Zero masih kurang paham menggunakan kartu ATM karena baru kali ini dia menggunakan pasilitas itu. Dia meminta bantuan Mas security tentang tatacara penggunaannya.
Mas security pun mengajarkan tata caranya, hanya saat Zero mengetik nomor PIN, Mas security memalingkan wajah, karena memang dia tahu jika itu rahasia pemilik ATM.
Sekarang Zero sudah tahu cara menggunakannya, lalu dia hanya mengambil senilai Rp.500.000,- untuk tambahan membeli ponsel second yang biasa dan untuk bekal isi kantongnya.
Sebelum meninggalkan mesin, Zero mengambil struk pengambilan dan tertera di sana saldo rekeningnya bersisa Rp.565.000,-
"Wah... ternyata mudah, jadi tidak perlu antri panjang lagi untuk mengambil uang. Besok aku tinggal mendaftarkan nomor ponselku yang baru ke sini untuk mendapatkan fasilitas SMS Banking," monolog Zero.
Sebelum meninggalkan Bank, Zero pun mengucapkan terimakasih kepada Mas security, lalu dia mengambil karungnya dan pergi ke arah pasar dengan naik angkot.
Zero berencana membeli ponsel dulu, barulah lanjut mulung. Tepat di depan sebuah toko ponsel yang melayani penjualan ponsel baru dan bekas, Zero meminta Pak Sopir untuk menghentikan laju kendaraan.
Dia turun, membayar ongkos lalu berjalan menuju toko. Pelayan toko yang melihat penampilan Zero, apalagi membawa karung sedikit jeles, mereka tidak menganggap Zero, dikira Zero hanya pemulung yang iseng-iseng hanya bertanya harga tanpa minat membeli.
Kemudian Zero berkata kepada pelayan toko, "Mbak aku mau lihat ponsel second yang anggaran di bawah Rp.500.000,- dong."
"Boleh! Tapi wajib beli ya, jika sudah dilihat dan tunggu aku selesai melayani mereka dulu," ucap pelayan toko tanpa melihat ke arah Zero.
Satu persatu pembeli pun pergi meninggalkan toko, namun Zero belum juga dilayani karena ada pembeli baru lagi yang datang.
"Mbak, bagaimana permintaan saya? kenapa mereka yang baru datang Mbak layani dahulu? sementara saya sudah menanti sedari tadi."
"Iya...tunggu dulu," ucap pelayan toko yang sibuk dengan pembeli yang kebetulan menanyakan ponsel mahal.
Zero masih sabar menanti, tapi batas kesabarannya pun hilang saat datang pembeli bermobil mewah, eh...pelayan itu malah menghampiri orang tersebut dan tetap mengabaikan Zero.
Zero mengelus dada sambil berkata, "Beginilah nasib orang kecil, mereka pikir mungkin uangku tidak ada harganya."
Kemudian dia menghampiri pemillik toko dan berkata, "Mbak, maaf ya! kalau bekerja itu harus profesional, jangan mentang-mentang aku cuma pemulung, hingga Mbak lebih mengutamakan mereka. Padahal dari satu jam yang lalu aku sabar menunggu, mungkin menurut kalian uang kami tidak ada artinya. Roda itu berputar Mbak, jangan sepele dengan orang kecil," ucap Zero sambil berjalan meninggalkan toko tersebut.
"Sudahlah kapan-kapan saja aku beli ponselnya, lagipula belum terlalu butuh, mungkin uangku ini masih diperlukan untuk yang lain. Lebih baik aku mulung lagi dan sambil mikir gimana menyelesaikan misi hari ini," monolog Zero lagi.
Zero terus berjalan, mengais semua tempat sampah yang dia lewati, walaupun hari ini begitu panas, tapi semangatnya untuk mencari rezeki tidak pernah kendor sedikitpun.
Peluh pun menetes di wajah Zero, dia akhirnya memutuskan untuk beristirahat sebentar sambil minum air mineral, bekalnya dari rumah.
"Kakak!" panggil seseorang kepada Zero.
Zero pun menoleh, dia melihat anak cacat penjual kacang taujin datang, dengan berlari menghampirinya.
"Iya Dek, lho mana dagangan kamu? Sudah tidak dagang kacang taujin lagi ya?"
"Masih kok Kak, alhamdulillah...sudah habis Kak. Sejak jumpa Kakak sore itu, setiap hari daganganku habis, malah sering dua trip, ada yang sudah menjadi langganan Kak ngambilnya bisa sampai 5 ikat."
"Alhamdulillah... mudah-mudahan lancar terus ya Dek."
"Aamiin...Oh ya Kak, tolong ambilkan uang yang ada di saku bajuku Kak?"
