SISTEM KEKAYAAN PEMULUNG
Mencium aroma busuk dan menyengat sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Zero. Zero yang besar dilingkungan pemulung, sudah terbiasa dengan kehidupan kumuh, bergelut dengan sampah yang menurut sebagian besar orang pasti sangat menjijikkan.
Namun Zero bersyukur, berkat sampah dia dan ibunya bisa bertahan hidup, bisa sekolah hingga sekarang duduk di bangku SMA.
Kebutuhan biaya menjelang ujian akhir dan kelulusan cukup besar, sedangkan emaknya tidak bisa membantu dan saat ini sedang sakit bahkan membutuhkan biaya pengobatan yang lumayan banyak.
Hal ini tentu saja membuat Zero kualahan dalam mengumpulkan uang, walaupun teman-teman di lingkungannya sudah berusaha untuk membantu, tetap saja belum cukup.
Selama libur sekolah menjelang ujian akhir berlangsung, Zero memulung dari pagi hingga petang, tapi hasilnya tidak sepadan dengan waktu yang telah dia habiskan.
Namun Zero tidak mau menyerah, dia yakin usaha pasti tidak akan mengkhianati hasil, itulah prinsip hidup yang selalu Zero tanamkan di dalam hatinya.
Selain itu dia juga salah satu hamba yang yakin dengan Sang pencipta, walaupun dirinya setiap hari bergelut dengan kotoran tapi Zero tidak pernah lupa dengan kewajibannya untuk beribadah.
Zero selalu membawa bekal makanan dan pakaian ganti di dalam tasnya hingga saat tiba waktu sholat dia menyempatkan diri untuk singgah ke masjid, mandi lalu ikut dalam barisan sholat berjama'ah.
Didikan Mak Salmah yang keras, sejak Zero kecil berhasil membuatnya menjadi pemuda yang tegar dan mandiri, hingga dalam situasi tersulit pun Zero bisa tetap tenang.
Pagi ini setelah mencuci pakaian, membereskan rumah dan menyiapkan sarapan untuk emaknya, Zero pamit akan memulung di pusat pasar.
Biasanya dia hanya memulung di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) yang tidak jauh dari rumahnya, tapi entah mengapa malam tadi dia seperti mendapatkan firasat, akan memperoleh rezeki lebih jika memulung ke arah kota, tepatnya dekat pasar.
Seperti biasa, Zero terlebih dahulu memasukkan bekal makanan, minuman dan pakaian ganti ke dalam tasnya, lalu dia menyalim tangan emak sambil meminta agar mendoakannya pulang nanti membawa rezeki yang banyak dan berkah.
Mak Salmah pun mengelus kepala putranya, sembari berkata, "Hati-hati ya Nak! Di sana bukan tempatmu biasanya mencari rezeki, jadi jangan sembarangan mengambil apa yang tidak mereka buang. Kita memang miskin, tapi kita bukanlah pencuri, Mak tidak ingin terjadi hal buruk terhadapmu."
"Iya Mak..., Insyaallah Zero akan selalu ingat pesan emak."
Pukul setengah enam pagi Zero pun berangkat dengan memakai pakaian yang biasa dia pakai saat memulung, memakai sendal jepit serta membawa karung. Tapi ketika berangkat, pakaian yang dia pakai selalu bersih karena setiap kali pulang, Zero selalu mencucinya, hanya warnanya saja yang terlihat kusam dan tampak dekil.
Zero menyetop angkot yang lewat, tujuan pasar lalu dia duduk di bangku bagian depan. Para penumpang memperhatikan dirinya, mungkin saja mereka merasa iba atau malah membatin tentang kondisi tubuhnya yang kerdil.
Namun Zero tidak peduli, matanya terus menatap kedepan sambil berdoa, agar hari ini Allah memudahkan langkahnya dalam mengais rezeki.
Sekitar perjalanan 30 menit, Zero pun sampai, dia turun dan membayar ongkos. Kemudian Zero berjalan di pinggiran ruko dan kios-kios kecil yang ada di sana, dia mulai mengais dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain.
Zero termasuk pemulung yang baik, dia akan merapikan kembali tempat sampah yang sudah diacak-acak tadi, jadi tidak berserakan hingga tidak akan membuat pemiliknya marah.
Sampai sore, hasil yang Zero dapatkan masih sedikit, ternyata memulung di kota tidak semudah yang dia bayangkan.
Zero berjalan gontai sambil memikul karung, tubuhnya letih dan kakinya yang sakit, membuat Zero sejenak menghentikan langkah dan duduk di trotoar dekat pojokan halaman sebuah gedung bertingkat.
