FLASHBACK ON
Dalam penyamaran selepas kejadian kebakaran Sibale bale tiga tahun lalu, tampak di pinggiran kerajaan Pancali, empat orang dalam balutan baju brahmana sedang tergesa gesa berjalan mengarah ke istana Prabu Drupada.
Brahmana yang paling tua adalah Resi Domya, sedangkan tiga yang muda bernama Dwija Kangka, Wasi Balawa, dan Wasi Parta yang tidak lain ketiga putra Pandu, Yudhistira, Bima dan Arjuna.
Saat mereka bertemu hari itu, setelah Yudhistira bercerita tentang kabar ibu Kunti dan kedua adiknya, resi Domya mengkisahkan tentang hutang budi Prabu Drupada pada ayah mereka saat berusaha meminang Dewi Gandawati dan menjadi raja di kerajaan Pancali. Dan atas hutang budi tersebut, saat itu prabu Drupada berharap bisa menjalin kekerabatan melalui pernikahan putra putri mereka. Bukankah sebuah garis takdir yang hakiki jika hari ini di istana kerajaan Pancali sedang diselenggarakan sayembara untuk mencari calon suami bagi Putri Drupadi anak bungsu Prabu Drupada yang cantik jelita.
Resi Domya sangat percaya bahwasanya semua hal terjadi oleh kehendak dewata dan dia merasa inilah saatnya bagi anak anak Pandu untuk membuka penyamaran dan kembali ke tengah tengah kehidupan kerajaan. Dengan patuh, ketiga kakak adik Pandawa ini mengikuti resi Domya yang merupakan sahabat resi Abhiyasa, kakek yang sangat mereka hormati.
Sesampainya di istana, setelah mengetahui persyaratan sayembara, resi Domya segera menghadap Prabu Drupada dan memperkenalkan ketiga brahmana muda itu sebagai murid muridnya dan meminta ijin untuk mengikuti sayembara.
Dan demi menangkis tuduhan bodoh Pangeran Duryudana yang memprovokasi peserta sayembara lain dengan mengatakan bahwa persyaratan sulit yang dibuat oleh Prabu Drupada adalah untuk mempermalukan para ksatria yang hadir dan bukan sungguh sungguh mencari calon menantu, Prabu Drupada mengijinkan para brahmana ini untuk mengikuti sayembara.
Setelah mendapat ijin dan restu dari Sang Guru, Wasi Parta segera mengambil posisi dangan berjalan mendekat ke arah Busur Gandiwa. Mengangguk hormat kepada Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, Wasi Parta melanjutkan nya dengan menyembah busur pusaka tersebut tiga kali sebelum kemudian mengangkatnya.
Semua mata memandang heran, ketika melihat brahmana kumal itu sanggup mengangkat busur berat Gandiwa dengan mudah, seolah terasa ringan seperti sebatang kayu ditangannya. Dan sejurus kemudian, brahmana muda itu lalu membidik sasaran berupa rambut Dewi Drupadi yang diikat di ujung tiang. Setelah yakin dengan sasarannya, dengan ketenangan seorang ksatria ia pun melepaskan anak panah yang secepat kilat melesat mengenai targetnya dan jatuh di depan Raden Drestajumna, di mana pada ujungnya telah tertancap sehelai rambut milik Dewi Drupadi.
Raden Drestajumna kagum menyaksikan sendiri bagaimana panah yang dilepaskan Wasi Parta memotong rambut yang diikat di atas tiang dan membawanya turun ke tanah tanpa terpisah. Lalu diapun sedikit menunduk menghormat kepada Wasi Parta, calon adik iparnya.
Ditengah sorak sorai seluruh yang hadir dan juga penonton, pihak kurawa masih marah dan merasa dipermalukan atas kemenangan Wasi Parta. Mereka kemudian berteriak teriak dan membuat gaduh suasana, tidak terima karena Prabu Drupada telah menolak Adipati Karna namun justru mengijinkan seorang brahmana asing mengikuti sayembara.
Untuk menenangkan semua yang hadir yang mulai terprovokasi ucapan Pangeran Duryudana, Prabu Drupadapun segera naik ke arena, memberikan penjelasan kepada semua yang hadir, namun tetap saja tidak bisa memuaskan hati Pangeran dari Hastinaphura itu. Dan masih dengan kelakuan yang membuat para sepuh mengelus dada, Pangeran Duryudana melangkah keluar arena bersama semua saudara dan rombongan nya.
FLASHBACK OFF
Dikamar kaputren, Dewi Drupadi mendengarkan dengan seksama segala hiruk pikuk yang terdengar dari luar. Berharap pendengaran nya bisa menjadi mata atas peristiwa penting yang akan menjadi masa depan takdirnya.
Mengapa debar jantungku bersahutan memenuhi rongga dada?- suara batin Drupadi.
"Bibi Dayang, apakah sudah ada pemenang? Siapa dia, Bi? Ksatria darimana?"
Mengapa hatiku cemas sekaligus bahagia? Kutahu Kangmas Drestajumna dan ayahanda Prabu Drupada merancang persyaratan sulit itu untuk dimenangkan oleh pangeran Arjuna putra Pandu. Apakah itu kamu pangeranku ?
"Tenanglah Yang Mulia Ayu. Jika benar sudah ada pemenang, sebentar lagi baginda Prabu pasti akan mengirim utusan menjemput Putri," kata bibi Dayang sambil membenahi kain dan hiasan rambutku.
Mengikuti kata hati, hampir saja Dewi Drupadi nekat berlari keluar. Tapi karena nampak dari kejauhan Patih Drestaketu dan pengawal berjalan cepat memasuki gerbang kaputren, terpaksa diurungkan nya niat itu.
"Mari Tuan Putri saya antar ke bale agung. Ayahanda dan semua orang sudah menunggu Tuan Putri disana. " Kata Patih Drestaketu dengan wajah sumringah.
Sayang sekali, ketika Dewi Drupadi ingin mengorek tentang pemenang takdirnya, paman Drestaketu mengunci bibirnya rapat rapat.
Kenapa juga harus serius begitu, Paman.- batin nya mendengus sebal.
Setengah berlari Dewi Drupadi berjalan ke bale agung mengikuti langkah dua laki laki di depan nya. Kain nya terangkat sedikit supaya tidak menghalangi langkah yang menjelaskan ketidaksabaran gadis itu.
Namun ketika bayangan Prabu Drupada sudah terlihat di kejauhan, gadis itu segera memperlambat jalan nya demi tata krama seorang putri yang harus selalu terjaga apalagi di depan calon suami.
Walau langkahku perlahan penuh kelembutan, mengapa jantungku terasa ingin meloncat keluar saat mataku bertatapan dengan brahmana itu?- teriak batin Drupadi waspada.
Dewata Agung.
Apakah aku mengenalnya ?
Wajah di balik kumis dan cambang panjang itu mengingatkanku pada wajahnya.
Pandangan tajam Prabu Drupada ketika menatap Dewi Drupadi memaksa pendangannya harus luruh ke lantai. Karena sangat tidak pantas seorang putri memandang penuh keinginan pada seorang pria, apalagi jika dia brahmana.
Apa?
Brahmana?
Calon Suamiku?
Sesosok wajah pangeran yang selalu memenuhi pikiran nya mendadak hilang manakala kesadaran itu muncul.
Dewata, mengapa setelah terlepas dari Pangeran Duryudana, dengan kejam Engkau mengirim seorang brahmana sebagai takdirku?- kesedihan yang mendadak hadir di dala hati Dewi Drupadi.
Di pinggir aula tahta, empat dayang berjalan berbaris sambil membawa baki yang berusi seutas untaian bunga yang harus Putri Drupadi kalungkan pada pemenang sayembara. Dan mengikuti titah Ayahandanya, Dewi Drupadi menurunkan tudung kepala brahmana yang menutupi rambut panjangnya.
Dengan rasa enggan yang teramat sangat, sambil menunduk dia mengangkat tangan nya untuk kemudian mengalungkan untaian bunga penanda penaklukan diri pada pemenang takdir hidupnya.
Seutas senyum tipis menghias wajah kumal brahmana itu, sebelum ahkirnya terdengar suara lembut itu berkata, " Lama tidak bertemu, Dewiku ".
Tunggu.
Suara itu.
Dewata.
Bolehkah aku berharap itu kamu pangeran ?
Tiba tiba Prabu Drupada berujar," Jika resi Domya tidak mengatakan nya pada ayahanda, akupun juga sulit mengenali pemuda ini. Ingatkah kamu akan Pangeran Arjuna Putra Pandhu, wahai putriku?"
Tanpa sadar, mata dan tangan Dewi Drupadi terangkat untuk melihat wajah itu lebih dalam. Mencari kebenaran kata kata Prabu Drupada dalam seraut wajah kumal. Dan ketika menemukannya, betapa hati sang Dewi menjadi penuh atas kebahagiaan. Dewi Drupadi kemudian bersujud dengan menyentuh kaki calon suaminya. Tidak membiarkan calon istrinya berlama lama membungkukkan badan, Pangeran Arjuna segera menggenggam dan menariknya ke atas untuk berdiri, mencium sekilas kening wajah jelita itu sebelum memberikan berkatnya.
Oh Dewata,
Sungguh takdir yang indah.
Beberapa waktu kemudian, nampak Prabu Drupada berbincang serius dengan dua resi lain yang ternyata adalah Pangeran Yudhistira serta Pangeran Bima, untuk menjemput ibunda mereka, Dewi Kuntiboja.
Sementara di kaputren, Drupadi tidak bosan bosannya memandang bayangan ayu yang terpantul di cermin. Senyum bahagia terus mengembang di bibirnya yang penuh.
Ahkirnya aku berjumpa dan berjodoh dengannya.
Pujaan hati, katanya tadi.
Sungguh, wajahku menjadi panas mengingat senyum dan kata katanya. Setelah nanti bertemu ibunda Dewi Kunti dan mendapatkan restunya, kami akan kembali ke istana dan mempersiapkan pernikahan.
Tapi mengapa mataku tidak berhenti berkedut ?
Apakah aku akan menangis.
Oh Dewata, apa yang akan terjadi ?
Akankah kebahagiaan ini akan sirna secepat datangnya?
...----------------...
ARJUNA's FLASHBACK ON
Siapa yang tidak mengenal kecantikanmu wahai putri pujaan hati. Bahkan sejak pertama kali aku melihatmu mengintip latihan kami, hatiku sudah terpana olehmu. Matamu yang bulat, tampak terkagum kagum saat aku berhasil memanah bidikanku.
Dan ketahuilah putri jelitaku, sejak saat itu kamulah sasaran panah cintaku.
Plaak.
Tangan besar Kangmas Bima mendarat di kepalaku. "Melamun terus. Segera bersiap siaplah menemui calon istrimu! Kita menjemput ibunda Kunti, Nakula dan Sadewa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
del
suka ceritanya Thor.. tapi aku bener2 gak suka sama Arjuna. maaf referensiku adalah Arjuna di wayang golek yang sudah terpatri di memoriku sejak kecil. tukang kawin emosian gampang terhasut. jadi sulit membayangkan Arjuna sebagai seseorang yang mencintai Drupadi. tapi suerrr aku akan kesampingkan ketidaksukaanku pada Arjuna demi cerita ini Author...
2021-09-17
0
(Hiatus 3thn+🙏) Song You-ra᭄
Uwu-uwu wkwk😂 Btw kak Gisel pinter dalam hal pilah pilih katanya, bikin adem
2021-04-18
0
LudfiANA
Pangeran Bima lucu juga ya.
2021-02-28
0