"Astaga! Apa yang terjadi denganmu?" Lexi menemukan Olivia sedang menangis di sudut toilet dengan membenamkan wajah di atas lutut. Tanpa melihat wajahnya, Lexi tahu jika itu adalah Olivia dari kepangan rambut dan juga sepatunya. Olivia satu-satunya orang yang mengepang rambutnya ke sekolah setiap hari. Tatanan rambut itu tidak pernah berubah sama sekali, pun dengan sepatu yang gadis itu kenakan. Tidak akan berganti sebelum benar-benar rusak.
Lexi berjongkok di hadapan Olivia, miris melihat nasib gadis itu. Terkadang ia harus bertengkar dengan Isla dan Lily jika mengetahui kedua temannya itu berbuat onar di sekolah. Tapi masalahnya, bukan hanya dua orang itu saja yang mengusik Olivia dan Lexi tidak mempunyai kuasa untuk melindungi Olivia setiap waktu.
"Olive, kau baik-baik saja?" Lexi memegang bahu Olivia dengan lembut dan penuh hati-hati. Khawatir jika sentuhannya bisa membuat Olivia terkejut dan terluka.
Perlahan kepala Olivia terangkat. Mata gadis itu sudah bengkak akibat menangis sejadi-jadinya. Kedua pipinya lebam akibat tamparan yang ia terima berulang kali. Menyedihkan.
Lexi sungguh prihatin melihat keadaan gadis itu. Ia selalu bertanya-tanya kenapa Olivia memilih bertahan disaat pihak sekolah pun tidak bisa melindunginya. Lalu, ia sampai pada kesimpulan jika Olivia terpaksa bertahan karena gadis itu memang tidak mempunyai pilihan.
"Kenapa hidupmu begitu beruntung," cetus Olivia dengan nada getir. Olivia benar-benar cemburu dengan kehidupan Lexi yang bagaikan putri di negeri dongeng. Cantik dan dipenuhi dengan kemewahan berlimpah. Kedua orang tua yang sangat mencintainya, dua saudara laki-laki yang sudah pasti sangat melindunginya. Darren dan Austin. Memiliki banyak teman tanpa Lexi harus repot-repot berbuat baik. Tidak peduli Lexi bodoh atau pintar, karena standar pertemanan di Yale High School adalah seberapa tinggi kastamu. Dan Lexi ada pada urutan teratas. Wajar saja ia menjadi primadona sekolah.
Lexi bukan orang yang pemilih dalam berteman. Ia juga tidak membeda-bedakan kasta. Bukan orang yang sombong juga. Tetapi, apa yang dialami Olivia hari ini membuat gadis itu sedikit marah dan juga cemburu kepada Lexi. Terlebih pukulan yang ia terima membawa nama Lexi dan Steven. Apa salahnya jika Steven menolak Lexi? Itu di luar kuasanya.
"Bibirmu melepuh." Lexi mengabaikan ucapan Olivia yang terdengar begitu menyayat. Diulurkannya tangan untuk menyentuh sudut bibir Olivia dan ia terkejut mendapatkan reaksi Olivia. Gadis itu menepis tangannya dengan kasar.
"Ayo, kita ke ruang kesehatan. Lukamu harus diobati. Astaga, bajumu juga sobek. Baiklah, kau pakai kemejaku saja." Lexi melepaskan kemejanya hingga menyisakan t-shirt putih polos di tubuhnya. Lagi, ia mengabaikan sikap kasar Olivia terhadapnya. Ia bisa mengerti jika Olivia sedang rapuh, sedang marah kepada dirinya sendiri, kepasa keadaan yang tidak berpihak kepadanya juga kepada semesta yang sudah menetapkan skenario.
"Menyingkir dariku, Lexi!" bentak Olivia dengan tatapan nyalang yang mampu membuat Lexi terkejut dan terkesiap. "Apa kau tahu bahwa apa yang kualami ini karena ulah dua temanmu yang sedang membelamu."
Lexi semakin terkejut dengan apa yang dikatakan Olivia. Kenapa Isla dan Lily membawa namanya. Dan kapan kedua gadis itu bisa berhenti menindas orang-orang yang berada di bawah mereka.
"Olive, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku sungguh minta maaf jika ini ada hubungannya denganku."
Olivia tertawa getir. "Apakah semuanya bisa diselesaikan dengan kata maaf? Kau lihat apa yang kudapat? Luka fisik ini tidak seberapa dengan luka hati yang kuterima."
Lexi terdiam, apa dikatakan Olivia benar adanya. Lexi menarik dari, andai ia berada di posisi Olivia, ia tidak yakin apakah ia mampu melewati semuanya.