Sambil menghela napas, Zero pun berkata, "Maafkan aku ya Allah... aku kurang bersyukur hari ini, aku kebanyakan mengeluh, padahal masih banyak yang jauh lebih susah dariku."
Setelah selesai mengatakan hal itu, lewat di depannya seorang bocah laki-laki sekitar berumur 10 tahun, bocah itu tidak memiliki kedua tangan. Tapi dia masih mau berusaha mencari rezeki dengan berdagang kacang taujin kemasan kecil-kecil yang di gantung di lehernya.
Hati Zero miris melihatnya, ternyata dirinya lebih beruntung ketimbang sang bocah. Dengan mengucap istighfar, Zero segera memanggil bocah tersebut, lalu dia memberikan sisa uang yang tinggal satu lembar senilai sepuluh ribu, yang ada di dalam sakunya.
Zero tidak peduli, walau dirinya tidak memiliki ongkos lagi untuk pulang. Dia masih bisa jalan kaki atau mencari tumpangan hingga bisa sampai ke rumahnya.
Bocah itu awalnya menolak pemberian Zero, tapi Zero langsung memasukkan uang itu ke dalam kantong celana bocah tersebut sambil berkata, "Ambillah Dek, buat kamu jajan. Kakak masih ada uang kok, lagipula jika itu dijual, pasti Kakak akan dapat tambahan uang," ucap Zero sambil menunjuk karungnya yang tergeletak di pojokan.
Bocah itu terlihat senang, dengan tersenyum lalu dia berkata, "Terimakasih Kak, dengan uang dari kakak, aku bisa membelikan makanan untuk Ibu dan adikku yang sedang sakit."
Sejenak dia terdiam lalu melanjutkan ucapannya, "Sejak pagi aku keliling menjajakan kacang, hanya beberapa bungkus saja yang laku. Aku tadi sempat bingung, bagaimana jika pulang tidak membawa makanan, ternyata Allah sangat baik, telah mengirim kakak, sebagai penolong kami hari ini. Semoga kebaikan selalu menyertai Kakak dan kelak Kakak bisa hidup sukses."
Setelah mengatakan hal itu, bocah itupun setengah berlari, menyeberang jalan menuju ke sebuah kedai nasi kecil yang ada di sana.
Dada Zero seketika sesak, mendengar perkataan bocah tadi, lalu dengan lirih dia berkata, "Terimakasih ya Allah, terimakasih atas rezeki, kesehatan dan keutuhan anggota tubuh yang telah Engkau berikan kepadaku, ternyata aku lebih beruntung dari hamba-Mu yang lain."
Setelah itu Zero meneruskan langkahnya, dia memikul kembali karungnya, lalu menuju tempat sampah yang ada di pojokan gedung pencakar langit tersebut.
Matahari sudah hampir masuk ke peraduannya, saat Zero mengais tempat sampah, di sana, dia melihat sebuah benda pipih usang tergeletak di antara tumpukan sampah.
Zero mengambilnya, dia terkejut saat melihat benda itu bersinar dan berkedip, ternyata sebuah ponsel jadul.
Karena hari semakin gelap dan waktu maghrib hampir tiba, Zero hanya memasukkannya ke dalam saku, lalu dia kembali menyusuri trotoar untuk mencari masjid terdekat.
Setelah menemukan masjid, Zero meletakkan karungnya di dekat tembok kamar mandi, dia izin kepada marbot masjid untuk menumpang mandi karena ingin ikut sholat maghrib berjama'ah.
Marbot masjid pun mengizinkan, lalu Zero membawa tasnya yang berisi pakaian ganti ke dalam kamar mandi.
Zero pun segera mandi dan mengganti pakaiannya, serta memasukkan pakaian kotornya beserta ponsel jadul temuannya tadi ke dalam kantongan plastik, lalu memasukkan ke dalam tasnya.
Setelah berwudhu, dia pun langsung menuju masjid, ikut ke dalam barisan shaf untuk melaksanakan sholat maghrib berjama'ah.
🌻Selamat sore sahabat, kali ini aku hadir dengan karya baruku "SISTEM KEKAYAAN PEMULUNG"
semoga kalian suka ya..., dengan ceritanya. Namun jangan lupa, dukung terus ya, semua karyaku. Terimakasih 🙏
SEE YOU ♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Z3R0 :)
🗿weh aku kembali nyasar, bahkan sekarang menjadi mc, dulu jadi sistem
2024-01-03
5
Maple Zero
Lain yg Di tulis. Lain Pulak Bunyi bacaan audio nya.
2023-12-17
0
Uchiha Sarada
author nya org Buddha atau Konghuchu nih?
2023-11-23
0