Mas Ilham. Begitu aku akan menyebut dan memanggilnya mulai sekarang. Lelaki dewasa yang begitu perhatian. Tak hanya menunggui dan menemaniku di ruang rawat, dia bahkan bersedia menyuapiku ketika aku mengeluh lapar.
"Baik sekali kamu, Mas," pujiku.
"Iya dong... apalagi pada calon istri. Kekasihku tersayang."
"Aduh...!" aku terpekik tatkala tak sengaja hendak mengangkat tangan kananku untuk menutup mulut.
Benar-benar, ya. Mas Ilham membuat perasaanku jadi nano-nano. Aku malu sampai tersipu-sipu. Aku senang sampai ingin tertawa. Dan bahkan aku ingin mencubit-cubitnya karena gemas.
"Kamu ini, ya...."
"Refleks, Mas. Aku lupa kalau tanganku sakit."
"Aneh kamu, Sayang. Masa bisa lupa kalau tangan lagi sakit?"
Uuuuuh... senangnya mendengar panggilan sayang itu keluar dari mulutnya. Dia membuatku semakin mengulum senyum dan mesti menahan rona malu di pipiku yang semakin terasa panas. "Aku begini kan gara-gara kamu, Mas. Mulutmu terlalu manis. But thanks, karena kamu sudah menjadi sosok lelaki impianku."
"Apa pun untukmu, Sayang. Itulah hakikatnya mencintai. Akan kulakukan apa pun yang membuatmu bahagia, asal Allah meridhai."
Kepingin nangis. Kata-kata tulusnya membuatku terharu. Kalau kami sudah halal, pasti sudah kupeluk ia dengan erat. Tapi sekarang, respons terbaikku hanya berupa senyuman dan ucapan terima kasih yang tulus dari dasar hati.
"Oh ya, Mas. Aku boleh tanya sesuatu?"
"Silakan. Mau tanya apa?"
"Itu, emm... bagaimana ceritanya kamu ada di sana tadi? Apa ada hubungannya dengan Umi?"
Dia menyendokkan makanan ke mulutku, lalu mengangguk. "Iya, benar. Umi yang meneleponku. Katanya dia punya firasat buruk. Jadi, dia memintaku untuk mencari dan menemanimu. Kamu tidak marah, kan? Dan maaf, aku datang terlambat."
"Tidak. Bukan salahmu, kok. Santai saja."
"Kamu yang santai. Jangan merasa bersalah begitu."
"Em, aku... aku tahu, kok, aku memang salah. Maaf, ya."
"Zahraku Sayang... kamu tidak salah. Hanya saja, lain kali jangan melakukan hal itu sendiri. Kan kamu bisa minta aku menemanimu, atau minta tolong pada Abi. Jangan membuat orang lain khawatir. Apalagi Umi. Paham?"
Aku tertunduk malu. "Ya," kataku. "Tidak akan lagi. Aku janji."
"Bagus. Aku pegang janjimu, ya."
"Iya, Mas."
"Jadi, itu tadi yang namanya Imam?"
Duuuh... ya ampun. Aku semakin merasa tidak enak hati padanya.
"Jangan merasa bersalah. Aku tidak apa-apa, kok. Toh, kalian tidak terikat hubungan apa pun, ya kan? Hanya perasaan yang semu. Selama dia belum mengkhitbahmu, aku berhak berjuang untuk menjadi cinta sejatimu. Apa aku benar?"
Aku mengangguk, menyeka air mata yang menetes. "Jangan dibahas lagi, ya."
Karena memang tidak ada gunanya lagi membahas hal itu.
Kami sepakat. Dan setelah itu, Mas Ilham masih menyuapiku makan ketika Abi dan Umi kembali ke rumah sakit, hampir setengah jam setelah azan isya berkumandang. Senang sekali melihat wajah mereka lagi dalam kesadaran. Dan bukan sekadar seberkas bayangan yang terlintas dalam ingatan.
"Bagaimana keadaanmu, Nduk?"
"Lumayan," jawabku. "Ada yang merawatku dengan baik."
"Oh, anak Umi senang, ya, ada perawat khusus." Umi menggodaku lagi.
Semua orang tertawa riang. Yeah, anggaplah itu sakit yang membawa berkah. Berkah dalam bentuk cinta yang indah.
"Aku masih lapar," kataku, memancing senyum manis Mas Ilham terkembang dengan sempurna.
Tetapi...
"Disuapi Umi, ya. Aku mau bicara dulu dengan Abi."
Eit dah! Ingin merengut, tapi tak mungkin. Aku pun mengangguk dan membiarkan Umi mengambil alih nampan makananku.
"Manis sekali, ya, dia," kata Umi segera setelah Abi dan Mas Ilham meninggalkan ruangan.
