Setelah Jave mengecek kunci pintu mobil, kami bergegas masuk ke klinik.
Karena hari masih pagi, belum banyak pasien yang datang untuk memeriksakan peliharaannya. Kupandangi fasad depan klinik hewan ini.
Menarik.
Karena trend dan gaya hidup saat ini klinik dokter hewan sudah seramai dan sebagus klinik pasien manusia. Sepertinya perawatan kesehatan untuk hewan peliharaan menjadi kebutuhan tersendiri untuk penduduk kota.
Pet carier Chiko aku pegang selagi Jave melakukan registrasi di counter pendaftaran.Kupandang anjing coklat berbulu tebal yg n dqampak gelisah di kandangnya.
"Tunggu sebentar, sabar ya Chik..", ucapku dalam hati.
Tapi sepertinya upayaku tidak berhasil.
Jave datang dan segera mengeluarkan Chiko dari dalam per cariernya. Setelah diamatinya sebentar, Jave mengeluarkan Chiko dan menyerahkan nya padaku.
" Drew, kayaknya Chiko gelisah kalo di dalam petcar. Kamu gendong bentar ya..Aku pengen ke toilet, mumpung dokternya belum datang".
Kuterima Chiko dan kugendong di depan dada supaya lebih nyaman, sambil mencari kursi kosong.
Sambil duduk dan mengusap tengkuk Chiko, kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan
Nyaman.
Desain interior yang menenangkan hati dengan beberapa aksen merah muda pada cat ornamen nya. Mungkin pemiliknya seorang dokter perempuan, batinku menebak nebak karena pilihan dominasi warna pastel di ruangan tunggu ini.
Tiba tiba terasa ada cairan hangat di tanganku.
Waduh Chiko.
Kenapa tadi nggak dikasih pampers sih.
Buru buru kuacungkan tanganku ke depan supaya bajuku tidak terkena kencingnya.
Tangan bisa dicuci, pikirku kemudian.
Tapi jangan sampai kena baju.
Karena terlalu fokus pada upaya penyelamatan diri, aku tidak sadar jika posisi tanganku pada pantat Chiko justru membuat air seninya jadi terarah ke depan.
Seeerrr.
Dan mengenai cowok berbaju biru dongker yang sedang melintas di depanku.
Dengan mata kaget dan wajah marah, cowok itu mengarahkan telapak tangan nya ke kami untuk menutupi arah pancur air seni Chiko.
Ya Tuhan.
Apa yang harus aku lakukan.
Serba salah dan bingung harus melakukan apa membuatku hanya bisa ternganga dan diam di tempat.
" Maaf Kak ", kataku pelan merasa sangat bersalah.
Tanpa menjawab cowok itu pergi dengan wajah masam ke toilet.
Alamaak.
Miss Clumsy mode on.
Segera kumasukkan Chiko ke pet carrier nya, supaya aku bisa lari ke wastafel toilet untuk cuci tangan.
Untunglah yang ditunggu segera datang.
" Drew, dipintu toilet tadi aku papasan dengan cowok super keren pake kemeja biru. Macho abis keren luar biasa. Dengan wajah kelipet aja cakepnya masih jelas terpampang. Gilaaaaa banget deh ", cerocos Jave dengan wajah girang.
" Biru dongker ?", ujarku dingin memastikan cowok yang dimaksud Jave.
" Iyaaaa. Kamu lihat juga, Drew ? ", tanya Jave antusias.
" Tuh liat di lantai. Gara gara tuan Chiko aku jadi berurusan dengan si Biru ", ujarku dengan wajah cemberut.
Secara singkat aku ceritakan ke Jave kejadian tadi dan buru buru ke toilet untuk membersihkan tangan yang terkena cairan tragedih.
Sebelum masuk area toilet, kuintip sebentar dari balik pintu apakah si Biru masih di dalam sana.
Astogeee.
Ternyata dia lagi berjalan ke arahku.
Dengan kecepatan sonic, kuputar badanku bersembunyi di ruang sempit antara tembok toilet dan lemari loker yang ada di sebelah pintu.
Uuuups.
Hampir saja ketemu si Biru.
Mentalku masih belum siap untuk melihat wajah marahnya. Jadi mending kabur dan menghindarinya.
Selesai cuci tangan berulang ulang dan membersihkan ujung sepatu, aku keluar mencari mas cleaning service yang tadi kulihat di pojok.
" Maaf mas, tadi anjing saya kencing di ruang tunggu. Boleh pinjam pelnya ?".
" Nggak usah mbak, saya saja yang membersihkan, " kata masnya.
" Terimakasih banyak. Maaf sedikit nggak papa ya ", ujarku sambil menyelipkan selembar sepuluh ribuan yang segera disambut senyum lebar si mas sebelum pergi ke ruang tunggu.
Dari jauh kulihat Jave melambaikan tangan ke arahku.
" Cepetan Drew, sudah giliran masuk ", kata Jave sambil membawa Chicko masuk ke ruang periksa.
Dan aku segera menyusulnya.
Saat masih membungkuk meletakkan pet carrier, kulihat sepatu warna biru laut berjalan mendekat ke meja periksa.
Perasaanku nggak enak.
Dan saat kuangkat wajahku, mukaku sepertinya sudah berubah seperti warna udang yang tadi pagi aku makan.
Tuh bener kan, tebakan yang tepat Drew.Batinku berujar keras.
Dia SBKT.
Si Biru Korban Tragedih.
Lemari atau apapun di ruang ini, silahkan kalian menelanku saat ini.
Kumohon, kumohon.
Karena tidak ada tempat bagiku untuk sembunyi lagi.
Sambil menunduk, aku ikut mendengarkan penjelasan si Biru tentang kondisi Chiko.
Sesekali Jave melempar senyum ke arahku supaya tidak merasa bersalah kepanjangan.
Tapi gimana yah.
Nggak ada juga orang yg senang tersemprot cairan tragedih.
Dia nggak memakiku saja aku sudah bersyukur Jave, kataku dalam hati.
Setelah penjelasan nya dirasa cukup, walau Jave sepertinya tidak akan pernah merasa cukup, si Biru berjalan ke meja dan menuliskan resep untuk Chicko.
" Ini resep untuk 3 hari, silahkan ambil di apotek. Jika ada kondisi darurat yang tadi sudah saya jelaskan, segera bawa ke sini atau telepon saya. Kita akan lakukan USG Abdomen untuk diagnosa lebih lanjut ", kata si Biru sambil menyerahkan resep dan kartu namanya.
Segera aku bergegas keluar mengikuti Jave, berusaha menghindari oksigen yang mendadak pekat sambil meraih pet carier Chiko di lantai.
Belum sampai kakiku melewati pintu penyelamatan, mendadak lenganku ditarik seseorang dari belakang.
Ternyata urusan belum selesai.
Rupanya Si Biru termasuk golongan masyarakat pendendam.
" Kamu belum minta maaf dengan benar ! ".
*U*uuups, benar juga.
Segera kubungkukkan badanku saat kami berhadapan.
" Mohon saya bisa dimaafkan dokteeer.. Kejadian tadi sangat sangat sangat tidak saya sengaja ".
Sengaja bagian belakang kupanjangkan supaya terasa ada penyesalan yang mendalam.
" Ya. Sana cepat keluar. Pasienku banyak. Lain kali pakai pampers ", kata si Biru tanpa ekspresi, sambil berkacak pinggang.
" Ya dok saya akan pakai pampers", kataku gugup.
" Bukan kamu yang pakai. Anjingmu yang dikasih pampers ", kata si Biru lagi sambil menyentuh dahiku dengan telunjuknya.
" Eh, iya Dok. Maksud saya memang pampers untuk anjing ", kataku merasa bodoh dan ingin cepat kabur darinya.
Dengan wajah lega, kutemui Jave yang sedang menunggu di dekat apotek kecil klinik ini.
" Gimana ? Ada apa ? Urusan yang tadi ? ", berondong Javeline minta penjelasan.
Sambil duduk menunggu obat Chiko jadi, aku ceritakan prosesi minta maaf pada si Biru.
" Siapa sih namanya ? Nggak enak kalau harus manggil si Biru melulu. Jadi inget kebodohanku. Kamu juga Jave, kenapa lupa kasih pampers untuk Chiko ".
" Iya maaf, aku lupa. Kamu jadi kena masalah. Namanya Dr. Nakula. Dia dokter hewan yang piket setiap pagi setiap hari kecuali Minggu. Dan dialah pemilik klinik ini ", kata Javeline panjang kali lebar.
" Ini no hp nya. Kamu mau telepon ? Orangnya keren lo ", goda Jave.
" Ngapain. Cari mati apa ? ", kataku bergidik ingat kejadian tadi.
Setelah urusan klinik selesai, kami segera pulang ke rumah Javeline dan sepakat Sabtu ini akan kami habiskan di rumah saja.
Saat makan siang bersama orang tua Jave, kejadian di klinik menjadi topik terhangat, terlucu dan termembuatku malu.
Papa Javeline sampai tersedak, membayangkan kejadian cairan tragedih. Dan aku ikut tertawa bersama mereka atas kekonyolan hari ini.
Benar juga kata orang bijak.
Jika sudah terlewat, suatu tragedi bisa menjadi hal terlucu.
Berharap telinga si Biru menjadi merah kepanasan sepanjang siang ini untuk berbagi derita denganku.
***
Di tempat lain di beranda sebuah rumah nan asri.
" Kenapa sejak siang telingaku merah dan panas ya Mam. Liat nih ", Kata Nakula pada mamanya sambil menunjukkan cuping telinga kanan nya.
" Otitis ? ( infeksi telinga ) "
" Bukan Mam. Yang panas hanya cuping telinga. "
" Ada yang lagi nggak suka sama kamu kali Nak, jadi dia membicarakanmu terus ", kata si ibu.
" Malu sama ijasahku, Mam. Masak percaya hal tahayul begitu ".
" Ya sudah kalo nggak percaya. Dikompres aja pakai es batu sambil berdoa orang yang nggak suka sama kamu segera menyudahi pembicaraannya", jawab si mama sambil tersenyum menggoda.
" Memangnya siapa yang nggak suka sama anak tampan mama ini ? Kamu habis nolak cewek ? ".
" Gimana mau nolak Mam, yang mendekat aja nggak ada ".
"Aduh. Kesiaan. Ganteng ganteng nggak ada yang lihat. .Mau mama carikan ?" Goda si mama lagi.
"Nggak usah. nggak usah.
Terimakasih mam !", jawab Nakula sambil menyilangkan tangannya ke di depan dada.
" Iyaaa nggak deh. Tapi ingat jika suatu saat mama sreg dengan seseorang, janji kamu harus ikutin kata mama. "
" Iyaaa. Semoga jodohku nggak usah melalui mama, " kata Nakula dengan tatapan sayang pada perempuan yang sangat dikasihinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Orang Baik
yes
2020-12-28
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat 😊
2020-11-24
3
Cesy
wtts ,skbt trus apalagi tho hehehe
nakula sadewa tuh kembar opo nggak thor
2020-11-06
0