"Ck! Pria yang malang. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Kenapa pemuda ini dikirim ke penjara yang mengerikan ini. Dia masih terlalu muda. Apa kasusnya?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti. Ia hanya akan mati sia-sia di sini. Dari yang kudengar, dia memperkosa dan membunuh korban."
"Oh, Tuhan, dia tidak terlihat seperti itu. Apakah dia benar-benar melakukannya?"
"Hanya Tuhan yang tahu."
"Ini kejahatan pertamanya? Harusnya ia masih diberi kesempatan. Ayolah, masa depannya masih panjang. Penjara ini neraka. Penghuninya tidak ada yang betul. Berapa lama hukuman yang diberikan kepadanya."
"Dua puluh tahun."
"Oh.." Pria itu memekik kaget. "Dia mengalami dehidrasi juga kelaparan. Tubuhnya juga mengalami alergi." Ya, pria itu adalah seorang dokter.
"Sepertinya ia sengaja membuat dirinya kelaparan."
"Agar dia mati?" Tebak sang dokter. Pria lainnya menjawab dengan anggukan kepala. Si dokter tersebut mendesaah. "Memangnya siapa yang sanggup memakan makanan busuk itu?"
"Riston dan yang lain sanggup," sahut pria itu ringkas.
"Siapa yang mengirimnya kemari. Tidak bisakah pemuda itu diberi kesempatan. Ini bukan tempatnya, Kawan."
"Pax Willson. Jika kau punya nyali, coba kau ajukan hal tersebut kepadanya."
Si dokter tampak terkejut. "Maksudmu, Pax Willson lah yang secara khusus meminta agar pemuda itu ditahan di sini?" Kembali si dokter mendapat anggukan kepala sebagai jawaban.
"Astaga, apa yang terjadi?"
"Oh dia sudah sadar."
Secara perlahan, Steve membuka mata. Sebenarnya, sejak lima menit yang lalu ia sudah bangun dan mendengar sebagaian perbincangan keduanya. Termasuk tentang Willson yang mengirimnya kemari. Apa artinya semua ini? Inikah cara busuk yang bisa dilakukan Pax Willson untuk melindungi anak-anaknya. Kenapa pria itu harus melakukan ini? Bukankah skenario sudah ditetapkan, andai Steve membuka mulut sekalipun, tidak akan ada yang mendengar suaranya.
"Kau sudah bangun, Son?" Terlihat jika sang dokter tersebut merasa lega. Orang pertama yang sepertinya memiliki nurani yang ia temui di sini, di penjara neraka ini. Tapi omong-omong, sudah berapa lama ia tidur?
"Kau tidak sadarkan diri selama tiga hari," dokter itu mengumkan seakan bisa membaca apa yang sedang dipikirkan Steve. "Bagaimana perasaanmu?"
Hancur, berantakan. Itulah yang ingin Steve katakan. Tapi, Steve memilih diam. Yang ia lakukan adalah menatap dua pria asing di hadapannya.
Dokter tersebut berbalik, mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Steve. "Makanlah. Kau butuh tenaga untuk menghadapi semuanya, Son." Sebuah kotak bekal diletakkan di atas nakas, lalu si dokter tersebut membantu Steve untuk duduk. Steve tidak menolak, perutnya juga sudah sangat lapar sekali. Ah, betapa senangnya ia saat membuka kotak bekal tersebut. Makanan sehat, bergizi dan higenis. Steve seolah baru mendapatkan harta karun. Matanya berbinar cerah melihat apa yang tersaji di atas pangkuannya. Sepotong daging, kentang, telur, sosis, dan beberapa buah. Dengan lahap ia segera menikmati makanan tersebut.
"Apa masalahmu dengan Brian, Kawan?" Pria lain yang ada di ruangan tersebut tiba-tiba bertanya. Dari seragam yang dikenakan pria, Steve tahu jika pria itu salah satu pegawai di penjara yang terisolasi ini.