"Apakah tindakan yang mereka lakukan benar? Katakan padaku, Lexi, apa kesalahanku jika Steven tidak bisa menerimamu?"
"A-aku tidak pernah menyalahkanmu tentang hal itu. Ibuku mengatakan bahwa perasaan tidak bisa dipaksakan. Aku menyukai Steven dan benar, ia menolakku kemarin. Aku mencoba menerimanya dan saat aku mengetahui dia menyukaimu, aku juga tidak menyalahkanmu."
"Ya, kau benar. Kau tidak menyalahkanku. Kau malah bertindak bak peri baik hati yang selalu menyumbangkan makananmu kepada kami berdua. Dan apa kau tahu, karena ulahmu itu aku berani menerima perasaan Steven. Aku dihantui rasa bersalah dan tidak layak. Seorang Lexi Willson bukanlah tandinganku. Aku akan menjadi bahan gunjingan begitu pun dengan Steven. Kami tidak bisa menyatukan perasaan kami hanya karena dirimu. Dan Lexi, menurutmu apa tindakanmu sudah benar? Kau tahu Steven tidak akan pernah suka padamu, dia hanya menyukaiku dan hal itu jelas kau tahu juga, tapi kenapa kau tetap saja mendekatinya seperti gadis murahan..."
Plak!
Lexi dan Olivia terkejut.
Olivia tersenyum getir, "Akhirnya kau menunjukkan sosok aslimu, Lexi." Olivia menatapnya nanar. Untuk kesekian kalinya ia mendapatkan tamparan di wajah. Kali ini dari Lexi. Si Tuan Putri yang baik hati.
Lexi terlalu shock untuk menanggapi apa yang dikatakan Olivia. Hingga Steven muncul diantara mereka pun ia tidak sadar.
"Kau baik-baik saja?"
Suara Steven akhirnya mengembalikan kesadarannya. Tapi pertanyaan Steven itu bukan untuknya, tapi untuk Olivia. Pria itu menyingkirkan kemeja Lexi dari pundak Olivia, menggantinya dengan kemeja miliknya.
"Mari kita pergi dari sini, luka harus diobati." Steven membantu Olivia untuk berjalan. Namun, Lexi menghadang langkah keduanya.
"Olive, ma-maafkan aku...."
Kalimatnya menggantung di udara melihat tatapan sengit yang dilayangkan Steven kepadanya.
"Cukup, Lexi Willson. Hentikan semua kekonyolanmu."
Kekonyolan? Apakah menyukai seseorang merupakan sesuatu yang sangat konyol?
"Kami bukan mainanmu yang bisa kau dapatkan dengan mudah lalu jika bosan kau akan membuangnya begitu saja."
Apa lagi ini? Lexi tidak pernah menganggap semuanya mainan. Maksudnya, manusia bukan kategori yang masuk dalam daftar mainan menurut pengertiannya.
"Aku tidak pernah menganggapmu mainan, Steve."
"Benarkah? Kudengar kau dan kedua temanmu membuat taruhan dalam misi meluluhkan hati si cupu yang jenius. Kurang lebih begitulah judul yang kudengar dari salah satu temanmu. Satu ferrari adalah harga yang ditetapkan untuk memenangkanku." Steven tersenyum getir.
Tamparan untuk Lexi. Ia terkejut dan kali ini ia kehilangan kekuatannya hingga kakinya tidak mampu menyanggah tubuhnya. Ia merosot ke lantai dengan kedua tangan menutup mulutnya. Bagaimana bisa Steven mengetahui hal itu. Apakah Isla dan Lily membocorkan hal itu? Ya, memangnya siapa lagi yang melakukan hal itu? Hanya mereka bertiga yang tahu tentang taruhan itu.
"Kuharap tanganmu baik-baik saja setelah melayangkan tamparan luar biasa di wajah kekasihku." Steven dan Olivia melangkah pergi meninggalkan Lexi yang mematung dengan wajah pucat. Ia terguncang, terguncang atas pernyataan Steven yang mengumumkan jika Olivia adalah kekasihnya. Dalam dua hari berturut-turut ia ditolak mentah-mentah oleh pemuda yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Reksa Nanta
Menurutku perasaan Lexi ke Steven itu tulus, bukan karena ferrari.
2024-01-29
0
nobita
Ooow.. taruhannya yg menang dpat Ferrari... amazing...
2023-10-24
0
Lilisdayanti
setev mungkin cuma kasian sama olivi,,karna mereka senasib 🤔
2023-06-01
0