BAB 6 Alasan Mulia

Aku tergeragap. Kutatap sejenak seraut muka penuh brewok yang tersenyum kepadaku, lalu aku mengangguk, memperbolehkan ia memanggilku Zahra seperti yang ia inginkan.

"Terima kasih, Zahra."

Yeah, dia satu-satunya orang yang memanggilku Zahra. Kedengarannya... ya... manis juga. Kembali lagi, mungkin karena dia satu-satunya, dan yang pertama kali.

Kenapa tidak memanggilku sayang saja sekalian?

Eh?

Dan itu membuatku tersenyum. "Sama-sama, Ustadz. Eh, maksud saya, sama-sama, Mas Ilham."

"Biasakan, ya," tegurnya. "Lagipula saya ini memang bukan ustadz, kok. Bukan seorang ustadz dalam arti pendakwah yang menyiarkan agama ke mana-mana, dari masjid ke masjid. Bukan, kok. Saya hanyalah seorang tenaga pengajar yang mengajarkan salah satu mata pelajaran agama di sekolah madrasah. Alias guru. Kan sama sepertimu. Sama-sama tenaga pendidik. Iya, kan?"

Tapi aku mengajar seni dan budaya modern. Bukan mengajarkan pendidikan agama.

Aku mengangguk. Kusambut perkataan Ustadz Ilham dengan senyuman. Setidaknya dia telah mencoba memberitahuku bahwa dia bukanlah sosok seorang ustadz yang membuatku parno akan poligami yang seolah menjadi tradisi. Tak ada gunanya membantah. Dan aku berpikir keras, bagaimana mengubah haluan pembicaraan ini? Membawanya seperti tujuanku yang seharusnya: memastikan bahwa Ustadz Ilham merupakan sosok yang akan pro atau justru menolak poligami? Minimal untuk dirinya sendiri. Dan, untukku, seandainya kelak kami berjodoh dan aku menjadi istrinya.

Tetapi, bagaimana menanyakan pertanyaan itu supaya ia tak tersinggung dan mau menjawabku dengan jujur sejujur-jujurnya?

"Zahra," panggilnya. "Boleh saya bicara duluan?"

Aku mengangguk. "Silakan," kataku.

"Begini, mungkin kamu bingung bagaimana memulai obrolan yang pasti isinya sangat panjang kalau sudah kita bicarakan. Maksud saya, kalau kita membahasnya, pasti itu pembahasan yang akan sangat panjang. Jadi, biar saya yang memulai semua. Tapi kamu mesti berjanji dulu, kamu akan tetap di sini, jangan marah, dan jangan mengedepankan emosi. Bisa?"

Aku mengangguk lagi.

Ustadz Ilham berdeham lembut. "Sebenarnya, saya sudah tahu banyak tentang kamu. Abi dan Umi sudah menceritakan garis besar tentang kepribadianmu kepada saya. Semua garis besarnya."

"Oh," nyaris tak terdengar.

Pria itu mengangguk sebelum kembali membuka suara. "Abimu," katanya, "beliau juga sudah menyampaikan apa dan kenapa dia menginginkan kita berjodoh. Keinginannya supaya kamu bersuamikan pria baik yang siap membimbingmu menjadi pribadi yang lebih baik. Dan, yeah, termasuk keinginannya supaya kelak saya bisa membantu beliau di pesantren. Tapi... bukan itu yang menjadi asalan saya ada di sini. Bukan karena semata-mata saya ingin membantunya mengurusi pesantren. Sama sekali bukan itu."

"Lalu, apa?" potongku -- dengan nada pelan.

Dia meminum sedikit es teh di depannya, lalu kembali fokus kepadaku. "Karena harapan mereka, harapan yang juga menular kepada kedua orang tua saya. Sekali lagi, ini juga bukan harapan mereka tentang pesantren, tapi lebih ke dirimu. Anak gadis Umi satu-satunya. Itu yang membuat saya ada di sini. Demi ibumu, demi ibu saya, juga demi kamu. Tapi... saya juga tidak akan memaksamu untuk menerima perjodohan ini. Semua tergantung pada dirimu sendiri. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik, yang bisa saya lakukan untuk perempuan-perempuan mulia yang menggenggam surga kita. Jadi, saya pikir tidak ada salahnya kalau saya mencoba mengenalimu lebih jauh dan menerima perjodohan ini. Ada banyak pihak yang akan bahagia atas hubungan ini. Tapi sekali lagi, bukan untuk dipaksakan."

Aku mengangguk, tanpa tahu mengapa harus mengangguk. Kutatap binar tulus di mata Ustadz Ilham dengan perasaan galau.

"Kamu gadis yang baik, Zahra," katanya melanjutkan. "Jauh di dasar hatimu, semua orang tahu kalau kamu orang yang baik, anak yang baik, kamu sayang kepada orang tuamu. Dan, tidak ada yang menyalahkanmu kenapa kamu... kamu mengerti maksud saya, kamu seperti... apa yang dijelaskan Abi dan Umi. Tidak ada yang menyalahkanmu atas semua itu. Semua yang ada pada dirimu. Toh, itu hanya pemberontakan yang bahkan kamu masih bisa mengendalikannya. Kamu masih di sini, di sisi kedua orang tuamu. Itu sudah cukup untuk membuktikan kalau kamu masih taat kepada mereka."

Aku terhenyak dengan kalimat terakhir itu. Serasa ingin menangis. Aku memang tak akan pernah sanggup menyakiti hati Umi dengan kabur, minggat dari rumah, apalagi mengajak Mas Imam kawin lari. Tak akan pernah.

Pelayan datang, membawakan dua porsi ikan bakar ke meja kami. Aku mengalihkan pandanganku ke tangannya yang bergerak cepat melakukan tugasnya.

"Ada lagi yang ingin dipesan?" tanyanya.

Aku menggeleng, Ustadz Ilham pun menggeleng. "Tidak, terima kasih," Ustadz Ilham menyahut. "Mari makan," katanya padaku, ia pun langsung menyendok nasi di piringnya. Aku turut melakukan hal yang sama.

Sambil menikmati makananku, aku berpikir, sungguh Ustadz Ilham sosok pria yang baik. Dia bersedia melakukan pendekatan hati kepadaku lantaran memenuhi permintaan ibuku, juga ibunya. Padahal dia sudah tahu soal garis besar kepribadianku yang tak sesuai dengan kepribadian seorang santri, apalagi kepribadian anak seorang kiai ternama. Kalau sebenarnya dia sudah tahu garis besar kepribadianku dan ia bisa menerima semua itu, apa perlu aku masih membeberkan tentang hal-hal yang tak sesuai itu?

Dan ini memicu ingatanku pada cerita Umi semalam. Katanya aku jangan pernah bertanya pada Ustadz Ilham soal pertanyaan yang kutanyakan padanya semalam: kenapa Ustadz Ilham belum menikah di usianya yang sudah matang dan malah bersedia dijodohkan denganku?

Kata Umi, Ustadz Ilham sudah pernah hendak menikah satu setengah tahun yang lalu. Namun, takdir berkata lain. Calon istrinya meninggal dalam jihad. Jihad yang tak dijelaskan Umi dalam bentuk apa dan seperti apa walaupun semalam aku sudah bertanya.

Dan sekarang, dia siap menata hatinya kembali dalam perjodohan ini: demi kedua ibu yang mulia itu. Menata hati kami bersama-sama? Atau bahkan dia sudah menyiapkan dirinya untuk menerima segala kekuranganku, plus cara yang mutakhir untuk bisa menyentuh hatiku?

Oh Tuhan... haruskah aku melakukan hal yang sama? Haruskah aku menerima perjodohan ini demi Umi? Aku sangat ingin membahagiakannya. Tetapi...

"Zahrah?"

"Emm?"

"Kamu diam saja. Apa kamu tidak suka saya bicara seperti ini? Kamu bisa bilang kalau ada bagian perkataan saya yang tidak sesuai dengan hatimu. Tidak apa-apa."

Aku yang sedang menyuapkan nasi ke mulut, menghentikan gerakanku. "Tidak, kok. Saya menerima dan menyerap semua yang Ustadz katakan."

