Di sebuah ruangan luas yang dipenuhi dengan perangkat komputer yang canggih, seorang gadis dengan rambut diikat ekor kuda, terlihat serius menatap monitor-monitor super besar yang menampakkan rekaman-rekaman CCTV di beberapa wilayah berbeda.
Sesekali tangannya menaik turunkan kacamata yang dikenakannya, saat matanya mulai perih karena terlalu lama berkutat dengan komputer dan menatap monitor-monitor besar itu.
Pintu ruangan itu terbuka, menampakkan seorang gadis berambut sebahu berbaju casual dan memegang beberapa dokumen di tangannya.
"Nona Muda, ini beberapa laporan yang anda minta." Ujar gadis berambut sebahu pada perempuan yang merupakan boss-nya itu.
"Ivone, kapan kamu akan memanggilku dengan nama? Panggilan dan gaya bicaramu terlalu formal, padahal kita sudah dekat sejak kecil dan menjadi sahabat dekat hampir 3 tahun ini." Protes sang Nona Muda.
"Maafkan saya Nona Muda, tapi rasanya lancang sekali jika saya memanggil Nona Muda hanya dengan nama saja. Biar bagaimana pun, saya hanyalah anak dari pelayan dan pengawal biasa di mansion anda Nona Muda."
"Kita bersahabat Ivone, dan kedua orangtuamu adalah orang-orang kepercayaan Daddy dan Mommy, jadi jangan bersikap seperti itu. Kamu adalah sahabat terbaikku, dan aku sangat beruntung karena ada kamu. Jadi panggil aku Shanaya." Perkataan Shanaya berhasil membuat netra Ivone berkaca-kaca.
"Terima kasih Shanaya, karena sudah menganggapku sebagai sahabatmu. Aku benar-benar beruntung bisa menjadi sahabatmu juga orang yang kamu percaya untuk membangun kerajaan kecilmu. Aku sungguh bangga padamu Shanaya." Akhirnya air mata Ivone luruh juga membasahi pipinya, terlebih saat Shanaya memeluknya. Ivone pun membalas pelukan Shanaya dengan eratnya.
"Aaaww.." Tiba-tiba Shanaya meringis kesakitan.
"Aduh maafkan aku, aku lupa dan benar-benar tidak sengaja. Aku akan mengambilkan salep dan obat penghilang bekas luka untuk mengobatimu ya." Ivone segera menuju ruangan medis untuk mengambil barang yang diperlukannya. Sementara Shanaya beranjak menuju kamarnya yang tepat berada di sebelah ruangan itu.
Shanaya mengangkat tinggi kaos hitam yang dikenakannya, lalu memutar sedikit kepalanya ke belakang, memandang pantulan punggungnya yang dihiasi bekas luka memanjang yang masih belum pudar. Sudah sebulan berlalu sejak sebuah balok menghantam keras punggungnya, sehingga mengakibatkan memar dan rasa nyeri yang amat sangat. Selain memar juga ada luka yang cukup panjang, mungkin disebabkan ujung balok yang runcing sehingga melukai punggung Shanaya.
Ivone kemudian muncul dengan membawa nampan berisi segelas air minum, salep, obat luka dan beberapa obat. Shanaya segera naik ke atas tempat tidur dan duduk membelakangi Ivone.
"Shanaya, buka bajumu. Aku akan mengoleskan ini di bekas memar dan bekas lukamu. Kenapa rasa sakitmu tidak juga hilang ya? Aku khawatir ada masalah dengan tulang belakangmu. Sebaiknya kita menghubungi Dokter Anna atau Dokter Robert untuk memeriksamu Shanaya." Setelah Shanaya membuka kaosnya, Ivone mengolesi punggung Shanaya menggunakan salep dan obat luka dengan sangat telaten dan hati-hati.
"Tidak, aku baik-baik saja. Aku tidak mau membuat Kak Shawn curiga apalagi sampai membuat rahasia kita terbongkar. Semua usaha kita akan berakhir sia-sia Ivone." Shanaya mengenakan kembali kaos hitamnya, lalu duduk bersila menghadap Ivone yang duduk di tepi tempat tidur.
"Huh, rasanya aku kesal sekali pada Tuan Muda Shawn. Bagaimana bisa di melemparmu dengan balok kayu berukuran besar, sehingga membuatmu terluka." Ivone terlihat kesal sehingga bibirnya mengerucut, membuat Shanaya tertawa kecil.
"Kenapa kamu malah tertawa. Aku sungguh mengkhawatirkan keadaanmu Shanaya." Protes Ivone.