Zero pun mengambilkan uang seperti yang di minta oleh anak cacat tersebut, lalu dia berkata, "Mau beli apa kamu Dek, biar Kakak yang belikan," ucap Zero.
"Itu untuk Kakak, setiap hari aku berharap bisa bertemu, tapi baru hari ini melihat Kakak lagi."
"Iya Dek, Kakak ada urusan jadi mulungnya di dekat rumah saja, nah hari ini baru mulung kesini lagi. Ini uang kamu kenapa diberikan ke Kakak Dek?"
"Itu untuk Kakak saja, gantinya uang yang waktu itu Kakak kasi ke aku. Ibu titip salam dan mengucapkan terimakasih kepada Kakak."
"Nggak usah Dek! ini buat kamu saja. Salam kembali ya, buat ibu kamu. Kakak ikhlas kok, kasi saja uang itu ke adek kamu untuk atau belikan sesuatu untuknya."
"Terimakasih Kak, kapan-kapan Kakak main ke rumah ku ya? Ibu pasti senang bertemu dengan Kakak."
"Insya Allah Dek, kapan-kapan Kakak bakal main kesana. Oh ya Dek, ngomong-ngomong, kita belum kenalan ya?"
"Iya Kak, namaku Ahmad Rifa'i, biasa di panggil Amat, nama Kakak siapa?"
"Aku Zero Ramadhan Dek, panggil saja Zero."
"Iya Kak Zero. Oh ya Kak, aku pamit dulu ya. Soalnya ibu tadi menyuruhku sepulang jualan untuk membelikan obat di apotek ujung sana, kata orang-orang harganya lebih murah."
"Memangnya Ibu dan adik kamu sakit apa Mat?"
"Waktu itu kakinya terkena paku dan akhirnya membengkak, yah nggak bisa jalan Kak, membusuk, kata dokter infeksi. Kalau adik cuma demam, maklumlah Kak anak-anak di larang minum es nggak mau nurut."
"Ayah kamu kemana?"
Sejenak Amat terdiam, lalu dia berkata, "Kata Ibu sudah menikah lagi Kak dan tinggal di kota lain. Sejak adikku masih bayi hingga sekarang, beliau tidak pernah menjenguk kami."
"Sabar ya Mat, cobaan setiap orang memang beda-beda. Aku juga sejak lahir hingga sekarang tidak tahu seperti apa wajah Bapak, kata emak mirip aku dan sudah meninggal, saat aku masih dalam kandungan."
"Iya Kak, kita harus semangat. Aku pergi dulu ya Kak?"
"Iya Mat, Kakak juga mau lanjut mulung nih!"
Ahmad pun berlari meninggalkan tempat itu, dia ingin ke apotik yang kata orang harga obat di sana lebih murah.
Zero yang melihat Ahmad sudah hilang dari pandangan mata, segera melanjutkan aktivitas mulungnya.
Sementara Ahmad yang berlari menuju apotik, tiba-tiba berhenti saat di tengah jalan melihat dua orang preman menghadangnya.
Rupanya kedua orang preman itu, sering meminta uang kepada para pedagang asongan seperti Ahmad dan juga kepada para pengemis di seputar lampu merah.
Para pedagang asongan dan pengemis wajib memberikan setoran setiap hari, jika tidak, mereka akan mengambil semua uang mereka dan mengancam tidak boleh lagi berdagang dan mengemis di sana.
"Hei bocah! Mana setoran mu! Jangan pura-pura lupa ya, sudah tiga hari kamu tidak setoran," ucap salah satu preman tersebut.
"Maaf Bang, aku mohon free dulu. Ibu dan adikku sedang sakit, jadi hasil jualanku untuk membeli obat buat mereka," mohon Ahmad yang wajahnya pucat karena ketakutan.
"Kami tidak mau tahu, alasan apapun itu! ayo... serahkan uangmu atau kakimu juga mau bernasib sama seperti tanganmu!" ancam kedua preman tersebut.
🌟Maaf ya sobat, mungkin hari ini hanya bisa update satu episode dulu, karena sedang repot mengurus antaran kurma. Kalau nanti malam selesai cepat update untuk novel author satu lagi, insya Allah bakal author tambah kok updatenya tapi tidak janji ya...🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
masjidi rjr
padahal bonus dr sistem yg 2 juta tu mending dibeliin ponsel.cepat dan praktis
2024-11-11
0
isnaini naini
typo sdkt2 gpp thor...bs dirlt...nama nya nulis kdng ada salah nya
2023-11-10
0
the rich fact
lah kok jeles??
jeles (jealous) artinya cemburu, ngapain pelayan toko cemburu ma zero 🙈
2023-03-12
2