Steve menghentikan kunyahannya, tapi ia tidak menjawab pertanyaan pria itu. Steve justru menatap, menuntut si petugas untuk menjelaskan arti pertanyaan tersebut.
"Brian secara khusus meminta Riston dan kelompoknya untuk menyulitkanmu."
Steve kembali melanjutkan makannya. Willson mengirimnya kemari dan putra sang presiden secara khusus menyulitkannya dalam arti ingin melenyapkannya. Wah, benar-benar sekumpulan bengsyat yang menjijikkan.
"Apa kau masih kurang?" Tanya si dokter begitu Steve meletakkan kotak bekal tersebut di atas nakas.
Steve menggeleng, "Terima kasih," ucapnya tulus. Si dokter tersenyum sembari menepuk bahu Steve.
"Andai bisa, aku akan mengantar makanan yang layak untukmu, Son. Tetapi sayang sekali, penjara ini bukan tempat yang bisa didatangi sesuka hati. Satu kali seminggu, para relawan akan datang memberikan makanan bergizi. Tetaplah hidup, setelah badai sekalipun pelangi akan tetap muncul."
Steve tidak menanggapi ucapan tersebut. Ia tidak yakin apakah ia akan bisa melihat pelangi tersebut.
"Dia sudah sadar, saatnya kau kuantar pulang, Marquez."
Dokter itu menarik napas panjang. Tugasnya selesai, ia akan kembali jika memang ada yang terluka.
"Sipir akan datang menjemputmu. Kau juga akan kembali sel."
"Setelah apa yang terjadi, kalian masih memasukkannya ke dalam ruangan yang sama dengan Riston?" Marquez melayangkan protes, menatap tidak percaya kepada pria yang ada di sampingnya. Merquez terlihat kecewa. Apakah tidak ada satupun manusia yang di penjara ini yang memiliki secuil rasa kemanusiaan?
"Jangan menatapku seperti itu Marquez," pria itu mengidikkan bahu. Wajahnya tampak frustasi. "Aku hanya pekerja di sini. Semua keputusan ada pada petinggi."
Marquez hendak membuka mulutnya, tapi kemudian ia mengatupkannya kembali. Seperti yang dikatakan temannya, mereka tidak bisa melakukan apa pun. Sebelum beranjak dari tempatnya, Marquez hanya bisa menatap Steve dengan sorot mata menyesal.
Setelah Marquez keluar, dua orang sipir masuk untuk membawa Steve kembali ke ruang tahanan. Penderitaannya akan kembali lagi.
"Wuah, lihat siapa yang datang?" Bison menyambutnya dengan seringai iblis. Rudolf pun ikut menoleh. "Kau terlihat lebih sehat setelah tiga hari tidur nyenyak, Kawan." Bison merangkul pundaknya yang ditepis Steve dengan segera.
"Jangan menyentuhku dengan tanganmu yang menjijikkan!"
"Ouh, dia mulai menunjukkan taring," Rudolf memanas-manasi.
Bison langsung bereaksi, mendorong tubuh Steve yang memang kalah kekar daripada pria itu. Steve tersungkur ke hadapan Riston yang sedang menikmati sabunya.
"Selamat bergabung kembali, Nak. Cobalah!" Riston mengarahkan alat isap barang terlarang itu ke mulut Steve. Terang saja Steve menolak. Jangankan menikmati barang terlarang itu, merokok pun, Steve belum pernah.
"Ini akan membuatmu merasa lebih tenang, damai dan melayang." ucap pria itu, mencoba merasuki.
Steve berdiri, berniat hendak beranjak. Namun, kedua tangannya dicekal. Ia dipaksa duduk dan membuka mulut. Alat isap itu dimasukkan ke dalam tubuhnya.
"Kau akan merasakan sensasinya. Ini luar biasa." Riston mengembuskan asap ke wajah Steve, kemudian kembali mengisap barang haram itu dari alat isap lainnya. Sementara Steve masih berusaha menolak, meronta, agar barang terlarang itu tidak masuk ke dalam tubuhnya. Malang sekali, Riston tidak membiarkan hal itu sama sekali. Dengan kejam Riston mengambil alat suntik dan menancapkannya ke urat nadi pemuda itu. Barang haram tersebut akhirnya masuk ke dalam tubuh Steve.
Semuanya lalu kembali tertawa. Steve dipaksa menjadi seorang pecandu. Selama dua hari berturut-turut mereka meracuni tubuh Steve dengan barang terlarang tersebut. Lalu seminggu kemudian mereka menghentikannya.
Steve meriang, menggigil kedinginnan, sakau dan menginginkan barang tersebut. Mereka berhasil membuat pria malang itu menjadi seorang pecandu narkoba.
"Berikan lagi, aku mohon." Ah! Steve yang menyedihkan.
Riston dan yang lain tertawa puas.
"Memohon lah dengan benar, Nak!"
Steve merangkak, bersujud di kaki Riston hanya untuk satu atau dua kali isapan dari barang haram tersebut. Steve benar-benar merasakan dahaga dan hanya benda itu lah yang bisa menyelamatkannya. Itulah yang ada di dalam benaknya.
"Riston, berikan lagi, aku mohon."
Riston tergelak, diambilnya alat isap yang sudah disetting untuk siap pakai. Diusapnya di hadapan Steve, wajahnya tampak puas. Lalu diberikannya kepada yang lain dan kembali kepadanya. "Ini enak sakali."
Steven mengiba, tidak sabar ingin mencicipi.
"Kau ingin?"
Steve mengangguk cepat dan mengulurkan tangan untuk merebat botol tersebut. Riston mengelak dan berdiri. "Memohonlah." Tiba-tiba Riston berdiri, menurunkan celana. "Lakukan sesuatu dengan mulutmu dan buatlah aku senang, Nak."
Hancur sudah harga diri Steve. Ia merasa mual dan seketika muntah. Ia menolak, ini terlalu menjijikkan dan mengerikan. Tidak adanya wanita membuat para binatang itu melakukan segala cara untuk memuaskan hasrat mereka.
Riston memakai celananya kembali. "Jika begitu, kau tidak punya pilihan, iris nadimu dan isap darahmu."
Tidak, Steve tidak akan melakukan itu. Ini cara mereka untuk membunuh Steve. Seperti yang dikatakan Marquez, ia harus hidup untuk membalas semua ketidakadilan yang ia dapatkan. Dengan menelan harga dirinya, Steve akhirnya melakukan apa yang diminta Riston. Matanya merah mengeluarkan tangisan. Ia malu kepada dirinya. Ia tidak akan berani bercermin lagi, menatap wajahnya yang penuh dengan hal-hal memalukan. Tapi katakan, apa lagi yang bisa ia lakukan disaat mati bukanlah pilihannya saat itu.
Tidak hanya melayani Riston, Steve juga mulai memakan makanan yang disajikan. Ia harus hidup. Apakah setelah menjadi budak sekss dari Riston, Steve menjadi aman? Tidak Kawan, tidak seperti itu. Steve masih kerap mendapat pukulan. Riston tetap mendapat perintah dan jika pria itu membangkang, barang haram tidak akan dikirim kepadanya. Dan berdasarkan dari apa yang terdengar, Riston tetap bisa menjalankan bisnisnya. Menyelundupkan barang-barang tersebut ke berbagai negara melalui orang kepercayaannya. Dan orang kepercayaannya tersebutlah yang bebas berkunjung melalui bantuan para petinggi tentunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Diii
malang banget ya...Lexi kemana
2023-09-13
0
Lilisdayanti
banyak sekali miteri,,cuma aqu berharap steven kelak bisa kerja sama dengan daren 🤔
2023-06-01
0
~Kaipucino°®™
🤸🤸🤸🤸🤸🤸
2023-04-04
0