Maafkan Aku

Emira langsung menghampiri keduanya. Dia melayangkan kepalan tinjunya ke pipi Alzam sekeras mungkin, hingga Alzam terjatuh ke bawah ranjang. Bergegas Dara langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Kau tidak apa-apa Dara?" tanya Emira.

"Tidak, tapi Mas Alzam aneh," jawab Dara.

"Kenapa?" tanya Emira.

Dara memegang tangan Emira. Menatapnya dengan penuh harap.

"Mas Alzam minta, bisakah kau layani Mas Alzam malam ini, dia membutuhkan itu," jawab Dara.

Deg

Jantung Emira berdebar kencang. Yang benar saja. Melayani Alzam? Emira menelan ludahnya berkali-kali. Hal mustahil yang tak mungkin dilakukan olehnya meskipun dibayar berapapun. Emira bukan wanita murahan apalagi pelakor. Dia agen rahasia. Profesional disetiap misinya. Pendidikannya selama di markas sudah membuatnya jadi orang yang kuat baik mental dan fisik. Tak mungkin dia mempermalukan pekerjaannya sebagai agen rahasia.

"Sayang tolong aku, aku tak tahan," panggil Alzam. Berbaring kepanasan di lantai.

"Ayolah Emira, tolong Alzam," pinta Dara.

"Inikah pekerjaan agen rahasia? berasa jadi pemain sinetron yang ada pelakor dan ibu mertua jahat, memalukan," batin Emira. Tak disangka misinya sekarang berurusan dengan rumah tangga. Memang bukan misi berbahaya dan sulit. Namun rumit dan penuh emosi yang bercampur aduk.

"Iya Dara," sahut Emira.

"Mati aku, gimana kalau Alzam ganas, siap-siap ku hajar dia, awas saja!" batin Emira.

Tanpa ragu Emira menghampiri Alzam.

"Mas Alzam ayo kita selesaikan," ujar Emira seolah benar-benar istri Alzam. Biar Dara percaya. Padahal dia ngeri juga mendekati Alzam lagi kepanasan gitu.

"Cih, manis sekali mulutku, seperti penggoda, astaga," batin Emira.

Mau tak mau Emira membantu Alzam bangun. Memapah Alzam ke luar dari kamar Dara. Emira masih bingung membawa Alzam ke mana. Apalagi Alzam mulai rese padanya. Menciumi rambutnya.

"Alzam jangan gila, aku akan mematahkan tanganmu," ujar Emira.

"Dara aku mau," ujar Alzam ngawur. Mungkin karena takaran obat mujarabnya yang tidak sesuai.

"Sial, Alzam menggila," batin Emira.

Alzam mulai mencium ke arah pipi Emira. Tangannya juga mulai usil. Emira mulai tak nyaman memapahnya.

"Alzam!" pekik Emira membanting Alzam hingga terjatuh di lantai.

Bruuug ....

Alzam berbaring di lantai tapi masih kepanasan. Dia terlihat tersiksa.

"Kasihan juga Alzam, kenapa dia bisa cacingan begini?" ujar Emira. Dia mulai berpikir cara mengobati Alzam. Agar dia tak tersiksa.

"Aku tahu, biar ku bawa dia ke kolam renang belakang," ucap Emira.

Segera Emira kembali memapah Alzam berjalan menuju kolam renang di belakang rumah. Dia hendak menceburkan Alzam ke dalam kolam renang agar tubuhnya segar.

Sampai di depan kolam renang, Emira tanpa ragu mendorong tubuh Alzam hingga tercebur ke kolam renang.

Byuuur ...

Alzam tercebur ke dalam kolam renang. Emira membiarkan Alzam terkena air kolam renang. Dia terlihat mengusap wajahnya yang tekena air.

"Alzam apa kau sudah enakkan?" Emira berteriak dari tepi kolam renang.

Alzam hanya diam berdiri di tengah kolam renang. Melihat itu Emira turun ke kolam renang. Dia menghampiri Alzam. Tangannya menepuk bahu Alzam.

"Alzam kau baik-baik saja?" tanya Emira.

"Aku tidak tahu, tapi aku malah menyakiti Dara."

Alzam menunduk. Dia terlihat murung. Rasa bersalahnya pada Dara membuatnya tidak bisa memaafkan perbuatannya yang tadi.

"Aku tahu kau khilaf," sahut Emira.

"Kata-kataku tadi pasti melukai Dara," gumam Alzam.

"Dara pasti mengerti, apa yang kau lakukan tadi di luar kendalimu," sahut Emira.

"Entah kenapa tubuhku rasanya tidak enak dan panas," ujar Alzam.

"Memang tadi kau minum obat kuat atau obat mujarab semacamnya?" tanya Emira.

Alzam mengingat kembali kejadian sebelum dia pulang ke rumah. Dia ingat tadi pergi ke sebuah klub malam.

"Tidak, aku hanya minum jus," ucap Alzam.

"Minum jus di mana?" tanya Emira.

"Di sebuah klub malam," jawab Alzam.

"Oh aku tahu, mungkin saja ada yang memasukkan obat itu ke dalam jusmu," sahut Emira.

"Mungkin," ucap Alzam.

"Kalau gitu ayo naik, ganti bajumu dan minta maaflah pada Dara!" ajak Emira.

Alzam mengangguk. Dia kembali ke kamar, mandi dan berganti pakaian. Alzam menghampiri Dara yang sedang duduk di ranjang. Matanya terlihat sembab. Alzam semakin merasa bersalah, dia duduk di samping Dara, menundukkan kepalanya dengan wajah yang sedih. Melihat itu, Dara lansung memeluk Alzam.

"Sayang, maafkan semua kesalahanku tadi, aku janji tidak akan mengulanginya lagi," ujar Alzam.

"Kau tidak salah Mas, yang kau katakan tadi benar. Kau pasti sangat kesepian saat aku sakit. Aku tidak bisa menjalankan kewajibanku sebagai istri. Aku hanya patung yang tak bisa kau sentuh hik ... hik ... " Dara menangis.

"Tidak sayang, aku sangat mencintaimu. Selama kau ada di sisiku, aku tak membutuhkan hal lainnya," sahut Alzam.

Dara meneteskan air matanya. Terharu dengan ucapan Alzam.

"Jangan bersedih, jangan pikirkan perkataanku tadi," ucap Alzam.

"Kau harus lebih sering tidur dengan Emira, dia bisa memenuhi kebutuhan batinmu, atau jangan-jangan kau belum menyentuhnya Mas?" tanya Dara.

Deg

Alzam terkejut dengan pernyataan Dara. Kenapa Dara sampai berpikir sejauh itu.

"Aku tidak bisa menyentuh wanita lain," jawab Alzam lalu menunduk. Dia berterus terang.

Dara melepas pelukan Alzam. Dia memegang pipi suaminya dengan kedua tangannya.

"Mas, Emira istrimu, dia berhak mendapatkan haknya, nafkah batin darimu," ujar Dara.

Alzam hanya diam. Dara tidak tahu kebenarannya jadi percuma dia menolak perkataan Dara.

"Berikan aku seorang anak Mas, mulai sekarang tidurlah dengan Emira. Cintailah dia seperti kau mencintaiku," ujar Dara.

Alzam mengangguk.

Setelah selesai berbicara dengan Dara, Alzam ke luar dari kamar Dara. Dia menutup pintu kamar dan duduk di depan pintu.

"Aku tidak bisa, aku tidak bisa bersama wanita lain selain dirimu," ucap Alzam.

Alzam memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Permintaan Dara untuk memiliki anak, berat untuknya. Dia dan Emira hanya berpura-pura. Tidak mungkin memiliki anak.

Alzam berjalan menuju balkon lantai atas. Berdiri di pembatas balkon. Dia tak bisa terus meratapi kegalauannya. Mencari udara segar solusi terbaik saat ini. Perkataan Dara terus terngiang ditelinganya. Bayangan-bayangan pengkhianatan akan janji suci pernikahannya mulai terlintas dipikirannya.

Lelah.

Keadaan yang saat ini dirasakannya. Seandainya semua bisa kembali, dia ingin mengulang semuanya. Saat-saat di mana senyuman dan tawa Dara masih terlihat jelas. Impian-impian masa depan pernikahannya yang dulu selalu diucapkan bersama Dara, seakan terkikis waktu dan takdir. Hanya ada sebuah harapan, agar semuanya akan baik-baik saja.

Alzam menatap langit gelap tak ada bulan dan bintang yang tersembunyi di antara awan malam.

Dia bukan perokok yang saat pikirannya kacau tinggal menghisap satu batang rokok dan menghembuskan asapnya ke udara. Seakan semua masalahnya mereda seiring habisnya batang rokok itu.

Malam semakin larut tak membuat tubuhnya ingin beristirahat. Dia hanya mengisi kehampaan dengan kesunyian malam. Di mana keramaian kota mulai berkurang. Dari belakang Emira datang menghampirinya dan berdiri tepat di sampingnya.

"Kau belum tidur? Apa masih gila seperti tadi?" tanya Emira.

"Gila? Enak aja aku tidak gila Nona," jawab Alzam.

Emira tertawa. Ingat betul seperti apa Alzam tadi.

"Kau senang aku susah? Tak ku sangka agen sepertimu tak punya rasa empati," ujar Alzam.

"Marah nih, lagian siapa suruh ke klub malam, untung pulang, kalau di jalan dikelonin banci tuh," ledek Emira.

"Gaklah, amit-amit sama banci, aku normal," sahut Alzam.

"Ya, aku percaya," sahut Emira sambil tersenyum.

Alzam kembali terdiam. Menengadah ke langit.

"Apa Dara sudah memaafkanmu?" tanya Emira.

Alzam terdiam. Teringat apa yang diinginkan Dara. Berat untuk mengatakan semuanya pada Emira tapi semua ini tetap harus dibicarakan dengannya.

"Emira, Dara ingin kita punya anak," ucap Alzam.

"Apa? Bukannya kemarin kita sudah membahas itu," jawab Emira.

"Iya, tapi Dara tahunya kita suami istri yang sah.

Dia ingin ada anak kecil yang meramaikan rumah ini," sahut Alzam.

"Alzam, kau ingin aku berpura-pura hamil?" tanya Emira.

"Aku sedang memikirkan hal itu," jawab Alzam.

Emira ikut memikirkan apa yang dipikirkan Alzam. Wanita yang terlihat kuat tapi lemah bila menyangkut perasaannya sebagai seorang wanita. Dia tak ingin Dara terluka karena kebohongan yang sudah terlanjur dijalaninya bersama Alzam.

"Apa aku jujur saja pada Dara kalau pernikahan ini tidak ada?" tanya Emira. Dia berpikir tidak baik terus berbohong.

Terpopuler

Comments

Maya AL Fadl

Maya AL Fadl

nikah aja

2022-04-20

0

faridah ida

faridah ida

nikah aja biar aman untuk ke depan nya , lagian kan ibu Yeni mau matiin Dara ,jadi biar harta gak jatuh ketangan Fany ,mending nikah aja Alzam .

2022-03-26

0

NandhiniAnak Babeh

NandhiniAnak Babeh

kenapa ga nikah aja sih aaaah 😁

2022-03-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!