sana. Ambil tempat dudukmu dan nikmati makananmu!" Hardik si petugas kepada Steve. Steve bergegas dan mengambil posisi yang berdekatan dengan meja para relawan yang sedang membagi makanan. Ia memperhatikan pria bernama Ivarez tersebut. Beberapa kali, pria itu juga menoleh ke arahnya.
"Apakah kegiatan kemanusiaan ini salah satu upaya yang kau gunakan untuk pengalihan isu atas berita miring yang dituduhkan kepadamu?"
Satu bulan yang lalu terjadi pembunuhan salah satu seorang menteri yang disiarkan secara langsung. Aksi berani tersebut benar-benar menggegerkan. Sebelum pembunuh tersebut melenyapkan sang menteri dengan menembak kepalanya, si pembunuh membeberkan fakta bahwa sang menteri menjadikan rumahnya sebagai markas para pemuja iblis.
Kejadian ini benar-benar membuat FBI, detektif, polisi dan jajarannya kewalahan. Aksi itu dilakukan secara langsung, tapi mereka tidak bisa menebak siapa pelakunya. Tidak ditemukan sidik jari atau petunjuk yang bisa mengantar para polisi kepada si pelaku. Tapi dari postur tubuh yang terlihat, Ivarez tertuduh sebagai tersangka. Pria itu memang kerap dikenal sebagai pembunuh bayaran yang sangat cerdik.
"Aku tidak melihat ada media yang meliput aksi heroinku ini. Tentunya aku tidak keberatan jika para jurnalis meliput kebajikan yang kulakukan ini. Bolehkah aku membawa para jurnalis untuk minggu depan?"
"Aku tidak percaya jika seorang pembunuh bayaran memiliki rasa kemanusiaan."
"Anggap saja ini upaya yang kulakukan untuk meringankan dosa-dosaku." Ivarez memberikan piring berisi makanan. "Nikmatilah. Tidak ada racun di dalamnya," imbuhnya.
Steve mendengarkan perbincangan mereka sambil menikmati makanannya. Kejadian serupa terjadi di minggu berikutnya. Ivarez memberikan makanan berbeda kepadanya. Pria itu juga memberikan obat-obatan setiap Steve terluka.
Tidak ada perbincangan diantara mereka. Selain Steve yang enggan berbicara. Aturan dalam penjara tersebut melarang para relawan berbincang secara khusus dengan para napi.
"Riston dan anteknya menyiksamu lagi?" Steve menganggukkan kepala. Tidak bertanya kenapa Ivarez mengetahui hal tersebut mengingat pria itu hanya seorang relawan. Perbincangan terjadi hanya saat Steve mengambil jatahnya. Dan seperti biasa, hanya gelengan dan anggukan yang ia berikan sebagai respon.
"Bersabarlah, aku akan mengeluarkanmu."
Sontak saja ucapan pria itu membuat Steve terkejut. Riston mengatakan tidak ada celah bagi para napi untuk bisa melarikan diri dari penjara ini. Beberapa orang pernah nekat untuk mencobanya, termasuk Riston sendiri. Riston mendapatkan dua luka tembak di kakinya sedangkan yang lainnya ada yang mati dan ada yang berakhir cacat.
"Bertahanlah hingga hari itu."
Steve baru saja hendak membuka mulut saat petugas datang menghampiri. Steve segera berlalu dan mengambil tempat duduk untuk menikmati makanannya.
Tiga minggu berlalu, Ivarez tidak muncul lagi. Relawan yang membagi makanan juga sudah berganti. Steve juga sudah melupakan apa yang dijanjikan Ivarez kepadanya.
"209, kau kedatangan tamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
~Kaipucino°®™
Bertahanlah nak
2022-11-21
0
mint _diary
OMG KA Iki.. awalnya aku pengen nunggu hurt sampai end. tapi melihat banyaknya saran untuk baca karya ini makanya aku mampir. and finally aku sampai pada bab ini.
aku berasa jatuh cinta Ama si ivarez..
sepertinya mint akan jadi kegantung dengan dua novel yang sama sama Gege. satunya Heli Gavin dan yang lainnya stev ivarez.
ohh thorr.. ku harap mood mu baik dan bisa segera menyelesaikan kedua novel ini. gak sanggup lagi kalau harus kegantung. astga!!
2022-11-09
1
Evelyne
ya Tuhan...semoga Steve punya harapan...
2022-10-28
0