Aku harus menyembunyikan dengusan tawa ketika nada menggoda dan kata-kata makcomblang itu kembali meluncur dalam suara ibuku. Dia belum tahu bahwa aku sudah memutuskan untuk menerima perjodohan kami.
Dan, meski aku tidak mendengar apa yang dikatakan Mas Ilham kepada Abi, aku tahu dan yakin apa yang akan ia sampaikan. Dia akan segera mengkhitbahku.
Dan itu terjawab setelah beberapa menit kemudian, setelah mereka kembali ke ruang rawatku, Mas Ilham mengangguk dan menatapku penuh arti. Bahkan, setelah ia berpamitan, Abi langsung menyampaikan hal itu kepada Umi. Umi senang bukan kepalang. Bisa dibilang, putri semata wayangnya sudah benar-benar dikhitbah oleh seseorang. Pemuda yang baik dan sesuai dengan harapan mereka.
"Aku pamit pulang dulu, ya. Besok aku akan ke sini lagi. Istirahat yang cukup dan cepatlah sembuh. Hari-hari yang indah segera menantimu, Zahra."
Aaaaah... gentle sekaliiiiiii....
Mas Ilham tak sedikit pun merasa sungkan berkata manis seperti itu di depan Abi dan Umi. Aku maluuuuu. Wajahku yang pucat pasti berubah merah jambu lantaran tersipu.
Setelah mencium tangan Abi dan berpamitan pada Umi, plus ucapan salamnya, Mas Ilham melangkahkan kaki keluar ruangan. Dia sempat tersenyum dan menatapku sebelum menutup pintu, dan, saranghae....
Aku mengulum senyum melihat simbol love dari jemari yang ia layangkan kepadaku.
Manis sekali.
Dan keesokan harinya, setelah zuhur, Mas Ilham kembali menjengukku ke rumah sakit seperti yang ia janjikan. Aku mengulas senyum penuh terima kasih kepadanya, senang dia bersamaku melewati sakit yang saat ini mesti kulalui. Dan bahagia yang berlipat, ia tak sekadar membawakan buah tangan berupa buah dan camilan, tetapi, ia juga datang dengan buket mawar merah.
Yap, mawar merah. Ungkapan rasa cinta. Umi pun mesem-mesem dibuatnya.
"Terima kasih," ucapku menyambut bunga itu dari tangannya.
Dia hanya mengangguk. "Umi sudah makan siang, belum? Mau Ilham--"
"Tidak usah. Biar Umi ke kantin sendiri."
"Tidak apa-apa, Umi."
"Ssst... kamu temani Bila di sini. Eh, maksud Umi, kamu temani Zahra di sini."
Ckckck! Aku hampir ngakak. Ekspresi kebahagiaan. Umi semringah, Mas Ilham tersipu, dan aku tertawa menyaksikannya.
"Jangan malu, ih. Tidak cocok dengan brewokmu."
Ck! Dan dia mendelik. Gemas.
"Sekali lagi terima kasih atas bunganya," kataku setelah Umi pergi ke kantin. "Dan terima kasih sudah menepati janji untuk menjengukku."
Mas Ilham duduk. Seraya melirik ke arah pintu, ia berkata, "Aku kangen, aku rindu, dan aku cinta padamu."
Uuuh... aku meleleh. Dan lebih meleleh lagi setelah kudapati secarik kertas surat terselip di antara mawar-mawarku.
Akan ada satu orang yang membuatmu jatuh cinta tanpa sebab, tanpa alasan, juga tanpa pertanyaan.
Akan ada satu orang yang membuatmu belajar bahwa cinta bisa datang di waktu yang lama, di waktu yang singkat, juga di waktu yang tepat.
Cinta tak melulu tentang seseorang yang kita inginkan. Cinta butuh lebih dari itu.
Cinta adalah tentang seseorang yang kita butuhkan.
Cinta bukan hanya tentang saling memiliki. Cinta adalah keikhlasan, ikhlas saling memberi dan saling berbagi.
Dan, kaulah orang yang kucari. Yang kunanti sepanjang hari.
Salsabila Azzahra binti Muhammad Siddiq, kupinang kau dengan Bismillah.
Ya Tuhan... mataku terpejam dan hatiku langsung bergetar. Bulir bening air mata seketika menetes, mengalir di pipi.
Terima kasih, Mas. Terima kasih atas cinta luar biasa yang kau berikan untukku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Rifa Endro
lumerrrrr di mulut , kaya cokelat. semoga aja gak manis dibibir
2023-11-16
0
Afternoon Honey
mau satulah yg kayak Ilham untuk dijadikan anak menantu...
2023-08-19
0
Mabuok Hape
bikin suami atau istri anda semakin cinta kpd mu para istri atau suami....
jangan cuma baper sama cerita aja....he he he
2022-07-15
1