BAB 14. CEMBURU

Zalfa sudah berganti baju dan bersiap-siap pulang. Hari ini tidak ada perintah untuk menemani bosnya lembur. Sebenarnya Zalfa sendiri merasa aneh, mengapa bukan sekretarisnya yang menemani lembur. Kalau cuma bikin kopi atau pesan makanan kan ga masalah nyuruh sekretaris. Zalfa hanya percaya saja saat Rendra beralasan kalau dia merasa tidak nyaman jika hanya berdua dengan sekretarisnya.

Pantry sudah sepi karena teman-temanya sudah pulang satu jam yang lalu. Saat akan keluar dari pantry, Zalfa dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dari luar.

"Astaghfirullaah... Pak Ren ngagetin aja." ucap Zalfa sambil mengelus dada.

Rendra hanya nyengir kuda, dia dari ruangannya memang sambil berlarian takut Zalfa sudah pulang duluan, pasalnya sejak tadi dihubungi tidak diangkat.

"Pak Ren ngapain ke sini sampe ngos-ngosan gitu? Dikejar hantu?" tanya Zalfa sambil berkelakar. Memang sekarang Zalfa sudah bisa lebih santai saat berbicara dengan pria tampan yang bergelar bosnya itu.

"Kita udah ga bekerja Zalfa... Bantuin packing ya, aku akan keluar kota selama seminggu. Tapi temenin ke hotel sebentar, ada yang mau aku kerjakan di sana." ucap Rendra beralasan. Sebenarnya dia bisa menyuruh siapa saja untuk mengerjakan itu. Tapi Rendra hanya ingin lebih lama bersama Zalfa sebelum dia ke Bandung untuk mengurus masalah yang ada di sana.

"Kenapa ga ngajak Pak Sam saja sih? Emang ga papa kalau aku ke sana sama kamu. Kalau di sana ada pengagum rahasiamu gimana?" tanya Zalfa tanpa menggunakan bahasa formal. "Lagian kalau kita terlihat berdua begini padahal di luar jam kerja, Zalfa tuh takut akan membuat orang salah paham. Ga mungkin kan orang kayak kamu ga punya pacar? Atau malah sudah menikah? Astaga... Pokoknya aku ga mau ya dianggap perusak hubungan orang." lanjutnya lagi.

Rendra hanya tersenyum melihat ekspresi Zalfa yang berubah-ubah.

"Kamu gemesin banget sih Fa..." ucap Rendra sambil mencubit pipi Zalfa. "Udah ah, nanti aku critain tentang istri aku, kalau perlu aku kenalin." ujarnya lagi sambil menarik tangan Zalfa.

"Jadi beneran kamu udah punya istri. Kalau gitu aku ga mau. Lepasin Ren... Aku ga mau ya, sampai dilabrak karna jalan sama suami orang. Rendra... Lepasin ga!" ucap Zalfa sambil berusaha melepaskan diri dari gandengan Rendra.

Rendra hanya tertawa, bukannya melepaskan dia malah mengeratkan pegangannya. Mereka langsung menuju loby kantor, karena sebelumnya dia sudah meminta sopir untuk menyiapkan mobilnya di depan loby.

"Sudah, jangan berisik. Nanti dikira kita ngapa-ngapain. Kamu mau besok satu kantor tahu. Kalau kita punya hubungan?" ucap Rendra santai. Dia membukakan pintu mobil untuk gadis pujaan hatinya. Kemudian memutari mobil dan masuk ke kursi kemudi.

Sedangkan Zalfa hanya mengerucutkan bibir. Dia mengusap-usap pergelangan tangannya. Sepertinya Rendra terlalu kuat memegang pergelangan tangannya.

"Eh, sakit? Maaf kalau aku megangnya kenceng." ucap Rendra yang sudah siap di belakang kemudi. Rendra meraih tangan Zalfa kemudian meniup-niup sambil mengusapnya.

Zalfa hanya tertegun melihat perlakuan Rendra. Mengapa dia tak pernah bisa menolaknya? Apakah pesona bosnya ini memang sekuat itu?

" Masih sakit banget?" tanya Rendra lagi bibir yang tadinya meniup tangan Zalfa sekarang jadi mengecupi tangan Zalfa. Zalfa sendiri masih larut dalam pikirannya, sampai tidak menyadari hal itu. Entah mengapa air matanya tiba-tiba menetes. "Kok malah nangis. Maaf Fa! Kamu marah sama aku? Sori untuk yang tadi. Oke, kita ga jadi ke hotel. Langsung ke apartemen aja ya. Jangan diam saja Plis!" ucap Rendra panik namun tangannya masih mengusap air mata Zalfa.