"Mas Ilham!" tegurnya lagi.

"Oh, ya, maaf. Mas Ilham."

"Nanti kamu juga akan terbiasa."

"Yeah, em... pasti."

"Santai saja, Zahra. Kalaupun kita tak berjodoh, setidaknya saya bisa menjadi abangmu, kan? Saya bersedia menganggapmu sebagai adik. Adik kesayangan."

Eh?

Aku terkejut. Dia membuatku semakin merona.

Terpopuler

Comments

Rifa Endro

Rifa Endro

adik !?? adik ketemu gede maksudnya ???

2023-11-16

0

Ismaul Yusuf

Ismaul Yusuf

laaaaaaaaah kenapa aku yang lumer 😪

2022-05-28

3

Milah Kamilah

Milah Kamilah

asyik... lanjut teroosss

2022-05-01

3

lihat semua
Episodes
1 Tentangku
2 Perjodohan
3 Pertemuan
4 Mempesona
5 Mas Ilham
6 BAB 7 Jatuh Cinta?
7 BAB 6 Alasan Mulia
8 Ilham Dari Tuhan
9 Pemuda Yang Manis
10 Pendalaman
11 Seberapa Cocok?
12 Mencari Ilham
13 Saranghae
14 Pelabuhan Hatiku
15 Cinta Luar Biasa
16 Kisah Yang Manis
17 Hari Lamaran
18 Manisnya Ilham
19 Kepercayaan
20 Takdir
21 Melepas Penat
22 Romantis
23 Mimpi Dan Impian
24 Caranya Membahagiakanku
25 Tragedi Pilu
26 Ketika Tuhan Menguji
27 Mas Ilham....
28 Menggelitik
29 Hati Yang Meragu
30 Meyakinkan Hati
31 Menjelang Pernikahan
32 Ikatan Suci Pernikahan
33 Ciuman Pertama
34 Ujian Pertama
35 Tester Pertama
36 Romantisme Pengantin Baru
37 Malam Pertama
38 Sambutan Pagi
39 Gairah Asmara
40 Candu
41 Suamiku Yang Gila
42 Kehidupan Baru
43 Humoris
44 Hmm....
45 Terapi Mujarab
46 Romantisme Yang Tertunda
47 OMG Waw!
48 Pahit Manis Cinta
49 Pergolakan Hati
50 Renungan
51 Suamiku Edan!
52 Kehangatan Pengantin Baru
53 Kalam-Kalam Cinta
54 Salsabila Azzahra
55 Malam Kedua Bersamamu
56 Canda Dalam Candu
57 Keterbukaan
58 Tips And Trick
59 Cerita Masa Lalu
60 Cinta, Pengobat Luka.
61 Minggu Kelabu
62 Penyabar, Dan Gila!
63 Kultum
64 Mesranya....
65 Teror
66 Melelahkan
67 Sial
68 Ceritaku, Dari Pahit Hingga Manis.
69 Satu Bulan....
70 Positif
71 Ujian Lagi?
72 Suami Bijak
73 Laraku
74 Siasat Licik!
75 Dia Yang Luar Biasa Sabar
76 Bermuka Dua
77 Imam Terbaik
78 Cuap-Cuap Tetangga
79 Haru
80 My Perfect Husband
81 Nyesss...!
82 Gesrek!
83 Sempurna
84 Bahagia Itu Sederhana
85 Keji!
86 Cinta Yang Sempurna
87 Luar Biasa
88 Lagi!
89 Lelah
90 Kasihan....
91 Gelisah
92 Gairah
93 Tragis
94 Cahaya
95 Ikhlas
96 Menata Hati
97 Berdamai...
98 Kuatlah, Zahra....
99 Sesuatu
100 Oh Tuhan....
101 Ujian Untukku
102 Menghapus Keraguan
103 Kepercayaan
104 Selalu Bersama
105 Welcome Home
106 Melapangkan Dada
107 Memulai Lagi
108 Kekuatan
109 Kangen
110 Kembali Semula
111 Jeda Iklan! Ups!
112 Have Fun!
113 Yang Terbaik
114 Keluarga Harmonis
115 San Francisco
116 Gesrek!
117 Suamiku Yang Konyol
118 Bulan Madu Terindah
119 Sweet
120 Mungkinkah?
121 New Life
122 Kepingan Cerita
123 Yang Tak Terkira
124 Suami Luar Biasa
125 Happy Holiday
126 Momen Terdahsyat
127 Happy Ending
128 Salam Cinta Author
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Tentangku
2
Perjodohan
3
Pertemuan
4
Mempesona
5
Mas Ilham
6
BAB 7 Jatuh Cinta?
7
BAB 6 Alasan Mulia
8
Ilham Dari Tuhan
9
Pemuda Yang Manis
10
Pendalaman
11
Seberapa Cocok?
12
Mencari Ilham
13
Saranghae
14
Pelabuhan Hatiku
15
Cinta Luar Biasa
16
Kisah Yang Manis
17
Hari Lamaran
18
Manisnya Ilham
19
Kepercayaan
20
Takdir
21
Melepas Penat
22
Romantis
23
Mimpi Dan Impian
24
Caranya Membahagiakanku
25
Tragedi Pilu
26
Ketika Tuhan Menguji
27
Mas Ilham....
28
Menggelitik
29
Hati Yang Meragu
30
Meyakinkan Hati
31
Menjelang Pernikahan
32
Ikatan Suci Pernikahan
33
Ciuman Pertama
34
Ujian Pertama
35
Tester Pertama
36
Romantisme Pengantin Baru
37
Malam Pertama
38
Sambutan Pagi
39
Gairah Asmara
40
Candu
41
Suamiku Yang Gila
42
Kehidupan Baru
43
Humoris
44
Hmm....
45
Terapi Mujarab
46
Romantisme Yang Tertunda
47
OMG Waw!
48
Pahit Manis Cinta
49
Pergolakan Hati
50
Renungan
51
Suamiku Edan!
52
Kehangatan Pengantin Baru
53
Kalam-Kalam Cinta
54
Salsabila Azzahra
55
Malam Kedua Bersamamu
56
Canda Dalam Candu
57
Keterbukaan
58
Tips And Trick
59
Cerita Masa Lalu
60
Cinta, Pengobat Luka.
61
Minggu Kelabu
62
Penyabar, Dan Gila!
63
Kultum
64
Mesranya....
65
Teror
66
Melelahkan
67
Sial
68
Ceritaku, Dari Pahit Hingga Manis.
69
Satu Bulan....
70
Positif
71
Ujian Lagi?
72
Suami Bijak
73
Laraku
74
Siasat Licik!
75
Dia Yang Luar Biasa Sabar
76
Bermuka Dua
77
Imam Terbaik
78
Cuap-Cuap Tetangga
79
Haru
80
My Perfect Husband
81
Nyesss...!
82
Gesrek!
83
Sempurna
84
Bahagia Itu Sederhana
85
Keji!
86
Cinta Yang Sempurna
87
Luar Biasa
88
Lagi!
89
Lelah
90
Kasihan....
91
Gelisah
92
Gairah
93
Tragis
94
Cahaya
95
Ikhlas
96
Menata Hati
97
Berdamai...
98
Kuatlah, Zahra....
99
Sesuatu
100
Oh Tuhan....
101
Ujian Untukku
102
Menghapus Keraguan
103
Kepercayaan
104
Selalu Bersama
105
Welcome Home
106
Melapangkan Dada
107
Memulai Lagi
108
Kekuatan
109
Kangen
110
Kembali Semula
111
Jeda Iklan! Ups!
112
Have Fun!
113
Yang Terbaik
114
Keluarga Harmonis
115
San Francisco
116
Gesrek!
117
Suamiku Yang Konyol
118
Bulan Madu Terindah
119
Sweet
120
Mungkinkah?
121
New Life
122
Kepingan Cerita
123
Yang Tak Terkira
124
Suami Luar Biasa
125
Happy Holiday
126
Momen Terdahsyat
127
Happy Ending
128
Salam Cinta Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!