Selama dua bulan lebih Gery dan Naya disibukkan dengan pembangunan mini market baru di perbatasan. Mereka sampai tidak sempat untuk mengunjungi anak dan menantunya. Mereka hanya berkirim kabar lewat chat saja.
Namun malam ini, tanpa pemberitahuan, mereka tiba-tiba sudah berada di rumah Ervan. Ingin memberi kejutan lebih tepatnya. Di halaman nampak terparkir mobil asing. Mungkin ada tamu, pikir mereka.
"Pintunya tertutup Ma. Kok dikunci? Siapa sih tamunya." ujar Gery.
"Atau mungkin itu mobil Zalfa? mungkin saja kan Ervan membelikan mobil? Ah, senangnya kalau Ervan sudah bisa sedekat itu. Zalfa itu anak yang baik dan sholeh. Ervan tidak akan menyesal." sahut Bu Naya menanggapi.
"Kita ketuk saja deh." ucap Pak Gery.
Tok tok tok...
Tidak ada sahutan daru dalam.
Tok tok tok....
Masih belum dijawab.
"Mama bawa kunci serep ga?" tanya Pak Gery lagi.
"Ah, iya. Kenapa ga diingetin dari tadi. Nih Pa. Mudah-mudahan kebiasaan Ervan di rumah juga dilakukan di sini." ucap Bu Naya penuh harap.
Ervan dan orang tuanya kalau di rumah memang sepakat, kalau malam, salah satu diantara keluarganya ada yang belum pulang, yang berada di rumah menguncinya dari dalam dan langsung mencabutnya, agar nanti yang dari luar bisa menggunakan kunci serep untuk membuka pintu tanpa harus membangunkan yang lain. Kecuali Bu Naya yang tetap menunggu suaminya jika pulamg malam. Karena memang semua pekerja ditempatkan di paviliun belakang.
Ceklek...
Ternyata benar, pintunya bisa dibuka. Pak Gery dan Bu Naya masuk dengan hati-hati takut mengganggu anak dan menantunya yang mungkin saja sedang membuatkan cucu untuk mereka, pikirnya.
Saat di ruang tamu mereka heran saat melihat tas dan jaket perempuan berada di sofa. Lebih terkejut lagi saat melihat baju berceceran di lantai. Gery dan Naya menajamkan pendengarannya, seperti ada tv menyala di ruang tengah, namun bukan itu yang menjadi atensi mereka. Ada suara sepasang anak manusia sedang memadu kasih.
"Ger, lebih dalam lagi sayang. Ahhh....! Lebih cepat plis!" samar-samar suara wanita terdengar di telinga mereka.
"As your wish honey." sahut si pria dengan suara sambil menggeram.
Gery dan Naya saling berpandangan.
"Pa, itu suara Zalfa bukan sih? Kok beda ya?" bisik Naya pada suaminya.
"Sebentar Ma, jangan gegabah!" sahut Gery.
Suara mereka terdengar semakin kencang di telinga Naya dan Gery. Hati Naya semakin gelisah, suara yang keluar dari wanita itu jauh berbeda sekali dengan suara Zalfa. Tangannya mengepal di depan dada, pikiran buruk langsung bermunculan di otaknya.
"Ger.... Aku mau keluar." ucap perempuan itu lagi.
"Barengan sayang. Aaahhhhhh...." Sahut pria yang diyakini Gery adalah anaknya, Ervan.
"Astaga, malam ini kamu terihat sangat liar sekali sayang. Perut kamu ga papa? Aku takut bayi kita tergoncang, Ver." ucap Ervan lagi.
Mendengar nama yang disebutkan Ervan, jantung Gery dan Naya seolah berhenti berdetak. Naya semakin meremat dadanya. Sedangkan Gery yang yakin anaknya telah berbuat maksiat dengan wanita selain istrinya pun dengan cepat menuju ruang tengah sambil menyambar vas bunga berukuran tanggung yang ada di meja.
Prraaanngggg....
Gery membantingkan vas bunga itu tepat mengenai tv yang masih menyala.
Veronika dan Ervan panik, bukan hanya karena benda yang dibanting, namun juga karena papanya telah memergokinya bercinta di atas kasur lantai di depan tv.
Veronika langsung memakai kemeja Ervan yang berada di sampingnya. Sedangkan Ervan meraih celana panjangnya dan memakainya tanpa dalaman.
Emosi Gery semakin memuncak, saat melihat siapa wanita yang sedang bersama putra semata wayangnya.
"Brengsek! Anak tidak tahu diri. Apa yang sudah kalian lakukan di sini. Plak!" teriak Gery lalu menampar anaknya.
"Kamu! Keluar dari sini sekarang juga. Jangan pernah sekali pun kamu injakkan kaki lagi di rumah ini! Jika ingin mel*cur, bukan di sini tempatnya." ucap Gery lagi sambil menunjuk Veronika.
"Pa, jangan seperti ini Pa. Ini salah Ervan. Plis Pa, dia sedang hamil anak Ervan Pa, cucu Papa." ucap Ervan berusaha melindungi Veronika.