Zalfa menarik nafasnya, dia tersadar dari lamunannya, kemudian menggeleng. Mengapa perlakuan Zalfa mengingatkannya pada almarhum papanya.

"Maaf, tadi Zalfa hanya ingat sama papa. Zalfa ga papa kok. Zalfa ikut saja, kalau masih mau ke hotel ya ayo aja." ucap Zalfa sambil menumpu tangan Rendra yang masih mengusap sisa air matanya.

Rendra tersenyum. "Baiklah, ga akan lama kok, aku janji. Sepertinya kamu memang harus aku latih jadi asisten pribadiku. Aku sudah terlanjur nyaman sama kamu." ucap Rendra kemudian sambil menjalankan mobilnya.

"Jangan bercanda deh, mana ada aspri lulusan SMA. Ah iya, sampai lupa, aku mau urus pendaftaran masuk kuliah. Kata kamu, aku boleh kerja sambil kuliah. Boleh izin kan?" tanya Zalfa kemudian.

"Hemmm... Lakukan apa saja yang membuatmu nyaman, jangan risaukan pekerjaan. Tidak akan ada yang berani memecatmu. Kamu calonku, emm... Maksudku calon asistenku kan, belajarlah yang baik, jangan pikirkan biaya kuliah. Itu akan menjadi tanggung jawabku. Kamu mengerti?" ucap Rendra sambil sesekali melirik Zalfa.

"Jadi itu tadi serius? Ini Zalfa dapet bea siswa gitu apa gimana sih? Zalfa belum mengerti." tanya Zalfa polos.

"Bisa dibilang seperti itu." Rendra menjeda ucapannya, kemudian menepikan mobilnya dan berhenti. Zalfa menatap Rendra bingung. "Berjanjilah, jangan pergi jauh-jauh dariku. Kamu tidak sendirian, aku siap jadi apa pun yang kamu mau. Aku sangat ingin menjadi orang yang pertama kamu cari saat kamu butuh sesuatu. Katakan... kamu mau kan?" tanya Rendra.

Zalfa sungguh bingung harus manjawab apa. Pasalnya saat ini statusnya bukan dalam posisi yang bisa seenaknya menjadikan bosnya itu sandaran hidupnya.

"Ya ga bisa gitu Ren, kalau ada apa-apa aku nyari kamu, bisa-bisa aku dikeroyok keluarga dan istri kamu. Lagian kamu jangan suka terlalu dekat dengan wanita lain. Bahkan kalau aku jadi istri kamu, melihat kita sedekat ini pasti aku akan salah paham dan sakit hati." ucap Zalfa lirih dan menunduk. Sepertinya dia teringat kembali dengan pengalaman pribadinya.

Rendra menarik nafas panjang lalu tersenyum. "Kamu itu suka banget sih menyimpulkan. Aku bahkan belum cerita apa-apa loh! Kebetulan, aku lagi butuh banget nasehat atau semacam, apa ya... Aku sebenarnya sungguh masih faqir ilmu. Sepertinya kamu lebih tahu tentang ini. Ah, nanti saja. Udah ya, kamu jangan over thinking ah. Ga akan terjadi apa-apa." ucap Rendra menenangkan Zalfa. Kemudian Rendra melajukan kembali mobilnya masih sambil diselingi obrolan ringan.

Setelah sampai di hotel, Zalfa yang tadinya hanya ingin menunggu di mobil, akhirmya ikut masuk juga. Tentu saja Rendra beralasan bahwa Zalfa harus tahu bagaimana lingkup kerjanya. Mereka berjalan beriringan tak lupa memakai masker.

Sam sudah menjelaskan, bahwa mulai besok dia sudah bisa full menjadi asisten rendra lagi. Hari ini, manager baru yang sudah melalui tahap diklat di Singapore sudah kembali dan langsung aktif.

Saat keluar dari lift, Zalfa nampak tertegun saat melihat seseorang yang dirindukannya ada di hadapannya. Orang itu mengangguk hormat pada Rendra, masih belum menyadari siapa wanita yang bersama bosnya, dia mlalah mengira kalau itu adalah istri bosnya.

"Selamat sore Pak... Sialakan, Pak Sam ada di dalam." ucap orang itu dengan sopan yang dijawab dengan anggukan dan senyum tipis oleh Rendra.

Zalfa masih berdiri di tempatnya saat kedua pria itu mulai berjalan ke ruangan yang di maksud. Namun Rendra segera sadar dan berbalik.

"Hey, kenapa bengong? Ayo Fa!" ucap Rendra sambil menarik tangan Zalfa.

Arah pandang Zalfa masih tertuju pada pria itu. Di berjalan perlahan masih dalam gandengan Rendra. Pria itu mengangguk hormat. Namun tanpa aba-aba, Zalfa menyerang pria itu dengan memukuli dada pria itu.

