"Gimana ini? Aku tidak boleh gegabah menjawab pertanyaan Dara. Jika jawabanku dan Alzam berbeda, Dara akan curiga," batin Emira.
"Tapi aku jawab apa? Seharusnya aku dan Alzam membicarakan hal ini, terlihat simple tapi bisa membongkar semua sandiwara ini," batin Emira. Dia masih berpikir keras. Agar tak salah langkah. Jawabannya menentukan kelangsungan sandiwara ini ke depannya.
"Assalamu'alaikum," sapa Alzam yang tiba-tiba masuk ke kamar Dara. Melihat itu Emira lega. Setidaknya dia bisa mengatakannya jawabannya disaksikan Alzam. Jadi mereka akan menjawab hal yang sama.
"Wa'alaikumsallam," sahut Emira dan Dara. Senyuman lega Emira terlihat cerah. Dia memberi kode mata pada Alzam.
Alzam mengangguk. Dia tahu ada sesuatu masalah yang dihadapi Emira. Segera Alzam menghampiri keduanya.
"Lagi pada ngobrolin apa?" tanya Alzam seolah suami untuk dua istri. Dia tersenyum manis.
"Ini Mas, aku ingin tahu di mana Mas dan Emira pertama kali bertemu," ujar Dara.
Deg
Alzam terkejut dengan ucapan Dara. Ternyata itu tadi kode yang diberikan Emira padanya. Alzam menengok sesaat ke arah Emira. Mereka seakan berbicara dari mata ke mata. Kemudian Alzam kembali menatap Dara.
"Kami bertemu di panti asuhan sayang, kebetulan Emira donatur di sana juga," ujar Alzam.
"Iya Dara, benar kata Mas Alzam," sahut Emira sambil tersenyum.
"Mas Alzam memang tak salah pilih, kau memang wanita yang baik Emira," ucap Dara.
Emira hanya mengangguk dan tersenyum.
"Untung saja Alzam datang di waktu yang tepat," batin Emira. Setidaknya Dara sudah puas dengan jawaban Alzam.
"Emira, menurutmu seperti apa Mas Alzam? "tanya Dara.
Emira dan Alzam sama-sama tegang. Pertanyaan Dara membuat mereka canggung. Emira melihat dulu ke arah Alzam yang berdiri di depannya.
"Mas Alzam baik, perhatian, penyayang, dan sabar," jawab Emira.
"Jadi itu yang membuatmu yakin menikah dengan Mas Alzam, iyakan?" tanya Dara.
Alzam mengangguk sekali ke arah Emira, agar sang agen mengiyakan.
"Iya Dara," sahut Emira.
"Kita memang beruntung bisa menjadi istri Mas Alzam, kau akan bahagia bersamanya Emira," ujar Dara.
Emira mengangguk. Tak mungkin membantah. Ikuti alur yang sudah membuatnya jadi istri kedua dalam bayangan Dara.
"Mas Alzam menurutmu Emira seperti apa?" tanya Dara.
Alzam menelan ludahnya. Pertanyaan itu membuatnya bingung.
"Eee ..." ucap Alzam.
"Mas!" panggil Dara karena Alzam belum menjawab.
Baik Alzam dan Emira tambah canggung. Sandiwara itu menyeret mereka pada keadaan yang sulit.
"Emira baik," jawab Alzam singkat. Dia tak berani mengatakan lebih. Bisa saja Dara terluka jika dia menyebutkan semua kelebihan Emira.
"Cantik jugakan Mas?" tanya Dara.
Emira termenung mendengar pertanyaan Dara. Sebenarnya dia risih dengan pertanyaan itu. Dia tahu di mata Alzam hanya Dara yang tercantik. Tapi kini pertanyaan itu bagai bola panas yang digulirkan.
"Kalau aku jawab iya, Dara gimana?" batin Alzam.
"Mas!" panggil Dara.
"Eee ... iya," jawab Alzam.
Dara tersenyum. Dia berusaha untuk tidak cemburu. Permintaannya agar Alzam menikah lagi agar dia tak merasa bersalah. Sudah tiga tahun Dara tak melayani Alzam. Dia tidak ingin suaminya tersiksa.
"Sayang aku punya sesuatu untukmu," ucap Alzam.
"Apa Mas?" tanya Dara.
Alzam mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari saku jas kerjanya. Dia memberikan kotak perhiasan itu pada Dara.
