"Aku tidak percaya padamu, Dean, kau tidak mungkin memperawani seorang gadis. Meniduri seorang pelacuur lebih masuk akal." Fred menanggapi ocehan Dean yang baru saja mengumumkan bahwa tadi malam ia habis bersenang-senang dengan seorang gadis perawan.
"Ya, aku setuju denganmu, Fred. Gadis bodoh mana yang sudi kau tiduri, Kawan." Neal menimpali. Ya, diantara mereka berenam, memang Dean memiliki fisik yang paling buruk. Tubuhnya yang gempal dan tambun membuat ia dijuluki badak tidak bercula oleh Lexi. Neal sendiri memiliki wajah yang cukup tampan. Poni pirang gelap menjuntai menutupi alis, tepat di atas matanya yang hijau seksi. Seragam Yale High School tampak nyaman dipakai dan pas dikedua bahunya.
Dean berdecak kesal menanggapi ejekan para teman laknatnya itu. "Bagaimana menurutmu, Brian, aku berbohong tidak? Gadis itu bahkan menjerit kegirangan saat aku merespon sentuhannya. Gadis itu ingin cepat-cepat kusentuh."
"Kau memakai pengaman?" Brian bertanya dari balik gelasnya.
"Tentu saja! Dan kau tahu, Bri, gadis itu memasang pengaman dengan menggunakan mulutnya. Luar biasa bukan?"
"Artinya kau bermain dengan pelacuur. Gadis yang perdana tidak akan pernah tahu cara membuat seperti itu."
Jawaban Brian diaminkan semua temannya, kecuali Darren yang seperti biasa sibuk memainkan ponselnya.
Tawa semuanya lepas, mereka mengolok-olok Dean semakin menjadi-jadi membuat pemuda itu kesal bercampur malu.
"Bodoh, Dean Jacob, pembohong! Apa kau tidak tahu bedanya yang masih segel dan yang sudah suhu?" kali ini Vincent yang memberi tanggapan. "Katakan padaku, berapa uang yang kau habiskan untuk membayar pelacuur itu?"
"Dia pelacuur ayahku," akhirnya dia mengaku dan sontak saja semuanya kembali terbahak.
"Memangnya kalian sudah pernah?" Dean melempar Fred yang tawanya paling besar dengan sebungkus rokok.
"Sudah. Sering malah." Brian mengidikkan bahu tidak acuh. Ya, selain putra seorang presiden, Brian memiliki paras yang rupawan. Hanya tingkah dan sikapnya yang minus. Tapi hal itu tidak membuat para gadis-gadis tolol berhenti untuk menyerahkan diri kepada pemuda itu. Bagi beberapa gadis bodoh, manjadi kekasih seorang Brian adalah kebanggaan. Sayang, Brian tidak pernah serius kepada para gadis-gadis itu. Sejak lama ia sudah menyukai Lexi.
"Two in," Vincent menimpali.
"Ya, aku pernah tidur dengan beberapa wanita, hanya saja aku terlalu mabuk untuk mengetahui apa mereka pasih virgin atau tidak," Neal pun memberikan suara.
Dean semakin kesal mendengar jawaban teman-temannya sementara ia baru kemarin melepaskan keperjakaannya dengan cara membual.
"Bagaimana denganmu, Darren." Ia menoleh ke arah pria itu, satu-satunya diantara mereka yang tidak terusik sama sekali dengan apa yang mereka bahas.
"Ibuku tidak menyukai free sek's," jawabnya singkat tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel.
"Astaga! Kau tidak harus melapor kepada Mrs.Willson jika kau baru saja selesai bercinta, Dude."
"Kau pikir ibuku bisa dibohongi."
"Jadi kau masih perjaka?" Brian terkekeh, menyorot Darren dengan tatapan meledek seakan perjaka di usia 17 tahun adalah hal mamalukan.
"Hmm," Darren tidak menyangkal sama sekali.
"Kau melewatkan masa mudamu yang gemilang, Dude." Vincent ikut memprovokasi. "Cobalah sesekali dan nanti kau akan ketagihan. Ibumu tidak akan mencoret namamu dari daftar keluarga hanya karena kau bercinta."
"Ya, dia tidak akan mencoretku, tapi langsung mengirimku ke alam baka."
"Dan kau percaya dia sungguh akan membunuhmu hanya karena kau bercinta?!" Fred menatap Darren dengan sikap mengejek.
"Tidak ada yang tidak bisa dilakukan ibuku." Darren masih dengan ketenangannya yang hakiki, tidak terprovokasi sama sekali.
Keenam siswa itu sedang duduk-duduk mengobrol di salah satu bilik yang ada di restoran Honey Bunch, tidak jauh dari Yale High School.
Fred yang berseberangan duduk dengan Darren segera mencondongkan tubuhnya ke depan. Dijilatnya bibirnya yang sensual, suaranya pelan dan bernada seperti sedang mengajak berkomplot. "Jika kau ingin bersenang-senang dengan para gadis atau pun yang berpengalaman, aku mengetahui tempatnya, Dude."
Darren mengangkat tatapannya, "Aku tidak berminat." Singkat, padat dan jelas. Lagi pula jika ia ingin, Darren tidak perlu menginjakkan kakinya ke tempat murahan. Banyak gadis-gadis cantik, model-model seksi yang rela menyerahkan diri kepadanya.
"Di mana?" Justru Dean lah yang menanggapi dengan semangat.
Fred berdecak, kembali ia menegakkan tubuh. "Kau pikir aku mau berbagi rahasia denganmu?"
Brian memberi isyarat kepada pelayan resto dan memesan coke kembali. Dikeluarkannya beberapa linting ganja dari balik jaketnya dan sebuah botol minuman kecil yang terbuat dari perak. Lalu menuangkannya banyak-banyak ke dalam gelasnya sebelum menawarkan kepada yang lain.
"Ayahku mengatakan, pria tidak bisa lepas dari dua hal. Wanita dan minuman." Vincent menuangkan minuman itu ke dalam gelasnya juga sebelum botol itu berpindah tangan.
Dean menolak, "Tidak, terima kasih." Tubuhnya memang tidak kuat mentolerir alkohol. Terakhir kali ia minum, ia muntah-muntah sesampainya di rumah yang berujung dengan penarikan fasilitas yang diberikan kepadanya. Ia memilih untuk menikmati ganja.
"Pengecut!" Ledek Brian. "Ayolah, Dean, kau terlalu serius. Kau tidak bisa diajak main-main lagi. Kita akan bersenang-senang setelah ini."
Mau tidak mau Dean pun akhirnya mencampur minuman itu ke dalam gelasnya. Darren yang menyaksikan hal itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia juga mencampur minuman itu ke dalam gelasnya, tubuhnya cukup hebat untuk mentolerir alkohol dan ia tahu kapan ia harus berhenti.
Teman-temannya mulai teler dan ia masih saja terlihat waras.
"Jadi Lexi sedang patah hati dan memutuskan untuk mengurung diri?" Brian menggelengkan kepala, pandanganya mulai bermasalah, Darren terlihat banyak.
"Begitulah yang dia katakan."
"Steven brengsek itu harus diberi pelajaran. Apa hebatnya Olivia. Apa kau tidak ingin memberi peringatan kepada si Percy anak petani itu."
Darren tidak menanggapi.
"Jika Olivia melepaskan kaca matanya dan berdandan sedikit, dia adalah gadis yang cukup manis," Vincent yang sering menjadikan Olivia sebagai objek fantasi liarnya memberi komentar.
"Dan gadis yang kalian bicarakan sedang di sana bersama pangerannya." Neal menimpali, menatap ke luar jendela. Semua kompak menoleh.
"Sepertinya kereta kuda sang pangeran sedang rusak." Fred mengumumkan.
Darren berdiri dari tempatnya, "Aku ingin ke toilet." ia segera beranjak meninggalkan ke lima pemuda yang sudah mabuk itu.
____
Bila disuruh memilih, Olivia lebih memilih untuk tetap berbaring di atas tanah berlumpur dekat rawa, sampai mati kehausan dan kelaparan. Tidak ada lagi gunanya ia hidup. Ia marah, malu dan merasa hina. Awan pun ikut menangisi nasibnya yang tragis. Dinginnya cuaca tidak ia rasakan lagi.
Entah sudah berapa lama ia berbaring di sana, bergelung dalam posisi defensif seperti janin dalam kandungan. Perasaannya lumpuh karena perbuatan brutal yang baru saja dialaminya.
Ia menoleh ke samping, melihat Steven sedang merangkak, berusaha mencari pakaiannya. Keadaan pemuda itu tidak kalah kacau. Hampir seluruh tubuhnya babak belur karena berusaha memperjuangkan kehormatan Olivia. Namun, usaha pemuda itu sia-sia.
Tidak ada lagi yang tersisa dalam hidup Olivia, ia lebih baik mati.
"O-Olivia," Steven mengangkat kepala Olivia ke atas pahanya. Mengusap air mata yang bercucuran tiada henti.
"Ma-maafkan aku." Steven sangat terpukul dengan apa yang ia saksikan. Ya, Olivia diperkosa di hadapannya. Ia dipaksa menyaksikan hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
~Kaipucino°®™
Diperkosa??? Siapa yg tega ya apakah dean dkk? ataukah justru darren?
2022-11-21
0
Siti Mukminah
😭😭😭😭😭😭kasihan olivia
2022-11-06
1
M Novel
kayanya Daren itu itu suka deh sama Olivia
2022-10-22
1