Plak...
Sekali lagi Gery manampar Ervan.
"Keterlaluan kamu! Aku tidak akan sudi menerimanya, apalagi menarima anak yang ada perutnya. Kalau kamu tidak terima, kamu boleh pergi juga dari sini. Tapi ingat, sekali kamu melangkah keluar dari rumah ini, kamu bukan anak Papa lagi." ucap Gery penuh ancaman.
Naya yang ada di ruang tamu masih menangis sesenggukan. Dia tidak habis pikir, bagaimana anaknya bisa terjerat dengan wanita ular ini, pikirnya.
Gery dan Naya memang sudah mengetahui secara tidak sengaja tentang Veronika. Bagaimana dia bisa menjadi model dan bagaimana pergaulannya selama ini.
"Jangan pergi, biar aku saja yang pergi. Patuhlah pada orang tuamu, jangan pikirkan aku. Aku akan baik-baik saja." ucap Veronika dengan nada dibuat selembut mungkin yang diakhiri dengan kedipan mata, seperti mengisyaratkan sesuatu.
Ervan yang mengerti kode dari Veronika pun terdiam tanpa banyak berbicara lag. Dia pasrah saat wanita itu mulai memunguti bajunya satu per satu. Dia terkejut saat mendapati mamanya Ervan yang menangis di sofa. Tanpa ba bi bu, Naya melempar tas dan jaket Veronika di depannya.
"Menjijikkan." satu kata yang terlontar dari mulut Naya, tanpa melihat ke arah Veronika sedikitpun.
Seolah bermuka tembok, Veronika tetap dengan santai mengambil tas dan jaketnya lalu keluar dari rumah itu.
Tak lama keluarlah Gery dan Ervan menyusul ke ruang tamu.
"Maaf Ma, Ervan sudah mengecewakan Mama. Tapi Ervan, benar-benar mencintainya Ma." ucap Ervan sambil berlutut di depan mamanya.
"Di mana Zalfa? Apakah dia tahu perbuatan bejat kamu?" tanya Naya tanpa menanggapi ucapan Ervan.
Ervan hanya terdiam dan memunduk. Entah alasan apa yang harus dia buat, agar mamanya memaklumi dirinya yang menceraikan Zalfa.
"Jadi benar, dia tahu semua ini dan pergi dari sini? Dan kamu tidak berusaha mencarinya? Keterlaluan kamu Ervan! Di mana otak kamu? Apakah hatimu sudah benar-benar mati rasa? Sampai tidak ada rasa kasihan melihat Zalfa yang hidup seorang diri?" ucap Gery dengan suara tinggi. Dia tak kuasa meneteskan air matanya. Bukannya menjamin kehidupan Zalfa, ternyata dia malah tambah membuat Zalfa sengsara.
"Mama sungguh sangat kecewa Van? Mama membesarkan kamu bukan untuk jadi orang biadab." tambah Naya.
"Tapi Ervan tidak mencintainya Ma. Dan dia yang menginginkan Ervan menceraikannya. Lagian dia tidak akan kekurangan apa pun kan? Bukannya mama waktu itu sudah memberinya kartu?" ucap Ervan dengan takut-takut.
Gery dan Naya saling bertatapan. Mendengar perkataan anaknya mereka bertambah murka.
"Apakah selama ini kamu tidak memberikan nafkah pada Zalfa? Kamu tidak sekejam itu kan?" tanya Gery seolah ingin menepis prasangkanya.
Ervan menunduk. Selama menjadi suaminya, dia memang tidak pernah memberikan uang pada Zalfa.
"Astaghfirullah... Jadi benar kamu telah menelantarkan istri kamu Van? Lalu dari mana dia memenuhi kebutuhannya selama ini Van? Ya Allah, ampuni hambaMu ini yang tidak bisa mendidik anak hamba..." tangis Naya bertambah kencang.
Revan masih belum memahami maksud mamanya. Meskipun Ervan tidak memberinya uang, bukankah dia masih bisa belanja dan memakai uang mamanya? Pikir Ervan.
Gery menyeret anaknya dan menghempaskannya di sofa.
"Kamu benar-benar akan menyesal karena tidak mendengarkan kami Van! Kamu tahu mengapa Papa ingin sekali kamu menikah dengan zalfa? Kamu mau tahu?" teriak Gery pada anaknya.
Ervan masih menunduk. Sungguh, sejak awal dia memang tidak tahu pasti alasannya dinikahkan dengan anak kecil itu. Tahunya, Zalfalah yang memanfaatkan kematian kedua orang tuanya agar mendapat belas kasihan orang tua Ervan.
"Kamu tahu, Papalah yang bertanggung jawab atas kematian orang tuan Zalfa. Papa yang membuat mereka kehilangan nyawa karena tidak sengaja menabraknya." ucap Gery dengan rendah.
Jeder...
Ervan terlonjak kaget mendengar pernyataan papanya. Jantung Ervan tiba-tiba berdetak dengan cepat.
Jadi itu alasannya dia menikahkanku dan memanjakannya dengan materi. Batin Ervan masih berspekulasi sendiri.
"Papa melihat Zalfa adalah sosok yang kuat dan mandiri. Papa berharap dia akan menjadi menantu papa, bukan sekedar kasihan, tapi semata-mata untuk masa depanmu. Untuk menghindarkanmu dari wanita ular itu. Kamu harus tahu kalau dua itu berhati busuk Van. Kamu tidak percaya pada orang tuamu sendiri? Sekarang papa tanya, sudah berapa uang yang dia habiskan untuk bersenang-senang? Papa pikir, tagihan kartu kredit selama hampir dua bulan ini karena Zalfa yang pake, ternyata uang papa kamu berikan pada p*lac*r itu. Papa ga ridho Van." ucap Gery lagi panjang lebar.
"Plis Pa, jangan berbicara seperti itu dengan Veronika. Dia tidak seperti yang papa sebutkan tadi. Maaf, untuk Ervan yang tidak memberikan nafkah untuk Zalfa. Karna Ervan pikir mama sudah memberinya ATM, jadi Zalfa bisa memakainya untuk belanja dan memenuhi kebutuhannya. Dan maaf juga, Ervan memang memberikan kartu kredit untuk Veronika. Tapi Ervan yakin tagihannya ga akan banyak kok. Karena dia seorang model, dia juga punya penghasilan. Jadi Ervan rasa, dia tidak banyak menggunakan kartu kredit Ervan." jawab Ervan lirih takut salah berucap. Tapi nyatanya jawabannya malah menambah marah papanya.
"Tidak banyak katamu? Tagihan bulan ini saja setengah milyar lebih, kamu bilang tidak banyak? Kamu mau bikin papa bangkrut? Papa lebih rela jika Zalfa yang membelanjakan. Setidaknya itu akan mengurangi sedikit rasa bersalah karena telah menjadikannya yatim piatu. Dan ATM yang kamu maksud itu, sejak awal Zalfa sudah mengembalikan pada mamamu. Dia sama zekali tidak menerima uang ataupun kartu yang kamu sebutkan tadi." teriak Gery semakin menggelegar.
Lagi - lagi Ervan dibuat kaget mendengar pernyataan papanya.
Jadi, selama ini aku benar-benar sudah jadi orang kejam? Bukan hanya tidak memberinya nafkah, tapi selama ini dia yang memberiku makan? Astaga... Dan tadi apa? Tagihan kartu kredit sebanyak itu? Apa saja yang dibeli Veronika. Bukankah dia bilang hanya belanja sedikit? Kata Ervan dalam hati, menyesali perbuatannya pada Zalfa.
"Setengah milyar Pa? Tapi tadi dia bilang.... Ahh...." Ervan benar-benar tidak tahuau harus berkata apa. "Maaf Pa, selama ini Ervan pikir Zalfa tid pernah kekurangan uang, makanya Ervan tidak begitu merisaukan. Ervan benar-benar tidak tahu Pa. Maaf." lanjutnya.
"Dengar, mulai hari ini semua fasilitas yang kamu pakai, papa sita. Kartu yang ada di kamu, papa bekukan. Selama kamu masih mau bersama wanita itu, jangan harap kamu akan mendapatkan harta dan fasilitas dari papa. Kamu hanya bisa menggunakan uang gajimu sendiri. Jika papa melihat lagi wanita itu datang ke sini. Maka silahkan angkat kaki dari rumah ini. Papa tidak masalah tidak mempunyai anak, apalagi jika dia tidak patuh pada orang tuanya." ucap Gery tegas. Naya masih tidak bersuara. Dia masih kecewa dengan perbuatan anaknya.
"Pa, jangan Pa. Veronika sedang hamil anak Ervan. Dia calon cucu papa juga." ucap Ervan mengiba.
Gery tersenyum sinis, "Kamu yakin sekali kalau dia anak kamu? Kamu yakin dia melakukannya hanya sama kamu? Hah, kamu terlalu naif. Sebaiknya besok kamu segera periksa pada dokter kelamin, hanya memastikan kamu tidak tertular penyakit. Sebelum kamu benar-benar menyesal, kamu bisa selidiki sendiri tentang wanita itu, jika kamu tidak percaya perkataan papa." ucap Gery lagi memperingati putranya. Sungguh, dalam hati, Gery ingin sekali anaknya bisa membuka matanya dan melihat Veronika yang sebenarnya.
Geri tidak menyahut, hatinya berperang. Satu sisi dia ingin mempercayai papanya, namun di sisi lain dia tidak percaya bahwa Veronika akan tega melakukan itu padanya.
Dia masih menunduk dan merenung, sampai tidak menyadari papanya yang sudah keluar dari rumah itu sambil memeluk istrinya yang masih sesenggukan.
TBC...
Jangan lupa dukungannya, tinggalkan komentar, vote, dan like.
Makasih❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments