"Mom, bagaimana penampilanku?" Lexi berputar di hadapan kedua orang tuanya dan juga dua saudaranya yang tampan. Gaun biru yang menyerupai gaun frozen melekat indah di tubuhnya. Pun rambutnya ditata layaknya Elsa frozen. Sejak dulu, Lexi memang sangat menyukai putri disney tersebut.
"Luar biasa, seperti biasa. Kau terlihat layaknya putri dalam negeri dongeng, Sayang. Kau akan menjadi primadona malam ini."
"Tentu saja! Kecantikan yang paripurna ini kudapatkan darimu, Mom. Oh Mom, aku mencintaimu." Meski Alena Willson bukanlah ibu yang melahirkannya, tapi bagi Lexi Alena adalah ibu terbaik sedunia. Alena selalu memprioritaskan keperluan dan kebutuhan Lexi di samping kebutuhan kedua putra yang ibunya lahirkan, Darren dan Austin.
"Apa kau tidak tahu kisah tragis frozen, Sexii?" seperti biasa, Austin selalu menyeletuk dan biasanya kalimat yang keluar dari mulut bocah itu selalu merusak kebahagiaan Lexi.
"Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu, Aus!" Lexi segera menutup telinga guna melindungi pendengarannya dari hal buruk yang akan merusak suasana hatinya.
"Elsa ditakdirkan sendiri, kau tahu itu." Austin dengan kebebalannya yang hakiki.
"Aku tidak mendengarnya!"
"Sangat menyedihkan. Yang dilakukanya hanya pencarian jati diri, ck! Tidak akan ada kekasih."
"Stop, Austin!"
"Kau mendengarnya?"
"Tidak!"
"Ya sudah kalau begitu." Austin mengidikkan kedua bahunya. Lexi pun menurunkan tangan dari kedua telinganya. "Aku khawatir kau akan mengalami hal serupa, Sexii, menyendiri tanpa seorang pria. Eww...itu menyedihkan!"
"Dad! Putra bungsumu membuatku marah!"
Ayahnya yang dari tadi sibuk dengan layar macbooknya mengangkat kepala, menoleh kepada Lexi kemudian kepada Austin.
"Aku hanya mengatakan apa yang dikatakan di media. Elsa tidak akan memiliki pendamping atau pun kekasih."
"Dia hanya mengatakan Elsa, Honey. Bukan dirimu." Ayahnya kembali menoleh kepadanya sembari tersenyum hangat. "Oh Tuhan, kau tampak sangat mengagumkan. Pria yang menolakmu akan menyesal setelah melihat penampilanmu."
Lexi mengembuskan napas berat, dengan langkah lemas ia mendekati ayahnya dan duduk di samping pria yang masih terlihat luar biasa meski usianya sudah setengah baya.
Lexi tahu betul jika kecantikan dan kemewahan yang ia miliki tidak akan berhasil menarik hati seorang Steven Percy.
"Dia tidak akan pernah menyukaiku, Dad."
"Dia hanya merasa minder denganmu, Honey."
"Minder?"
"Lupakan tentang itu. Nikmati pestamu dan jangan merusak harimu hanya karena beberapa hal dalam hidupmu tidak berjalan mulus." Ibunya mendekat dan membenarkan jepit kupu-kupu yang bertengger di atas kepalanya, menjepit poni yang menjuntai di dahinya.
"Kau benar Mom. Oh Mom, kau yang terbaik." Lexi menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan ibunya. Hm, wangi tubuh ibunya selalu mampu membuatnya tenang. Pantas saja ayahnya tahan berlama-lama di dalam kamar jika sedang akhir pekan.
"Omong-omong, Mom, di mana putra sulungmu? Kami hampir terlambat. Aku akan melewatkan pidato Mr. Cony. Apa sebaiknya aku melupakan Steven dan beralih mengejar Mr. Cony?"
"Mr.Cony memiliki selera yang tinggi, Saudariku." lagi dan lagi Austin memberikan komentar yang tidak diharapkan Lexi. "Seksii, berkelas, anggun, pintar, dan memang begitulah selera pria normal. Apakah kau termasuk dalam kategori tersebut?"
"Oh Tuhan, jika aku tidak berdandan, aku pasti sudah mencakar habis wajahmu yang jelek itu, Austin Willson!"
"Austin..." tegur ayahnya.
"Ya,"
"Berhenti merecoki kakakmu."
"Aku berbicara sesuai fakta. Bukankah kau juga menyukai wanita dengan kriteria yang kusebutkan tadi, Dad?"
"Ya, kau benar, Buddy, tapi..." kalimat ayahnya menggantung di udara karena sebuah bantal sudah mendarat di wajah ayahnya. Siapa lagi yang melakukannya jika bukan ibu mereka.
"Aku belum menyelesaikan kalimatku, Sayang. Ada kaga tapi sebelum bantal ini menyerangku. Austin mengatakan pria normal. Dan itu faktanya, Sayang. Tapi semua kriteria tersebut tidak akan ada artinya jika sudah menemukan wanita yang tepat. Hati akan menetap pada satu wanita jika sudah menemukan yang klik, tanpa kriteria itu semua. Kenyamanan dan rasa yang ditawarkan lah yang paling utama."
"Rasa apa yang kau maksud, Dad?" Austin mengerling jenaka. Dan detik selanjutnya bantal kursi mendarat di wajahnya yang menawan. Alena yakin jika kelak putra bungsunya itu akan meneruskan rekor keplayboy-an sang ayah. Casanova menawan yang mematahkan banyak hati wanita. Oh Tuhan, jangan sampai hal itu terjadi.
"Aku pulang."
Suara Darren menarik perhatian semuanya. Ibunya langsung menoleh ke arah jarum jam yang menunjuk angka 20.01. Tidak biasanya Darren pulang terlambat.
"Kenapa kau lama sekali? Dandananku hampir saja luntur."
"Berikan aku waktu 10 menit. Aku akan segera turun." Darren memberikan satu kecupan hangat di pipi Lexi sebelum beralih memberikan kecupan di pipi ibunya.
"Kau minum?" tuding ibunya langsung.
"Sedikit. Hidungmu sensitif sekali, Mom."
"Berapa kali Mommy katakan bahwa usiamu sekarang belum selayaknya menikmati minuman haram tersebut, Darren Stevan Willson?!" Jika ibunya sudah menyebut nama lengkap mereka, artinya memang sedang marah dan ayah mereka tidak akan berani berkutik.
"Aku minta maaf." Darren menarik tangan ibunya, membawanya ke mulutnya dan memberikan kecupan kembali di sana. "Kau boleh marah kepadaku, tapi kumohon jangan mendiamkanku. Sekarang, aku tidak memiliki cukup banyak waktu untuk mendengarkan amukanmu, Mom, karena putri kesayanganmu akan memarahiku jika kami datang terlambat di acara prom night. Bisakah aku pergi mandi dan marahi aku nanti atau besok."
Alena Willson kehilangan kata-kata. Bisakah seperti itu? Kemarahan dijeda untuk beberapa saat. Hanya bersama keluarganya seorang Darren bisa berbicara lebih dari 10 suku kata.
"Putrimu akan marah jika kami terlambat, Mom. Izinkan aku pergi." Darren yang licik selalu menggunakan Lexi untuk menyelamatkannya dari amukan sang ibu.
"Kau..."
"Mom," rengekan Lexi membuat Alena tidak bisa berkutik. Akhirnya ibu dari tiga anak itu menganggukkan kepala.
"Terima kasih, adik kecil." Darren melayangkan kecupan kembali di pipi adiknya sebelum meninggalkan ruang keluarga.
"Kudengar kau melayangkan pukulan di wajah Dokter Parker, Son? Apa yang terjadi?" Langkah Darren terhenti. Tubuhnya mendadak tegang dan kaku.
"Hanya masalah sepele, Dad."
"Mr. Trey beberapa menit lalu juga menghubungi Daddy. Apakah ini juga masalah sepele, Dude?"
______
Olivia menggosok kasar kulit tubuhnya di hingga warna kulitnya berubah merah dan bahkan beberapa bagian terkelupas. Jijik, itulah yang ia rasakan. Ia menangis dalam diam agar tidak ada yang mendengar suaranya. Saat pulang ke rumah, ibu, ayah dan kedua saudarinya sedang menikmati makan malam yang ala kadarnya. Ia langsung menuju ke toilet setelah melempar tasnya begitu saja.
Tok.Tok.
"Olive, apakah kau masih lama? Aku ingin menggunakan toiletnya."
Itu suara Oleshia dan ia tidak ingin menjawab. Ia abaikan saudarinya itu dengan tetap menggosok tubuhnya sekuat yang ia mampu. Dipermalukan di rumah sakit ternyata tidak cukup untuk membuat Olive merasa terhina. Kantor polisi yang mereka datangi justru bertingkah layaknya curut yang menjijikkan. Secara terang-terangan mereka justru menatap Olivia penuh nafsu hingga Steven menyerang mereka.
"Bukankah hari ini acara di sekolahmu diadakan. Kau bisa terlambat jika tidak segera keluar dari dalam toilet."
Akh! benar, Olivia hampir melupakan acara prom night di Yale High School.
Ia pun segera beranjak ke luar dari dalam toilet.
"Kau menangis?" Tanya Oleshia dengan penuh khawatir.
"Bukan urusanmu." Olivia melewatinya begitu saja.
"Sesuatu yang buruk terjadi?" Oleshia mengekori di belakang Olivia.
"Kau tidak jadi pergi bersama ibu?" Olivia balik bertanya.
"Besok. Apakah kau marah padaku, Olive jika aku pergi bersama ibu?"
Olivia kembali mengabaikan saudarinya. Ia mengeluarkan dress dari dalam lemarinya. Dress yang ia beli bersama Oleshia dari hasil tabungan mereka.
"Kau akan terlihat cantik jika mengenakannya. Aku iri padamu, Olive. Kau bersekolah di Yale High School, idaman para remaja. Andai otakku sepintar otakmu. Katakan, Olive, apakah di acara nanti ada artis hollywood yang datang?"
"Kudengar begitu." Sahut Olivia seraya berjongkok memungut buku catatan yang diberikan Mr.Cony beberapa hari lalu. Selama berhari-hari Olivia membaca buku tersebut dan ia belum mengerti apa maksud dari isi buku tersebut. Sangat menarik, menguji rasa ingin tahunya. Ia akan mempelajarinya lagi.
"Darren pasti terlihat sangat memukau." Oleshia bergumam.
"Dia selalu terlihat memukau."
"Pasti sangat menyenangkan berada di sana."
"Sangat buruk." Olivia bergumam lirih.
"Banyak yang ingin berada di sana, Olive. Kau sangat beruntung."
"Kuharap kau bukan termasuk orang yang menginginkannya, Sia." Olivia menatap saudarinya sekilas lalu mengalihkan tatapannya pada buku catatan yang ada dalam genggamannya. Ia membuka lembar pertama. Semua yang dicatat di sana sudah ia hafal luar kepala. Awal pertama saat Olivia mulai membaca buku tersebut, ia merasa takut. Dan sekarang rasa takut itu sudah hilang digantikan dengan rasa penasaran yang luar biasa. "Yale High School tempat yang mengerikan." Olivia naik ke atas ranjang, larut dalam bacaannya. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum acara prom night dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
~Kaipucino°®™
🤨🤨🤨🤨🤨
2023-03-23
0
~Kaipucino°®™
🙄🙄🙄🙄🙄
2023-03-23
0
𝐋α◦𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
wow curut 🐀🐀🐀
2023-01-12
1