"Ini apa Mas?" tanya Dara.
Emira hanya diam melihat Alzam dan Dara.
"Buka dong sayang," jawab Alzam.
Dara membuka kotak perhiasan itu. Di dalamnya terdapat sebuah kalung silver dengan liontin love yang bertahta berlian berwarna pink.
"Mas ini untukku?" tanya Dara.
"Iya sayang, kalung itu untukmu," jawab Alzam.
Dara melihat ke arah Emira. Dia merasa tidak enak. Selama ini sudah banyak hadiah perhiasan yang Alzam berikan untuknya. Sesekali dia ingin Alzam memberikannya pada Emira.
"Mas, apa kau membeli kalung juga untuk Emira?" tanya Dara.
Alzam terkejut dengan pertanyaan Dara. Dia lupa kalau di mata Dara istrinya ada dua. Seharusnya Alzam membeli dua kalung yang sama.
"Besok aku beli untuk Emira, soalnya tadi aku buru-buru sayang," jawab Alzam.
"Kalau begitu, ini untuk Emira saja, aku sudah punya banyak kalung Mas," ujar Dara.
"Dara tidak usah, aku tidak suka perhiasan," sahut Emira segera mengantisipasi keadaan. Dia tahu pasti Alzam sengaja membeli kalung itu untuk Dara.
"Emira, aku sudah punya banyak perhiasan, lagi pula ini kalung dari Mas Alzam, kau harus mau," ujar Dara.
Alzam bingung. Dara kekeh ingin memberikan kalung itu untuk Emira.
"Baik," jawab Emira terpaksa.
Dara tersenyum. Dia senang Emira mau menerima kalung itu.
"Mas pakaikan kalungnya di leher Emira!" pinta Dara.
Emira langsung menatap Alzam. Begitupun Alzam.
"Mas!" panggil Dara.
"Iya sayang," jawab Alzam. Mau tak mau dia mengambil kalung itu. Dia mendekati Emira. Berdiri di belakangnya. Dia memegang kalung itu ke udara. Tepat di belakang leher Emira. Dia ragu dan grogi. Begitupun dengan Emira.
"Mas ayo!" ujar Dara.
Alzam mengangguk. Dia memasangkan kalung itu ke leher Emira. Kalung itu tampak cocok di leher jenjang dan kulit putih Emira.
Alzam kembali menghampiri Dara. Dia berdiri di dekatnya.
"Emira kau cantik sekali memakai kalung itu," ucap Dara.
Emira tersenyum. Padahal dia risi mengenakan kalung. Untuk wanita tomboy sepertinya pantang mengenakan perhiasan. Tapi sekarang mau tak mau mengenakannya.
"Kalau begitu Mas ke kamar Emira sana! Kalian harus segera mempunyai bayi," ujar Dara.
Emira menelan ludahnya. Jangankan membuat bayi dengan Alzam. Menikah saja mereka tidak. Lagi pula Emira tidak mencintai Alzam.
"Aku di sini malam ini ya," pinta Alzam.
"Tidak, kau tidur dengan Emira, ku mohon," tolak Dara.
Alzam membuang nafas gusarnya.
"Baiklah," sahut Alzam.
Mau tak mau Alzam dan Emira setuju dengan permintaan Dara. Mereka masuk ke dalam kamar Emira. Keduanya duduk di sofa yang berada di kamar Emira.
"Alzam bagaimana ini?" tanya Emira.
"Aku juga tidak tahu, ku pikir mudah bersandiwara ternyata sulit," jawab Alzam.
"Yang benar saja aku harus punya bayi denganmu, ingat perjanjian kita," ujar Emira.
"Aku tahu," jawab Alzam.
"Lama-lama aku terkena serangan jantung jika terus begini," keluh Emira.
"Apa kau mau berakting hamil?" tanya Alzam.
"Apa? Hei Alzam, aku bukan artis film," sahut Emira kesal.
Alzam terdiam. Dia juga bingung. Tak disangka sulit menjalankan sandiwara pernikahan palsu ini.
"Apa sulitnya pakai bantal di perutmu, terus awal kehamilan kau mual-mual, bukannya agen bisa jadi apa saja?" ujar Alzam.
"Pakai bantal, mual, kau tahu sekali orang hamil seperti apa? Kau sebelumnya lelaki jadi-jadian yah?" tanya Emira.
