Fandy juga sudah mengecek semua rekaman cctv di semua lantai, namun nihil. Zalfa tak ada di mana-mana.
"Bagaimana? Apa kalian menemukannya?" tanya Maya pada Santi dan teman-temannya.
"Tidak ada Pak. Kami sudah mencarinya ke seluruh ruangan." jawab Bu Nely mewakili semuanya.
"Yakin, sudah di cek semuanya? Tidak ada yang terlewat?" tanya CEO mereka yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Mereka saling tatap, dalam hati merasa heran. Seorang OG menjadi perhatian CEO bahkan turun langsung untuk memastikan keadaannya?
Berlebihan banget sih. Emang, Zalfa itu siapa? Batin Jeany.
"Maaf Pak, tadi ada toilet yang rusak. Saya mencoba untuk mengecek ke dalam, namun pintunya dikunci Pak." ucap Sinta.
Semua mata tertuju padanya.
"Siapa yang bertanggung jawab dan memegang kuncinya? Atau cepat panggil teknisi!" Bunda yang sejak tadi panik ikut menimpali.
Segera mereka memanggil orang yang bertanggung jawab sekaligus teknisinya.
"Maaf Pak, saya malah tidak tahu kalau toiletnya rusak. Saya juga tidak mengunci pintunya apa lagi menempel tulisan ini." ucap penanggung jawab tempat itu.
"Ya sudah, Bapak punya kunci serepnya kan? Cepat buka! Jangan dilepas tulisannya! Jangan disentuh juga!" ucap Vano tegas.
Begitu pintu terbuka, semua menjerit histeris ketika melihat keadaan Zalfa yang sudah basah kuyub dengan darah yang sudah agak mengering di pelipisnya bahkan merembes sampai ke jilbab yang dia pakai.
"Panggil dokter Fan!" teriak Surya.
Entah dorongan dari mana saat melihat wajah pucat Zalfa, hati Surya merasa sakit. Wajahnya mengingatkannya pada seseorang. Tanpa pikir panjang dia segera membopong Zalfa ke ruangan Rendra. Semua mata memandang ke arah Surya yang begitu khawatir dan perhatian pada Zalfa. Karyawan banyak yang menduga-duga, mungkin Zalfa adalah anak Surya dengan simpanannya. Dan sengaja dimasukkan ke perusahaan ini agar dekat dengannya.
Fandy segera menghubungi dokter perusahaan yang berada di klinik lantai dasar.
"May, bantu Ibu si dalam ya." ucap Bunda pada Maya.
Sesungguhnya Maya pun bertanya-tanya dalam hati. Mengapa semua petinggi perusahaan begitu memperhatikan Zalfa.
"Baik Bu." jawab Maya mengikuti Surya dan istrinya dari belakang.
Bukan hanya Surya, istrinya juga merasa mengenal wajah Zalfa. Tapi sepertinya mereka harus bersabar menunggu sampai Zalfa sadar untuk menanyakan.
"Bawa ke kamar Rendra saja Yah." ucap Bunda.
Bunda segera membuka pintu menuju ruang pribadi Rendra. Setelah meletakkan Zalfa di ranjang, Surya segera keluar karena zalfa harus segera digantikan baju. Sinta dari luar tadi sudah menyusulkan tas yang berisi pakaian ganti Zalfa.
Bunda segera membuka pakaian Zalfa dibantu Maya. Tiba-tiba bunda meneteskan air mata saat melihat bekas luka di lengan atas Zalfa. Sekilas seperti luka sayat. Namun Bunda masih bisa menahannya sampai mereka selesai mengganti pakaian Zalfa.
"Maaf Bu. Saya izin pinjam kemeja Pak Rendra untuk menutup rambut Zalfa." ucap Maya sopan.
"Ya, lakukan." ucap Bunda sambil membelai surai hitam milik wanita cantik di depannya ini. Air matanya masih keluar, jika benar yang dia pikirkan, maka pencariannya selama ini akan berakhir.
Tak lama dokter pun masuk bersama Surya. Bunda segera menghambur ke pelukan suaminya begitu melihatnya masuk.
"Kita menemukannya Yah. Bunda harap, dialah yang selama ini kita cari." ucap Bunda sambil terisak.
"Jadi Bunda juga memikirkan hal yang sama?" tanya Surya pada istrinya. Bunda hanya mengangguk lemah.
"Bagaimana keadaannya Dok?" tanya Surya pada dokter wanita itu.
"Sepertinya mbak Zalfa masih terpengaruh obat bius Pak, makanya belum sadar. Lukanya agak dalam, ini akan saya jahit ya Pak. Tapi insya allah akan cepat pulih. Mungkin saat bangun akan terasa pusing dan kepalanya mungkin juga akan terasa sakit akibat benturan. Di sini agak benjol ya Pak, Bu. Tapi kalau mbak Zalfa merasakan sakit kepala yang berlebihan sebaiknya diperiksakan lebih lanjut ke rumah sakit ya Pak." ucap dokter muda itu.
"Baik Dok." sahut Surya kemudian.
Setelah selesai diperiksa, Bunda menunggu Zalfa sadar di kamar, sedangkan Surya sendiri menuju ruang kerja Rendra.
"Gimana Yah?" tanya Vano berdiri menyambut Surya.
"Bundamu masih menunggu dia sadar Van. Tidak ada yang serius tapi lukanya lumayan. Ada kabar dari Rendra Fan?" tanya Surya beralih pada Fandy.
"Kata Sam, masalahnya sudah beres Om. Tadi dia mengatakan tinggal mengadakan rapat koordinasi lanjutan. Sepertinya rapat masih berlangsung karena mereka belum ada yang bisa dihubungi." jawab Fandy.
"Baguslah. Kirim pesan saja pada Sam, agar nanti segera menghubungi saya." perintah Surya lagi.
"Baik Om." Fandy segera mengirim pesan pada Sam.
"Apakah Ayah mengenal Zalfa?" tanya Vano yang akhirnya mengungkapkan penasarannya, mengapa sejak tadi sepertinya orang tuanya gelisah berlebihan.
Belum sempat Surya menjawab, datanglah Sinta dan Maya yang mengantarkan minuman. Setelah menaruh minuman di atas meja, mereka keluar ruangan lagi.
"Kamu ingat tante Tiara? Dulu dia punya seorang anak kecil yang suka Rendra panggil Rara. Wajah Zalfa mirip sekali dengan tante Tiara sahabatnya Bunda. Ayah hanya berharap Zalfa itu adalah Rara." ucap Surya.
"Gadis kecil yang dengan polosnya menjadi super heronya Rendra itu? Yang mengorbankan diri melindungi Rendra saat akan diculik, sampai dia sendiri yang terluka?" tanya Vano takjub.
"Iya, semoga gadis itu adalah gadis yang sama dengan yang ada di dalam." sahut Surya penuh harap.
"Fandy tidak menyangka Om. Astaga, kalian harus melindungiku Om, Van. Rendra pasti ngamuk kalau tahu Zalfa terluka. Apalagi dia terlukanya karena ulah kita." ucap Fandy khawatir.
Vano menepuk bahu Fandy sebagai bentuk dukungannya.
"Kamu sudah melaporkan kasus ini? Kejadian ini seperti sudah direncanakan." tanya Suryo pada Fandy.
"Benar Om, Fandy rasa juga begitu. Polisi sudah memeriksa sidik jari yang menempel di sana. Sebentar lagi pasti ke sini. Mereka juga perlu meminta keterangan Zalfa." jawab Fandy.
"Ya, mereka harus dihukum berat Fan. Aku tidak rela perusahaanku menjadi sarang kriminal. Apalagi korbannya adalah Zalfa." ucap Surya sambil mengepalkan tangan.
"Yah, Vano lanjutkan kerjaan dulu ya. Kalau ada apa-apa hubungi Vano." pamit Vano pada ayahnya.
"Baiklah, setelah ini mungkin ayah akan mengantar Zalfa. Ayah ingin memastikan dugaan Ayah." ucap Surya.
Vano segera kembali ke ruangannya karena memang ada beberapa berkas yang harus diselesaikan.
"Eemmmmgggghhh....."
Bunda yang sejak tadi menggenggam tangan Zalfa terlonjak saat mendengar lenguhan zalfa.
"Kamu sudah sadar Nak? Apa yang kamu rasakan?" tanya Bunda yang melihat tangan Zalfa yang terbebas memegang kepalanya.
Perlahan Zalfa membuka matanya. Dia bersama seseorang yang terbilang sudah tak muda lagi tapi masih terlihat cantik. Zalfa bertanya-tanya dalam hati, dia bersama siapa.
"Sa... Saya di mana? Saya ke... kenapa?" tanya Zalfa lirih. Dia tidak mengingat apa-apa selain tadi sempat diseret lalu dibekap dengan kain.
Bunda tersenyum melihat Zalfa yang mulai sadar. Dia tahu kalau Zalfa pasti belum mengenalnya. Tangan Bunda terulur membelai rambut Zalfa yang tadi memang hanya tertutup kemeja Rendra.
"Kamu tidak mengenali ruangan ini?" tanya Bunda lembut.
Zalfa memejamkan mata lalu melihat ke seluruh ruangan. Dia terkejut saat menyadari sedang berada di kamar Rendra. Spontan dia buru-buru duduk dan bersingsut ke tepi.