"Abang jahat, kenapa pulang ga ngasih tahu Zalfa. Abang jahat." ucap Zalfa kemudian sambil melepas maskernya. Rendra tampak kebingungan dengan interaksi mereka.

Pria itu tersenyum saat tahu siapa gadis bermasker tadi kemudian memeluknya erat. "Maaf sayang, Abang tadi dari bandara langsung ke sini. Belum ketemu papa dan mama juga. Kamu sehat kan?" ucap pria itu yang tak lain adalah Rizal. Zalfa malah menangis sesenggukan. "Hey, sudah. Abang sudah di sini. Ga akan ada yang bisa nyakitin kamu lagi, ok!" ucap Rizal lagi sambil menenangkan Zalfa.

Dada Rendra bergemuruh saat melihat adegan mereka berpelukan. Perlakuan Rizal membuatnya cemburu, apalagi mereka terlihat sangat dekat. Sungguh, hati Rendra sangat takut Rizal akan mengambil Zalfa darinya.

"Ehhmmmm..." terdengar Rendra berdehem untuk menghentikan aksi mereka.

Zalfa segera melepaskan pelukannya pada Rizal. Dia mencoba untuk menguasai dirinya.

"Maaf Pak, saya tidak tahu kalau Zalfa mengenal Anda. Maaf kami sudah tidak sopan." ucap Rizal tulus meminta maaf.

Memang dalam hal ini Rizal tidak salah. Untunglah api cemburu tidak membutakan akal sehatnya. Rendra juga sebenarnya tidak punya hak apa-apa untuk menentang mereka.

"Tidak masalah, tapi saya sedang buru-buru. Bisakah kita segera ke ruangan?" tanya Rendra dengan nada datar.

Zalfa menunduk, dia tahu sudah tidak sopan dengan bosnya.

"Ah, baiklah. Silakan Pak!" ucap Rizal sambil membukakan pintu.

Rendra melangkah sambil menggenggam tangan Zalfa posesif, seakan takut jika dilepaskan maka Zalfa akan hilang.

Rendra hanya memberitahukan beberapa poin yang harus direncanakan untuk menghadapi permasalahan di kantor cabang yang di luar kota. Setelah itu Rendra pamit duluan kepada Sam dan Rizal.

"Tugas Nena sudah beres Bos. Bukti semua lengkap. Tinggal Bos sendiri yang harus memergoki aksi mereka. Saya bisa pastikan itu sudah bisamenjadi alat untuk menggugurkan perjanjian konyol itu. Jangan lupa bonusnya, hahaha..." lapor Sam saat mengantar Rendra sampai ke loby. Ternyata bosnya ini tidak sekaku yang dipikirkan. Sedikit demi sedikit Rizal mulai bisa menilai bos dan asistennya itu. Sedang Zalfa yang belum tahu sisi dingin Rendra terlihat biasa saja.

"Ah, anak itu. Lama tidak bertemu dengannya. Jangan lupa ajak dia makan malam Sam, dia menyukaimu. Aku sangat tahu itu. Kalian tidak bertepuk sebelah tangan, tapi bisa bertepuk dengan merdu dan berirama." ucap Rendra sendu, mungkinkah cintanya juga akan bersambut.

"Beres bos, jangan lupa juga untuk memperjuangkannya hahaha... Masa bos pesimis sih." balas Sam meledek Rendra.

"Doakan ya. Ayo Fa!" jawab Rendra sambil tersenyum lalu beralih ke Zalfa.

Zalfa mengangguk. "Zalfa duluan ya Bang. Mari Pak Sam, saya duluan." pamitnya pada kedua orang itu.

Revan dan Zalfa segera masuk mobil dan berlalu menuju apartemen Rendra. Di sepanjang perjalanan Rendra larut dalam pikirannya sendiri. Tak ada obrolan seperti biasanya. Sedangkan Zalfa hanya terdiam sambil menengok ke arah luar jendela. Sampai di parkiran pun mereka masih tetap diam.

"Rizal siapa kamu? Pacar kamu?" tanya Rendra dengan nada dingin.

"Pak Ren kenapa sih, cara ngomongnya kaya orang cemburu saja." ucap Zalfa tanpa menjawab pertanyaan Rendra.

Rendra menarik tangan Zalfa menuju sebuah ruangan di pojokan. Zalfa tidak mengerti, mengapa tiba-tiba sikap Rendra berubah dingin. Apakah dia melakukan kesalahan. Apa karna tadi bersikap tidak sopan di depannya?

TBC...

Terpopuler

Comments

Alya Yuni

Alya Yuni

Hhhhhh Rendra cmburuh

2022-05-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!