"Tidaklah, aku lelaki sejati, aku bisa menghamilimu," jawab Alzam.
"Gila aku, seharusnya aku tolak misi ini dari awal, aku tak mau kehilangan keperawananku, apalagi untukmu," ujar Emira.
"Memangnya aku kenapa?" tanya Alzam.
Emira mendekat naik ke atas meja. Menunjuk ke arah muka Alzam.
"Kau suami orang, aku sudah punya seseorang yang ku cintai, jangan buat aku bermain gila," ujar Emira.
Alzam tertawa. Melihat tingkah Emira.
"Kau gila? Apa masalah ini menekanmu?" tanya Emira yang masih di atas meja.
"Kau agen? Seperti ini sikapmu?" tanya Alzam.
Emira langsung menarik tangan Alzam, menjatuhkannya di lantai.
Bruuug ....
"Aw ...," keluh Alzam.
"Kau meragukanku agen? Ayo kita selesaikan dengan jantan," tantang Emira.
Alzam bangun. Dia berdiri. Meskipun punggungnya sedikit sakit.
"Boleh, sedikit berolahraga sepertinya menyenangkan," sahut Alzam.
Emira langsung menyerang duluan. Mereka berdua baku hantam. Alzam berusaha menyerang lebih sering. Namun Emira terlihat santai, menghindari setiap pukulan dan tendangan. Alzam hendak menendang perut Emira, tapi dia naik ke sofa.
"Tak kena, hanya ini kemampuanmu?" tanya Emira.
Alzam menyusul naik ke sofa. Emira langsung beralih ke meja. Mereka baku hantam kembali. Tak ada yang bersantai kali ini. Mereka bahkan melempar apa saja.
"Wah pertandingan mulai seru," ucap Emira.
"Lelaki tetap lebih kuat," sanggah Alzam.
"Buktikan!" titah Emira.
Mereka kembali bertarung. Emira menunjukkan skill-nya. Dia kayang beberapa kali ketika Alzam hendak menendangnya. Sampai ke atas ranjang. Mereka bertarung di atas ranjang. Sikut menyikut. Menggunakan tangan dan kaki untuk menjauhkan lawan. Sampai Emira berhasil melumpuhnya Alzam. Membantingnya ke ranjang.
Bruuug ...
Alzam berbaring di ranjang. Tak kuasa bangun lagi. Tenaganya sudah habis terkuras.
"Kau kalah?" tanya Emira.
Alzam langsung menendang kaki Emira hingga jatuh dan berbaring di sampingnya.
"Kau curang Alzam," ucap Emira.
"Tadi kau tidak menyebutkan peraturannya, berarti curang bolehkan," ujar Alzam.
Emira tersenyum. Kemudian mengatur nafasnya. Begitupun dengan Alzam.
"Lelah, tapi menyenangkan," ujar Alzam.
"Kau tak pernah bertarung?" tanya Emira.
"Aku pebisnis Nona bukan agen," jawab Alzam.
"Apa jadi pebisnis menyenangkan?" tanya Emira.
Alzam akhirnya bercerita tentang dunia bisnis pada Emira. Karena Emira selalu menjalankan berbagai misi informasi dari Alzam berguna untuknya. Emira terus mendengarkan hingga keduanya mengatuk.
"Aku tidur dulu," ucap Alzam.
"Kau mau tidur di balkon?" tanya Emira.
"Iya, pinjam selimutmu ya," jawab Alzam.
"Oke, tapi jangan diilerin," sahut Emira.
"Orang tampan takkan ngiler Nona," sanggah Alzam.
"Gak ngiler tapi ngorokkan, aku mendengarnya, berisik sekali," ujar Emira.
"Oke, aku akan memplaster mulutku biar gak ngorok," ucap Alzam.
Emira tertawa. Tak disangka Alzam bisa menghumor juga. Dia pikir lelaki itu tertutup dan dingin ternyata setelah kenal dekat, dia bisa bercanda.
"Selamat tidur Emira," ucap Alzam.
"Oke, selamat tidur Alzam," sahut Emira.
Segera Alzam membawa selimut tebal milik Emira ke balkon. Dia berbaring di kursi. Menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Maya AL Fadl
lama2 mulai nyaman
2022-04-20
0
Rayhana Mb
udah mulai nyaman nih..
2022-03-31
1
Yuliati
cie,,, cie,,, mulai dekat ni,,,, 🤭🤭🤭
2022-03-29
0