Tidak semua orang tahu ruangan ini. Bisa dipastikan ibu ini adalah kerabat dekat Rendra, atau bahkan mungkin ibunya, pikir Zalfa.
"Maaf, atas kelancangan saya Nyonya. Saya tidak tahu bagaimana bisa sampai tidur di kamar pak direktur. Sekali lagi, saya mohon maaf Nyonya." ucap Zalfa tulus tanpa dibuat-buat. Suaranya sedikit bergetar, mungkin karena menahan pusing dan sakit. Bahkan Zalfa belum menyadari kalau pelipisnya dijahit.
Bunda menyodorkan gelas yang berisi air minum. Zalfa menerimanya dengan tangan sedikit bergetar. Setelah minum air habis diminum Zalfa, Bunda meletakkan gelas kosong itu kembali di atas nakas. Bunda segera menggenggam tangan Zalfa yang tadi terlepas, kemudian tangan kanannya terulur ke pipi Zalfa dan mengusapnya lembut.
"Siapa nama kamu sayang?" tanya Bunda lembut, pura-pura belum mengetahui namanya.
"Sa... Saya Zalfa, Nyonya." jawab Zalfa lirih sambil menunduk.
"Saya Bundanya Rendra, nama saya Hana. Jangan panggil Nyonya, panggil Bunda saja ya." ucap Bunda sambil tersenyum.
"Ta... Tapi saya hanya OG di sini Nyonya. Saya tidak pantas memanggil Nyonya seperti itu." sahut Zalfa dengan suara manja.
"Kamu cantik sekali sayang. Nama kamu juga bagus. Memangnya kalau OG kenapa? Bunda menyukai kamu meskipun kamu seorang OG, memangnya ada yang salah?"
Ucapan Bunda yang lembut malah membuatnya terngiang-ngilang tutur kata lembut mamanya. Air matanya tiba-tiba keluar. Zalfa mendongak, dia memberanikan diri menatap ibu dari bosnya itu.
"Nyonya, bolehkah saya memeluk Anda?" tanya Zalfa dengan hati-hati.
"Boleh, tapi ada syaratnya. Panggil dengan sebutan Bunda, oke!" jawab Bunda sambil merentangkan tangan lebar-lebar.
Tanpa pikir panjang Zalfa mengangguk dan langsung memghamburkan dirinya ke pelukan Bunda Hana. Zalfa semakin terisak menahan perasaan haru, mengabaikan segala rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Pelukan hangat itu seolah membawanya kembali bersama mamanya.
Setelah beberapa saat Zalfa melonggarkan pelukannya. Dia mengusap air matanya dan mencoba menenangkan diri.
"Terima kasih Nyonya, maaf Zalfa membasahi baju Nyonya." ucap Zalfa masih sambil terisak.
"Kok Nyonya lagi, hemmm?" ucap Bunda sambil membantu menyeka sisa air mata Zalfa.
"Eh, iya Bunda. Maaf." ucap Zalfa malu-malu.
"Ga papa sayang. Sekarang katakan sama Bunda, mana yang masih sakit?" tanya Bunda lagi.
Zalfa meraba kepalanya, kemudian celangak-celinguk mencari jilbabnya. Tak sengaja tangannya menyenggol pelipis yang masih yang tadi di jahit.
"Aww... Kok sakit ya, sebenarnya Zalfa kenapa Bun?" tanya Zalfa saat merasakan nyeri di lukanya.
"Zalfa tidak ingat? Tadi kamu ditemukan pingsan di kamar mandi dan ada luka-luka. Baju kamu juga basah, makanya tadi diganti sama Maya. Jilbabnya baru dikeringkan, sebenar lagi pasti diantar ke sini." jawab Bunda.
"Zalfa tidak ingat Bun, yang Zalfa ingat tadi waku mau menuju lift, ada yang menarik Zalfa dan Zalfa dibekap. Setelah itu Zalfa tidak ingat apa-apa lagi Bun." ucap Zalfa jujur.
"Ya sudah. Kamu istirahat di sini dulu ya sambil menunggu jilbab kamu. Akan ada polisi yang datang untuk meminta keterangan. Kalau kamu masih pusing, kamu bisa menundanya. Bunda ke depan dulu sebentar." ucap Bunda lagi.
"Iya Bunda."
Bunda perlahan keluar kamar, Surya yang masih berbincang dengan Fandy menghampiri istrinya.
Bunda yang tahu apa yang akan ditanyakan suaminya pun hanya tersenyum, sambil menggeleng pelan. Sebagai isyarat agar membahasnya nanti.
TBC....
Mohon dukungannya ya semua, jangan lupa
VOTE
LIKE
KOMEN
Makasih❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Alya Yuni
Penjarahkn si Jeany dng kksihnya biar tau rsa
2022-05-29
1