"Iya aku tahu Ivone.. Tapi Kak Shawn melakukannya, karena tidak mengetahui siapa orang yang membantunya. Jadi aku memakluminya." Mendengar perkataan Shanaya, Ivone menanggapinya dengan anggukan kepala.
"Ivone kumpulkan seluruh anggota di meeting room utama. Kita akan membahas rencana kita selanjutnya."
"Baiklah Shanaya." Jawab Ivone semangat dan segera pergi dari kamar itu, seraya membawa nampan yang dibawanya tadi.
Shanaya kini memilih merebahkan dirinya dengan posisi miring, pikirannya menerawang memikirkan banyak hal yang sangat mengganggunya akhir-akhir ini.
'Aku harus bisa menemukan semua fakta dan bukti yang aku cari selama ini. Tapi sekalipun aku berhasil memecahkan semua teka-teki ini, aku tetap tidak akan membuka identitasku pada Kak Shawn.' Tekad Shanaya dalam hati.
Ya, Shanaya-lah gadis misterius yang dicari Shawn selama ini, seseorang yang selalu membantu Shawn menjalankan misinya secara diam-diam. Sudah 3 tahun ini, Shanaya membentuk sebuah kelompok yang anggotanya merupakan kumpulan anak-anak perempuan dari petinggi dan anggota Klan Toddestern.
Kebanyakan anak perempuan dari petinggi dan anggota Klan Toddestern memang tidak diperbolehkan bergabung dengan klan, sekalipun mereka memiliki kemampuan yang sangat hebat untuk mendukung kemajuan klan. Beberapa anggota klan perempuan, hanya menempati posisi tertentu yang tidak berkaitan dengan lapangan.
Kebijakan Klan Toddestern itu bukan bertujuan mendiskriminasi atau merendahkan kemampuan perempuan, tapi lebih kepada rasa khawatir. Karena menjadi anggota Klan adalah sebuah tanggung jawab yang sangat berbahaya.
Shanaya pun tidak diizinkan sama sekali untuk ikut dalam urusan klan, sekalipun Daddy, Mommy dan Kakaknya adalah seorang mafia hebat. Hal ini membuatnya merasa segala kemampuan yang diperolehnya sejak kecil menjadi sia-sia. Sehingga Shanaya memutuskan mengumpulkan anak perempuan dari beberapa petinggi dan anggota Klan Toddestern yang memiliki keinginan yang sama seperti dirinya. Ternyata usaha Shanaya ini mendapatkan sambutan yang baik dari mereka, hingga akhirnya Shanaya membentuk kelompok itu secara sembunyi-sembunyi. Shanaya membeli sebuah villa dengan menggunakan nama orang lain untuk digunakan sebagai markas utama mereka.
Anggota kelompok yang didirikan Shanaya awalnya hanya terdiri dari 11 orang saja, tapi setelah hampir 3 tahun, anggotanya sudah lebih dari 100 orang. Tentu saja jumlah ini hanya seujung kuku dari jumlah anggota Klan Toddestern, tapi Shanaya bisa menjamin semua anggotanya adalah perempuan-perempuan berskill hebat yang sudah ditempa begitu berat selama hampir 3 tahun ini. Dan kelompok perempuan-perempuan kuat itu bernama Engelschatten yang berarti Bayangan Malaikat.
*************************
Sudah seminggu ini Sall dan Sanchia pergi ke Turki untuk berlibur, setelah begitu lama berkutat dengan urusan klan dan perusahaan yang cukup berat selama 3 tahun belakangan ini. Tapi saat ini mereka merasa kondisi semakin kondusif, terlebih Shawn Putra kebanggaan mereka sungguh sangat bisa diandalkan.
Sall dan Sanchia tidak mungkin mengajak Shawn yang memiliki segudang kesibukan, Shanaya pun saat ini sedang sibuk menyusun essay tugas akhirnya (skripsi). Sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk berlibur hanya berdua saja.
Shanaya yang merasa kesepian di mansionnya, memutuskan untuk pergi menemui kakaknya di perusahaan, tepat di jam makan siang. Shawn yang mendapat kunjungan mendadak dari Shanaya tentu saja merasa terkejut, tapi Shawn tentu tidak bisa menyuruh adiknya pulang begitu saja.
"Shanaya, kenapa kamu tidak mengabari dulu kalau mau kesini?" Tanya Shawn seraya mendekat ke arah Shanaya yang sudah mendudukkan dirinya di atas sofa.
"Karena kalau aku mengabari dulu, kakak punya seribu alasan untuk menolak kedatanganku." Shawn jelas tersindir dengan perkataan Shanaya, karena memang seringkali terjadi seperti itu. Tapi Shawn hanya tersenyum tipis, tidak berniat membela dirinya, apalagi mengeluarkan banyak alasan untuk menutupi kebohongannya.
"Kak Shawn, aku ingin mengajakmu makan siang di luar, apa kamu bisa?" Tanya Shanaya sedikit ragu.
"Tentu saja. Kamu mau makan siang dimana? Apa ada sesuatu yang ingin kamu makan?" Perasaan Shanaya selalu menghangat setiap kali Shawn menunjukkan perhatiannya.
"Aku ingin makan japanese food, kita bisa makan di restaurant hotel kita saja." Usul Shanaya, yang langsung diangguki Shawn.
"Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang." Shawn segera berdiri diikuti Shanaya. Lalu mereka berjalan beriringan keluar dari ruang kerja Shawn.
*************************
Shawn dan Shanaya menikmati hidangan makan siang mereka, sambil sesekali mengobrol ringan. Senyum bahagia terpancar dari wajah keduanya, karena memang sudah cukup lama mereka tidak bertemu, apalagi makan bersama seperti saat ini.
"Kak, aku ke toilet dulu ya." Ujar Shanaya lalu segera berdiri.
"Baiklah.. Apa perlu kakak antar?" Tawar Shawn.
"Tidak, aku bukan anak kecil Kak Shawn." Protes Shanaya yang langsung ditanggapi senyuman tipis Shawn.
Namun baru saja Shanaya berjalan beberapa meter dari meja, tiba-tiba ada seorang pria yang berjalan terburu-buru dan tidak fokus dengan jalan yang dilaluinya karena disibukkan dengan gadget yang dipegangnya. Laki-laki itu tidak sengaja menabrak tubuh Shanaya dari belakang, dengan tubuh tambunnya.
"Aaaaww.." Shanaya berteriak kencang, lalu meringis merasakan rasa sakit di punggungnya. Rasa seperti tersengat listrik itu lagi-lagi menyerangnya.
"I am sorry Miss.." Laki-laki itu meminta maaf singkat, lalu pergi begitu saja.
Shawn segera mendekati Shanaya setelah terkejut selama beberapa saat. Alasan keterkejutan Shawn bukan hanya melihat adiknya yang terlihat kesakitan saat ditabrak laki-laki tadi, tapi juga teriakan Shanaya yang terasa begitu familiar di telinganya. Baru disadarinya Shanaya tidak pernah berteriak kesakitan seperti itu, kecuali saat masih kecil dulu. Namun teriakan Shanaya tadi seperti pernah didengarnya di suatu tempat, meskipun Shawn tidak ingat dimana dan kapan dia mendengarnya.
"Shanaya, apa kamu baik-baik saja?" Shawn berjongkok dihadapan Shanaya yang terduduk lemas.
"Aku tidak apa-apa Kak. Tolong antar aku pulang ke mansion ya." Shawn memegang kedua lengan Shanaya dari belakang, untuk memapahnya berdiri. Namun Shanaya justru meringis kesakitan dan refleks menghempas tangan Shawn.
"Biarkan aku berdiri sendiri saja Kak.." Ujar Shanaya membuat Shawn begitu khawatir. Shawn mengira kalau tubuh tambun pria tadi menabrak Shanaya cukup keras, sehingga Shanaya kesakitan seperti itu.
"Tapi kamu tidak bisa melakukannya sendiri. Kakak akan melakukannya dengan hati-hati Shanaya." Belum sempat Shanaya memberikan reaksinya, tiba-tiba Shanaya terkulai lemas dan kehilangan kesadarannya. Untung saja Shawn langsung menopang kepala dan tubuh Shanaya sehingga tidak jatuh ke lantai.
"Shanaya..Shanaya.. Bangun Shanaya.." Teriak Shawn terlihat panik.
*************************
Terima kasih banyak ya atas Like, Rate bintang 5, Favorit dan Comment-nya, selalu menjadi semangat dan motivasi lebih untukku menulis kisah Shawn juga Shanaya.
Semoga selalu sehat, bahagia, banyak rezeki dan sukses selalu ya semuanya. Love u all ❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Atik Marwati
sakitnya pasti karena Kena kalungnya
2023-11-28
1
🕊️Oenni Rose🌹🦋
💓💓
2022-04-26
1
Nofi Kahza
waaaah...! Sungguh luar biasa.. plot twisnya gk ketebak. Ternayta yg membantu Shawn diam2 itu Shanaya.. Shanaya keren banget. Suer😍
terus terus hbs ini apakah Shawn akan curiga dengan gelagat Shanaya ya??
2022-04-25
1