Suasana sore di sebuah taman bunga di sudut kota London, terasa lengang tidak seperti biasanya. Padahal musim semi yang membuat taman itu jauh lebih indah dengan hamparan bunga berwarna-warni, harusnya cukup menjadi daya tarik bagi banyak manusia untuk menghabiskan waktu disana.
Shanaya sengaja melarikan diri dari pantauan pengawal dan bahkan anak buah Drake, demi untuk berjalan-jalan ke taman bunga itu. Niat awalnya adalah untuk melihat suasana hangat dan menyenangkan dari banyak orang yang biasanya bersantai disana, namun kini dirinya semakin merasa sepi. Pemandangan indah bunga yang berwarna-warni tidak cukup mengubah suasana hatinya saat ini. Hatinya memang sedang gundah, kejadian dalam beberapa minggu terakhir, cukup membuat pikirannya tidak henti berpikir.
Teman-teman terdekat Shanaya kini sudah tidak mau dekat dengan Shanaya. Mereka menjauh dan memusuhinya, setelah diperingatkan dan diberi pelajaran keras oleh Shawn. Bagaimana tidak, teman-teman perempuan yang terlibat dalam insiden pesta ulang tahun dan terbukti membuat Shanaya mabuk, diancam secara langsung oleh Shawn, agar tidak mengganggu Shanaya lagi. Bahkan teman laki-laki Shanaya yang terlibat, dihajar habis-habisan oleh Shawn sampai babak belur.
Sebenarnya ada yang tidak Shanaya tahu, Shawn juga mengancam akan menghancurkan perusahaan orangtua teman-teman Shanaya, jika mereka berani membangkang. Tentu saja ancaman Shawn itu berhasil membuat mereka ketakutan. Meskipun mereka semua berasal dari kalangan keluarga yang kaya raya, tapi menantang Shawn yang merupakan Pewaris perusahaan raksasa Knight Group Company yang bisa dengan mudah menghancur leburkan perusahaan keluarga mereka, adalah sebuah kesalahan yang sangat besar. Mereka sama sekali tidak ingin mengambil resiko.
Kaki Shanaya sesekali menghentak saat menemui kerikil-kerikil di sepanjang jalan yang dilaluinya. Sama sekali tidak ada keinginan untuk pulang ke mansion saat ini, karena suasana hatinya akan sama sepinya. Tadi pagi kedua orangtuanya berangkat secara mendadak menuju Kanada untuk urusan bisnis, kemungkinan mereka akan berada disana selama seminggu.
'Ah sudahlah, aku tidak akan sedih lagi kehilangan teman seperti mereka. Kak Shawn benar, kalau mereka memang membawa pengaruh buruk untukku. Aku lebih baik tidak punya teman-teman palsu seperti mereka, meskipun sekarang aku lebih kesepian. Hmm, lebih baik aku menghabiskan waktu di luar, pulang ke mansion hanya akan membuatku semakin merasa sendiri. Daddy dan Mommy tidak ada.. Kak Shawn? Jelas punya kehidupan sendiri dan sudah tidak peduli denganku.' Keluh Shanaya dalam hati.
Tiba-tiba terdengar teriakan dan rintihan seorang perempuan dari jarak yang cukup jauh, Shanaya berlari mencari sumber suara yang cukup mengusik hatinya itu. Ternyata di sebuah sudut taman yang tersembunyi, tampak seorang gadis sedang dipukuli oleh 3 orang laki-laki berbadan kekar dan berwajah sangar. Pipi perempuan itu penuh luka memar, bahkan salah satu sudut bibirnya terlihat mengeluarkan darah.
"Hey ugly guys, let go of the woman. You should be ashamed to do that to a weak woman, you are all losers. (Hei orang-orang jelek, lepaskan perempuan itu. Kalian seharusnya malu berbuat seperti itu pada seorang perempuan yang lemah, dasar kalian pecundang)." Tantang Shanaya tanpa rasa takut.
Dua orang dari ketiga laki-laki yang merasa terganggu dan marah itu, bergerak mendekati Shanaya, sementara seorang lainnya masih memegangi tangan gadis yang disiksanya.
"How dare you disturb us! Eventough you are a girl, I will not hesitate to beat you up. (Beraninya kamu mengganggu kami. Meskipun kamu seorang perempuan, aku tidak akan segan menghajarmu)." Teriak salah satu laki-laki berkepala plontos itu.
Belum sampai kedua laki-laki itu menyentuhkan tangannya ke tubuh Shanaya, tiba-tiba Shanaya mendaratkan pukulan dan tendangan kakinya tepat di perut kedua laki-laki itu secara berurutan. Meskipun tidak sampai terjatuh, tapi pukulan dan tendangan kaki Shanaya cukup membuat tubuh kedua laki-laki itu memegangi perutnya dan meringis kesakitan. Sebelum keduanya bisa membalas, Shanaya segera menghujamkan siku tangannya tepat di wajah keduanya dan tidak lupa memberikan tendangan bertubi-tubi di tubuh mereka. Senyum puas terulas jelas, melihat kedua laki-laki itu roboh tidak berdaya, dengan wajah dan tubuh penuh luka.
Sementara teman si kedua penjahat yang sedari tadi hanya berperan sebagai penonton, memilih melepaskan pegangannya dari gadis yang dipukulinya, dan segera berlari tidak ingin menjadi sasaran Shanaya berikutnya.
"Haha.. Rasakan kalian.." Ujar Shanaya, membuat gadis yang sedari tadi melihat aksinya, semakin membelalakan mata. Bukan hanya karena aksi heroik Shanaya yang membuatnya tidak percaya, tapi juga tidak menyangka kalau Shanaya bisa berbahasa Indonesia.
Gadis itu masih saja memasang raut tidak percaya dengan pemandangan dihadapannya. Kesadarannya baru kembali, saat Shanaya bergerak menghampiri dan menelisik wajahnya yang penuh luka.
"Kamu bisa bahasa Indonesia?" Tanya gadis itu memastikan.
Sesaat Shanaya tampak keheranan, namun akhirnya mengangguk seraya mengulas senyum manisnya.
"Ba..Bagaimana bisa.. gadis sepertimu mengalahkan laki-laki kuat seperti mereka?" Tanya gadis itu pada Shanaya yang justru mengerling dan mengulas senyum jahilnya.
"Jangan remehkan tubuhku yang kurus, aku cukup kuat untuk bisa mengalahkan mereka. Ayo cepat pergi, mungkin sebentar lagi mereka akan sadar." Shanaya segera memapah gadis itu tanpa persetujuan, sementara gadis itu hanya menurut tanpa berniat menolak kebaikan Shanaya.
Gadis itu menurut saja, saat Shanaya mengajaknya masuk ke dalam mobil sport-nya, lalu melajukannya keluar dari area taman itu.
"Aku akan mengantarmu ke Rumah Sakit."
"Tidak..Tidak.. Aku akan turun di pertigaan jalan itu saja." Jawab gadis itu begitu khawatir. Bukan karena tidak ingin diobati, tapi gadis itu tidak mempunyai uang sepeser pun, apalagi untuk membayar biaya Rumah Sakit yang pastinya mahal.
"Wajah dan tubuhmu penuh luka dan memar, kamu perlu segera diobati. Ayo kita ke Rumah Sakit, sebelum aku mengantarmu pulang."
"Aku tidak punya rumah." Lirih gadis itu seraya meremat ujung kemejanya yang cukup kotor.
Shanaya menatap penuh tanya gadis itu, sebelum kembali fokus dengan kemudinya.
"Apa benar kamu tidak punya rumah?" Tanya Shanaya yang dibalas anggukkan dan tatapan sendu gadis itu.
"Tadinya aku tinggal di sebuah boarding house (kost-an) murah di pinggir kota, tapi aku sudah diusir dari sana. Dua bulan lalu aku dipecat dari cafe tempatku bekerja, terpaksa aku berutang pada rentenir untuk memenuhi kebutuhanku. Sayangnya hingga sekarang aku masih belum mendapatkan pekerjaan, sampai akhirnya aku diusir oleh pemilik boarding house (kost-an) tempatku tinggal, dan dikejar-kejar oleh anak buah rentenir itu. Kamu bisa lihat sendiri apa yang mereka lakukan untuk memaksaku membayar utang." Shanaya menghela nafas panjang mendengar kisah gadis itu yang sangat memilukan.
"Apa kamu tidak tinggal bersama orangtuamu?" Shanaya semakin penasaran dengan kisah hidup gadis disebelahnya itu.
"Aku seorang yatim piatu." Lirih gadis itu.
"Maafkan aku, bukan maksudku untuk membuatmu sedih." Mendengar perkataan Shanaya, gadis itu malah tersenyum.
"Aku tidak apa-apa. Sejak kedua orangtuaku meninggal di umurku yang baru menginjak 4 tahun, aku sudah tinggal di panti asuhan. Tapi sejak masuk Senior High School, aku terpaksa keluar dari panti asuhan, dan hidup mandiri. Karena semua anak panti asuhan yang tidak diadopsi, harus keluar dari panti asuhan saat berumur 16 tahun. Jadilah sejak itu aku mulai bekerja keras untuk mencukupi kehidupanku."
Diam-diam Shanaya menyimpan rasa kagum terhadap gadis yang baru ditemuinya itu. Gadis itu benar-benar kuat, Shanaya merasa belum tentu bisa seperti dia, jika mengalami hal yang sama. Dalam hati, Shanaya mengucap rasa syukurnya karena memiliki orangtua yang lengkap dan menyayanginya. Kakak yang selalu melindunginya, juga semua hal yang membuatnya tidak pernah merasa kekurangan.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa puluh menit, mobil sport Shanaya tiba di halaman mansionnya. Shanaya mengajak gadis itu untuk turun, namun gadis itu bergeming, dan malah menatap ke arah mansion dengan tatapan tidak percaya.
Memang sejak mobil Shanaya memasuki gerbang mansion yang kokoh dan menjulang tinggi, raut wajah gadis disebelahnya tidak henti menampakan wajah terkejutnya. Hingga mereka tiba di depan mansion pun, ekspresi gadis itu masih belum berubah.
"Hei.. Apa kamu baik-baik saja?" Shanaya melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah gadis itu, hingga gadis itu kembali tersadar dari pikirannya.
"I..Iya..Aku tidak apa-apa." Jawab gadis itu begitu canggung.
"Oh iya, aku lupa bertanya. Siapa namamu? Aku Shanaya." Ujar Shanaya seraya mengulurkan tangannya.
"Namaku.. Marisha.." Jawab gadis itu seraya membalas uluran tangan Shanaya.
*************************
Terima kasih banyak ya atas Like, Rate bintang 5, Favorit dan Comment-nya, selalu menjadi semangat dan motivasi lebih untukku menulis kisah Shawn juga Shanaya.
Semoga selalu sehat, bahagia, banyak rezeki dan sukses selalu ya semuanya. Love u all ❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Atik Marwati
marisha yg sekampus sama swan??? heleh..heleh
2023-11-26
1
mama Al
bagus, sepertinya ancaman Shawn mempan
2022-12-29
1
mama Al
Seketat itu masih bisa kabur
2022-12-29
1