Waktu berlalu begitu cepat. Apa yang bisa dia harapkan dari pernikahan yang tak diinginkan. Meski berulang kali Rendra mencoba mengatakan pada dirinya untuk menerima ini sebagai takdir, nyatanya tubuh dan hatinya selalu menolaknya.
Bella yang ternyata gadis liar malah membuatnya tak nyaman berlama-lama ada di dekatnya. Selama 6 bulan pernikahan nyatanya malah membuatnya menjadi seperti orang lain. Dia jarang pulang ke apartemen yang ditempati Bella. Ini tak bisa dibiarkan, setidaknya dia harus jujur pada keluarganya.
Perut Bella terlihat membuncit, tubuhnya semakin melar. Keenakan hanya bersenang-senang, makan, belanja dan jalan-jalan membuatnya lupa diri. Dia sudah tak peduli Rendra bisa mencintainya atau tidak, yang penting uang Rendra terus mengalir untuknya. Jika uang Rendra sudah dia kuasai, Rendra tak mungkin mencari wanita lain kan? Bukankah suatu hari juga Rendra bakalan menerima dia karena ada anak dia antara mereka. Pikirnya sesederhana itu.
"Ren... Hari ini ada jadwal periksa, anakmu ingin ayahnya yang menemani. Masa tiap periksa yang nganter pak sopir." ucap Bella pura-pura bertingkah manja.
Ok, mungkin hari ini aku harus memastikan keraguanku. Pikir Rendra.
"Jam berapa?" tanya Rendra datar.
"Tadi sudah daftar online dapat urutan 7. Kira-kira jam 4 Sore." ucap Bella.
"Baiklah." jawab Rendra singkat lalu mematikan sambungan telponnya.
Siang ini Rendra duduk di pojokan resto hotel. Hari ini dia berpakaian layaknya pengunjung. Dia memperhatikan semua karyawan di sana, memastikan sikap dan pelayanan mereka terhadap tamu sudah sesuai standar.
Dari kejauhan terlihat seluet gadis cantik berkerudung biru senada dengan seragam waitress yang dipakainya.
Sejenak di mengerutkan keningnya.
"Seperti tidak asing, tapi siapa ya. Gadis itu.... sepertinya aku sering melihatnya." gumam Rendra.
Brak... Prang...
Terlihat gadis itu jatuh dengan isi nampan yang sudah pecah berhamburan di lantai.
"Kamu..." tunjuk seseorang pada gadis itu, "Kalau kerja yang bener. Kamu sudah mengotori bajuku. Kamu tahu, sebentar lagi aku ada pemotretan. Kamu taggung jawab sekarang!" teriak seorang wanita yang terkena tumpahan minum tadi.
Rendra masih mengamati perdebatan mereka sambil bersedekap dada.
"Maaf mbak, tadi saya mau lewat tiba-tiba mbak menyikut bahu saya." ucap gadis itu membela diri.
"Kamu mau menyalahkan saya? Belagu sekali kamu ya, mana manager kamu? Saya tidak terima, pokoknya saya mau kamu dipecat sekarang juga." teriak wanita itu lagi.
Sesungguhnya Rendra tahu sejak tadi wanita itu terlihat sengaja ingin menjatuhkan gadis itu. Rendra ingin tahu, bagaimana gadis itu akan membela diri.
"Kamu tahu? Aku ini model, jika peristiwa ini saya up di sosmed, reputasi restoran ini akan hancur. Dan penyebabnya adalah kamu. Dan selajutnya kamu tahu apa yang akan terjadi? Selain kamu akan dipecat, kamu juga pasti akan dimintai pertanggungjawaban." ucap wanita itu terlihat memprovokasi.
"Maaf Mbak, saya bekerja bukan untuk mencari gara-gara. Dan kejadian tadi juga memang bukan kesengajaan saya. Tapi sungguh, saya minta maaf mbak. Jika ini membuat mbaknya ga nyaman. Kalau mbak mau, saya bisa bantu bersihkan. Atau mbak mau saya loundry dulu, cepet kok mbak." ucap gadis itu.
" Kamu mau merusak baju saya? Baju saya ini mahal, 2 kali lipat gaji kamu. Sini... Kamu ganti rugi saja mungkin saya akan melupakan ini." ucap wanita itu sambil menengadahkan tangannya.
"Aduh mbak... Maaf, saya belum gajian, lagian saya baru 2 minggu kerja di sini. Jadi mana mungkin saya punya duit sebanyak itu." jawab gadis itu lalu menunduk.
"Ck, gak berguna. Miskin aja blagu! Kalo gitu panggilkan manager kamu. Kamu harus dipecat. Titik." ucap wanita tadi.
Tak lama seorang pria datang. Sepertinya, dialah manager resto ini.
"Permisi Nona, saya manager di resto ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya manager itu sopan.
"Pelayan ini sudah mengotori baju saya. Lihatlah, bahkan dia juga sudah membuat pemandangan yang tidak enak dengan menumpahkan makanan dan minuman dilantai. Lihat juga pecahan beling di mana-mana. Itu membahayakan pengunjung lho. Tadi saya minta dia ganti rugi pakaian saya, tapi katanya dia tidak punya uang. Pokoknya saya tidak mau tahu, kalau Bapak tidak memecat dia sekarang juga, maka nama baik resto ini yang akan jadi taruhannya." ancam wanita itu.
"Sebelumnya, maaf atas ketidaknyamanan Anda Nona...." ucap manager terputus saat akan menyebutkan namanya.
"Bapak tidak mengenal saya? Saya seorang model lho! Saya ini Veronika Dewi. Masa ga kenal sih." ucap Veronika dengan nada sinis.
Astaga, memangnya dia seterkenal apa sih sampai semua orang haru mengenalnya. Batin manager itu.
Wanita ini terlalu tinggi menempatkan dirinya. Tidak sadar diri! Umpat Rendra dalam hati.
"Ah, baiklah Nona Veronika, maaf atas keteledoran kami. Untuk memberhentikan karyawan kami memiliki prosedur khusus. Biarkan kami yang akan mengurusnya." ucap manager menenangkan Veronika.
"Dan kamu... Zalfa! Nanti ketemu langsung dengan saya setelah ini!" ucap manager itu sambil membaca nama yang tercetak di ID card yang di pakai gadis itu.
Oh... Namanya Zalfa? Menarik! Batin Rendra.
Veronika nampak tersenyum puas pada manager itu.
Zalfa segera membereskan kakacauan yang tidak sengaja ia buat setelah Veronika dan manager tadi pergi.
Tok tok tok...
Zalfa mengetuk pintu ruangan sang manager
"Masuk!" titah manager yang dia ketahui benama Riko itu.
"Maaf untuk kejadian yang tadi Pak. Saya benar-benar tidak sengaja." ucap Zalfa yang dengan suka rela meminta maaf tanpa di minta.
"Ini bukan hanya masalah di sengaja atau tidak di sengaja Zalfa. Mungkin hari ini kita sial karna berusuran dengan publik figur. Walaupun tidak terkenal tapi kamu tahu kan lingkup mereka saling berkaitan. Saya hanya tidak mau nama resto ini jadi buruk hanya karna saya mempertahankan kamu." ucap Riko meminta pengertian Zalfa.
"Jadi... Saya dipecat Pak?" tanya Zalfa dengan nada sendu.
"Maafkan saya Zalfa, mungkin ini yang terbaik. Jangan khawatir, meskipun kamu baru bekerja selama 2 minggu, namun kamu akan menerima gaji kamu 1 bulan full. Jadi saya mohon kerja samanya. Silahkan tanda tangan di sini dan ini gaji kamu." ucap manager itu.
Dengan berat akhirnya Zalfa membaca dan mendatangani surat itu.
Setidaknya aku harus bersyukur masih mempunyai uang untuk sebulan ke depan. Setelah ini aku akan cari kerja lagi. Batin Zalfa.
"Sudah Pak. Maaf, ini saya terima. Maaf jika selama saya bekerja, saya banyak melakukan kesalahan. Saya permisi Pak." ucap Zalfa.
Sebenarnya Rico juga tak tega. Rico Adalah manager yang khusus menangani resto hotel ini. Sedikit banyak dia juga tahu semua karyawan resto ini. Zalfa menurutnya gadis yang baik, ramah dan supel. Hanya saja sedikit tertutup untuk urusan pribadi. Rico hanya tahu bahwa Zalfa telah menikah sebulan yang lalu.
"Tunggu!" ucap Rico.
Zalfa yang baru saja memutar handle pintu pun berbalik.
"Iya Pak?" tanya Zalfa penasaran.
"Kamu butuh banget pekerjaan? Di perusahaan pusat ada lowongan, tapi hanya sebagai office girl. Kalau kamu mau saya bisa merekomendasikan kamu." ucap Rico
"Yang bener Pak? Saya mau Pak. Alhamdulillaah Ya Allah!" ucap Zalfa penuh syukur.
Bagamanapun juga, Zalfa tak mau menggantungkan hidup pada suaminya, yang bahkan sampai sekarang hanya menganggapnya orang asing.
Zalfa yakin, semua yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir. Dia hanya harus menguatkan hati, biar Tuhan yang mengatur kemana kakinya harus melangkah.
Setelah urusannya selesai dia melangkah ke luar hotel & resto itu. Dia memutuskan untuk mengunjungi kedua makam orang tuanya.
"Mama, Papa... Zalfa datang. Maaf, waktu 40 hari Zalfa tidak datang. Mama dan Papa tidak usah khawatir... Zalfa sudah bisa hidup lebih baik. Zalfa sudah bisa cari duit sendiri. Zahra sudah dewasa kan?" ucap Zalfa sambil terisak.
"Zalfa ga nangis kok. Zalfa cuma kangen Papa dan Mama. Ya Allah berikanlah tempat yang indah untuk Mama dan Papaku. Ampunilah dosanya, kuatkanlah aku dalam menjalani takdir yang Kau tuliskan. Aamiin..." doa Zalfa masih sambil terisak.
Tak jauh dari tempat Zalfa, seseorang yang sejak tadi membuntutinya ikut trenyuh. Dia perlahan melangkah meninggalkan Zalfa dan kembali ke mobilnya.
"Aku ingin mendapatkan info detail tentang gadis itu Sam." ucap Rendra dengna suara berat.
"Baik Pak. Apa ada yang ingin Pak Rendra lakukan untuk gadis itu." ucap Asisten Rendra yang tahu arah pembicaraan bosnya itu.
"Sementara tidak, aku hanya ingin kau memastikan dia hidup dengan baik. Entahlah Sam, aku seperti mengenalnya. Tapi aku lupa di mana pernah bertemu." ucap Rendra dengan arah pandangnya masih tertuju pada gadis di pemakaman itu.
Zalfa mengusap sisa air mata di pipinya. Lalu mengakkan tubuhnya.
"Ma... Pa... Zalfa pulang dulu ya. Berbahagialah di sana." ucap Zahra lirih lalu melangkahkan kaki keluar dari area pemakaman.
Zalfa memutuskan untuk mampir dulu ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah yang sangat sederhana namun selalu memberikan kehangatan baginya, karna orang tua yang sangat menyayanginya.
Baru sampai di halaman, ingatan Zalfa sudah seperti kaset yang diputar ulang. Peristiwa naas itu terjadi saat dirinya selesai ujian sekolah. Saat sampai di gang depan rumah sudah ada bude yg menghadangnya dan langsung mengajaknya menuju rumah sakit.
"Ada apa bude? Kenapa Bude sangat cemas. Terus kita mau kemana? Kenapa tidak langsung pulang. Zalfa belum izin Mama lho ini." ucap Zalfa yang masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Bude tidak menjawab, dia hanya mendekap tubuh zalfa sambil menangis saat masih di dalam angkot.
Saat sampai di rumah sakit, Zalfa tambah bingung saat mendapati Pakdenya sedang tegang di depan ruang UGD. Dia berjalan mondar mandir, sambil sesekali mengusap air matanya.
"Pakde... Pakde kenapa? Siapa yang sakit? Kenapa menangis? Jawab Pakde!" antara bingung dan panik, suara Zalfa meninggi.
Pakde dan Bude bukannya menjawab malah memeluk Zalfa.
"Kamu harus sabar dan kuat ya sayang. Mama dan Papamu di dalam sedang berjuang. Doakan agar mereka bisa bertahan!" suara Pakde terdengar serak.
Zalfa segera melepaskan pelukannya.
"Apa maksudnya pakde? Mama dan Papa kenapa? Tadi pagi mereka baik-baik saja kok. Jangan bercanda Pakde!" ucap Zalfa mulai panik.
Tak lama datanglah dua orang yang pakaiannya terlihat banyak noda darah.
"Bagaimana keadaan pasien di dalam Pak?" tanya pria paruh baya dengan nada khawatir.
Zalfa masih menerka-nerka apa sebenarnya yang terjadi.
Pakde belum sempat menjawab, tapi ruangan sudah terbuka, muncullah dokter yang menangami pasien di dalam.
"Bagaimana dok?" tanya mereka bersamaan.
Zalfa masih belum bisa mencerna keadaan. Ini terlalu cepat.
"Kami sudah berusaha, tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain. Pasien tidak dapat diselamatkan." ucap dokter yang menangani pasien.
Deg deg deg... Zalfa menegang.
Sedang Pakde dan Bude sudah menangis sambil berpelukan.
"Ini kenapa sih? Siapa sebenarnya yang sakit Pakde?" Zalfa mendadak panik.
Pakde dan bude dengan cepat menghampiri Zalfa lalu memeluknya.
Mereka sama-sama begitu terpukul dengan kejadian mendadak yang menghilangkan nyawa orang tua Zalfa.
TBC...
Jangan lupa tinggalkan komentarnya
Tekan 👍 dan ❤️ juga.
Makasih ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments