Suasana di dalam perpustaakaan itu masih senyap dan diliputi aura menakutkan. Seluruh pasang mata masih mengarah pada seorang laki-laki dan perempuan yang masih di posisi yang sama selama beberapa saat. Tatapan iba mengarah pada si gadis yang menempelkan kedua tangannya seraya tidak henti mengucapkan perkataan maaf, sedangkan sang laki-laki masih betah dengan tatapan tajamnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Netranya memindai dengan seksama gadis berwajah campuran Eropa-Asia yang sepertinya sedikit tomboy itu.
Semua orang begitu khawatir pada nasib si gadis yang mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak longgar dipadukan celana berwarna senada, dengan rambut diikat ekor kuda itu. Bermasalah dengan Shawn yang seorang anak pengusaha kaya raya sekaligus pemilik universitas swasta terbaik, tempat mereka berkuliah itu adalah kesialan yang sangat haqiqi. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang mendekati Shawn sejak pertama kali dia menginjakkan kakinya di kampus itu, tapi saat Shawn menunjukkan keberatan dan penolakannya, maka mereka tidak akan berani mendekatinya lagi.
Banyak gadis dari berbagai angkatan dan jurusan yang mendekati Shawn secara terang-terangan, namun Shawn juga menunjukkan penolakan dan ketidaksukaannya secara terang-terangan. Sehingga mereka memilih menjadi pengagum rahasia Shawn sambil tetap berharap dan menunggu keajaiban agar Shawn bisa melihat ke arah mereka. Namun kali ini justru ada seorang gadis yang membuat masalah dengan Shawn, membuat semua orang begitu penasaran dengan reaksi Shawn yang selalu dingin dan arogan itu.
Shawn hendak berdiri dari duduknya, setelah menumpuk buku-buku tebal yang beberapa saat yang lalu menimpa kepala, bahu, tangan dan juga laptopnya. Namun sebuah panggilan masuk di ponselnya, menarik atensinya saat itu juga. Shawn mengambil ponselnya yang dia simpan di atas nakas.
"Iya Mom.. Ada apa?"
"Shawn, datanglah ke mansion. Shanaya sakit Nak, dan dia tidak mau makan sama sekali. Sikapnya menjadi pemurung dan tidak seceria sebelumnya, Mommy khawatir sekali dengan keadaannya. Bisakah kamu membujuknya untuk makan? Biasanya saat Shanaya sakit, kamu selalu berhasil membujuknya untuk makan dan minum obat. Mommy mohon padamu untuk segera datang ya Sayang.." Shawn sedikit terpaku mendengar penjelasan Mommy-nya, Sanchia. Egonya masih saja menolak untuk menemui Shanaya, tapi rasa khawatirnya yang terlalu besar, tentu tidak akan membiarkannya untuk hanya sekedar diam.
"Baiklah Mom, aku akan segera datang." Jawab Shawn mantap.
"Terima kasih Sayang, Mommy tunggu ya." Shawn lalu menyimpan kembali ponselnya di atas nakas setelah Mommy-nya mematikan panggilannya.
"Maafkan aku, tapi aku sedikit penasaran, kenapa kamu bisa berbahasa Indonesia?" Tiba-tiba gadis yang berdiri disebelah Shawn dengan posisi yang tidak berubah itu, bertanya dengan bahasa Indonesia pada Shawn. Shawn mengerutkan keningnya dan tidak berniat sama sekali untuk menjawab pertanyaan gadis yang tidak dikenalnya itu.
"It's not your business! You're lucky that I don't have time to play with you at this time, but our business is not finished yet. (Itu bukan urusanmu! Kamu beruntung karena aku tidak punya waktu bermain denganmu saat ini. Tapi urusan kita belum selesai)." Perkataan dingin dan mengintimidasi dari Shawn kembali menciutkan nyali gadis itu. Tubuhnya terasa membeku dan tidak beranjak sama sekali, meskipun Shawn saat ini terlihat sibuk membereskan dan memasukkan barang-barangnya ke dalam tas backpack-nya.
"See you.." Kalimat sederhana itu justru terdengar sangat menakutkan, apalagi tatapan Shawn yang berkilat tajam seolah berhasil memberi gadis itu tekanan yang tidak akan bisa dia lupakan.
*************************
Binar bahagia tampak tidak bisa Shanaya sembunyikan, saat seseorang yang sudah lebih dari sebulan ini tidak dilihatnya, melangkah masuk ke dalam kamarnya. Shawn melangkah masuk diikuti seorang pelayan yang membawa 1 nampan berisi semangkuk bubur ayam, semangkuk sup jagung, sepiring salad buah dan segelas susu pisang. Setelah menyimpan nampan itu di atas nakas, Shawn mengucapkan terima kasih lalu meminta pelayan itu agar keluar dari kamar.
Shawn mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur, menautkan kedua tangannya berusaha menyembunyikan perasaan di depan Shanaya.
"Shanaya, pilihlah makanan yang ingin kamu makan, aku akan menyuapimu." Ujar Shawn dengan raut datarnya, membuat Shanaya begitu canggung untuk menanggapi perkataan Kakaknya itu.
"Kamu harus makan, jangan membuat Daddy dan Mommy khawatir dengan keadaanmu." Lanjut Shawn lalu mengambil semangkuk sup jagung dan menyendoknya sedikit untuk dia sodorkan tepat di depan wajah Shanaya.
"Makanlah.." Shanaya masih enggan membuka mulutnya dan malah menatap Shawn dengan pandangan sendunya.
'Apa Kak Shawn masih marah padaku? Kenapa sikapnya masih saja acuh tak acuh dan dingin? Padahal setiap kali aku sakit, sikapnya selalu lembut dan perhatian padaku. Kali ini Kak Shawn terlihat sangat terpaksa menemuiku. Bahkan berkali-kali dia mengalihkan pandangannya ke arah lain.' Tanya Shanaya dalam hati.
"Bukalah mulutmu, tanganku sudah sangat pegal memegang sendok ini. Aaaaa.." Akhirnya Shanaya membuka mulutnya meskipun masih sangat canggung.
Berkali-kali Shawn menyuapi Shanaya tanpa berbicara apapun. Pandangan Shanaya terfokus pada wajah Shawn yang sedang menyuapinya, namun sangat terlihat jelas Shawn menghindari kontak mata dengannya.
"Sudah cukup Kak, Aku sudah kenyang.." Shawn menyimpan mangkuk yang dipegangnya, lalu menyodorkan segelas susu pisang yang langsung diteguk Shanaya hingga habis seperempatnya.
"Cepat sembuh Shanaya.. Kamu harus bisa menjaga dirimu sendiri, jangan membuat Mommy dan Daddy cemas dan terus mengkhawatirkanmu. Baiklah Shanaya, aku harus pergi sekarang, aku masih ada urusan pekerjaan yang harus aku selesaikan." Shawn berniat beranjak dari duduknya, namun pegangan tangan Shanaya mengurungkan niat Shawn.
"Kak Shawn, apa Kakak masih marah padaku? Apa Kakak membenciku sampai Kakak tidak mau datang ke mansion selama lebih dari sebulan ini?" Air mata Shanaya yang menggenang di kelopak matanya, sudah siap meluncur keluar.
Kerapuhan hati Shanaya selalu berhasil membuat hati Shawn luluh. Tidak dapat Shawn bohongi, kalau hatinya memang selalu sesak dan pilu setiap kali Shanaya menangis. Shawn merutuki dirinya, karena justru dirinyalah yang membuat Shanaya menangis. Disaat dirinya selalu mengatakan, akan membuat perhitungan pada siapapun yang sudah membuat Shanaya menangis.
"Aku akui kalau aku bersalah karena tidak pernah mendengar nasehatmu Kak, aku mengabaikan semua pesan-pesanmu. Tapi apakah kamu memang sudah tidak sepeduli itu padaku Kak?" Kali ini air mata Shanaya sudah benar-benar meluncur jatuh membasahi pipinya.
Perlahan Shawn mengusap pipi Shanaya yang basah dengan jari-jarinya, hingga tangis Shanaya mulai mereda dan tidak lagi terdengar isaknya.
"Kamu tahu aku sangat peduli dan menyayangimu, Shanaya.. Tapi aku juga sadar sikapku begitu overprotektif hingga membuatmu tidak nyaman. Aku sudah bertekad untuk tidak terlalu mencampuri urusanmu. Kamu sudah dewasa sekarang, mulai sekarang lebih bijaklah dalam memilih teman, kamu harus bisa membedakan yang baik dan buruk untukmu. Oh iya, aku sudah memberi orang-orang yang mengerjaimu itu pelajaran. Mereka tidak akan lagi berani mengganggu dan melakukan hal jahat padamu. Ingat Shanaya, aku tidak bisa selalu ada untukmu, kamu harus bisa melindungi dirimu sendiri.." Shawn hendak beranjak dari duduknya, namun Shanaya kembali menarik tangan Shawn dan memeluknya begitu erat.
"Kak Shawn tolong maafkan aku.. Aku benar-benar tidak suka Kakak abaikan. Aku merindukanmu Kak.."
*************************
Terima kasih banyak ya atas Like, Rate bintang 5, Favorit dan Comment-nya, selalu menjadi semangat dan motivasi lebih untukku menulis kisah Shawn juga Shanaya.
Semoga selalu sehat, bahagia, banyak rezeki dan sukses selalu ya semuanya. Love u all ❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Atik Marwati
tambah pusing nich swan
2023-11-26
1
mama Al
kakakmu lagi bad mood, shanaya
2022-12-26
1
mama Al
dinginnya
2022-12-26
1