Love Abang Duda
Diatas tanah yang masih basah, seorang pria tengah menumpahkan air matanya dengan tatapan kosong dan pikiran yang entah kemana.
Kehilangan seseorang yang begitu Ia cintai, membuat dunianya serasa runtuh seketika. Ia harus merasakan bahagia dan sakit secara bersamaan. Hingga Ia tak tau harus merasakan yang mana.
Kala malaikat kecil yang dinantinya hadir dan membawa kebahagiaan, justru duka harus pula Ia rasakan. Sang istri tercinta harus berpulang saat itu juga.
Hatinya begitu sakit, mengingat betapa bodohnya Ia tak mengetahui hal besar yang menimpa istrinya itu. Membiarkan sang istri menghadapinya sendiri.
"Bang! Ayo kita pulang! Kita harus mempersiapkan untuk acara tahlilan." Ajak sang Papih.
Agung Putra Aruman, yang biasa disapa abang oleh kedua orang tua dan adiknya. Bahkan sang mendiang istri juga menyematkan panggilan yang sama. Pria berusia dua puluh tujuh tahun yang terpaksa menjadi seorang duda beranak satu, karena sang istri yang berpulang terlebih dahulu dan meninggalkan seorang baby tampan dengannya. (Biar lebih jelas, silahkan baca Novel "Cintaku Mentok Dikamu")
Hanya anggukan yang Ia tanggapi dari ajakan sang Papih. Ia usap batu nisan dengan hati yang masih tak menentu.
"Abang pulang dulu ya! Ntar kesini lagi." Lagi-lagi air matanya luruh begitu saja. Bahkan sang Mamih dan Ibu mertuanya juga ikut kembali menangis.
Papih merangkul pundak putranya itu. Membantunya berdiri. Senja menemani kepulangan keempatnya, bahkan suara adzan Maghrib sudah terdengar mengiringi langkah mereka pulang.
**
Setelah sampai dikediamannya. Bang Agung yang masuk kekamarnya untuk membersihakan diri, justru tak masuk kamar mandi, Ia masih duduk dikaki ranjang, menyandarkan punggungnya disana.
Pikirannya kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu. Semua masih terasa bagaikan mimpi baginya. Air matanya kembali luruh dengan sendirinya. Ia cengkram baju bagian dadanya menahan sesak yang menghimpit rongga paru-parunya.
"Kenapa Cha? Kenapa?" Isaknya tak dapat disembunyikan hingga terdengar jeritan dan teriakan didalam kamar itu.
Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, itu yang dirasa bang Agung sekarang. Kata ikhlas tentu hanya ucapan dari mulutnya saja, nyatanya hatinya sama sekali tak mengungkapkan itu. Tak bisa merelakannya begitu saja. Butuh banyak waktu untuknya mengikhlaskan orang yang sangat berharga dihidupnya.
Papih yang mendengar teriakan putranya, segera menghampirinya. Ketika masuk, Ia dibuat sakit melihat keadaan putranya yang begitu rapuh. Putra yang Ia tau begitu cerewet, begitu nyablak, begitu absurd, bahkan tak pernah sekalipun Ia melihatnya menangis. Dan sekarang? Tentu tak pernah Ia bayangkan putranya akan menjadi seperti ini. Untuk pertama kalinya Ia melihat sang putra yang berada dititik terbawahnya.
Papih menghampirinya dan menariknya kedalam dekapannya. Mencoba menenangkannya, walaupun tak dapat dipungkiri Ia pun merasakan hal yang sama.
"Icha Pih! Icha!" Dengan sesenggukan dibahu sang Ayah, Ia tumpahkan rasa sakitnya. Disinilah tempatnya berbagi suka dan duka. Ia memang begitu dekat dengan sang Papih sedari kecil. Hingga apapun itu Ia akan keluhkan pada sang Papih.
"Iya Papih tau! Papih tau!" Ucapnya seraya terus menepuk punggungnya. "Tapi kamu harus kuat! Icha akan bahagia disana kalo kamu bisa menjaga putra kalian. Dan kuat untuknya!" Tutur Papih mencoba menenangkannya.
Setelah dirasa cukup, Papih melerai pelukannya dan memegang kedua bahunya. "Sekarang kamu bersihkan dirimu! Ambil air wudhu, kita mengadu pada-Nya, kita serahkan semua pada-Nya, yah!" Titahnya dan dijawab anggukan olehnya.
Bang Agung pun berlenggang ke kamar mandi, mencoba tenang dan membersihkan diri dan Papih tetap stay menunggunya.
Selang beberapa menit Ia pun keluar dari kamar mandi. Mengganti pakaiannya, dan sholat berjamaah dengan sang Papih.
Setelah selesai, acara tahlilan pun siap digelar. Banyak orang hadir megikuti acara itu. Banyak teman-temannya juga yang memberi semangat dan dukungan untuknya. Acara pun berlangsung khidmat, dari yasinan hingga doa-doa tahlilan terlantun disana.
Tepat jam sembilan malam, acara pun selesai. Semua tamu sudah pulang silih berganti. Hanya tertinggal kedua orang tuanya, ibu mertuanya, adik dan adik iparnya disana.
Kini mereka akan makan malam, walaupun tak ada selera untuk mereka makan. Namun mereka mencoba untuk tetap mengisi perut yang belum terisi sejak tadi siang saat masuk rumah sakit.
"Bang! Makan yah!" Tawar Mamih dengan menggenggam tangan putranya yang hanya menatap kosong tanpa mau menyentuh makanannya.
Bang Agung menoleh kearah sang Mamih dan tersenyum. "Icha juga pasti pengen makan Mih! Aku ambilin dulu." Tuturnya seraya bangkit mengambil piring dan menuangkan nasi dan kawan-kawannya disana.
Semua orang disana kembali dibuat meluruhkan air matanya. Mamih bangkit dan mencekal pergerakan tangan putranya dengan menggelengkan kepalanya.
Bang Agung bergeming sebentar, Ia simpan piring yang sudah terisi nasi dan kawan-kawannya keatas meja. Ia duduk dan mengambil sendok dipiringnya.
Ia menoleh kesamping. "Kamu juga makan ya Cha!" Ucapnya denga air mata yang sudah lolos lagi.
Ia mulai menyuapkan makanan kemulutnya, mencoba mengunyahnya. Namun saat akan menelannya, tenggorokannya terasa tercekat. Ia kembali menyimpan sendok dan meminum air putih yang sudah disediakan sang Mamih.
"Udah Mih. Aku kenyang!" Tuturnya hendak berdiri namun Mamih segera mencekalnya.
"Kamu harus makan! Mamih suapin ya!" Tawar sang Mamih.
Bang Agung menggeleng. "Gak Mih! Aku beneran kenyang. Kalian makanlah! Aku ingin istirahat!" Pamitnya, memaksa berlenggang pergi meninggalkan meja makan.
Semua menghela nafasnya panjang. Mereka tentu tau apa yang dirasakan salah satu anggota keluarga mereka. Namun mereka harus kuat, untuk menguatkannya.
**
Bang Agung memasuki kamarnya. Ia duduk ditepi ranjang, Ia ambil foto pernikahannya bersama mendiang sang istri. Ia usap foto itu dan tersenyum kecut.
"Sebenarnya apa salah abang sama kamu Cha? Kenapa kamu tega sama abang? Kenapa kamu gak tepati janji kamu?" Tuturnya.
"Sekarang apa yang harus abang lakukan tanpa kamu? Bahkan abang tak bisa melakukan apapun tanpa kamu?"
"Bagaimana dengan nasib putra kita? Siapa yang akan memberinya ASI? Siapa yang akan menimangnya?"
"Tolong jawab Cha! Abang harus gimana?"
Bang Agung tertunduk. Selain memikirkan kepergian sang istri, Ia juga memikirkan putranya yang masih jauh darinya. Memikirkan bagaimana keadaanya. Ia yang terlalu rapuh, tentu tak sempat melihat sang putra sebelum pulang tadi.
Ketika tengah berada dalam bayang-bayang dua orang tercintanya. Ayah masuk kedalam kamarnya dan ikut duduk diranjang sang putra.
"Malam ini, apa boleh Papih tidur disini?" Tanya sang Papih.
Bang Agung yang baru tersadar mendongak dan mencoba tersenyum. Ia letakkan fotonya kembali keatas nakas, meringsek mendekati pahlwan hidupnya itu. Ia peluk tubuh yang masih terlihat segar di usianya yang tak lagi muda itu.
"Malam ini, bolehkah aku jadi bocah kecilnya Papih?" Tanyanya.
"Tentu. Sampai kapanpun kamu akan selalu jadi bocah kecilnya Papih."
Bang Agung melesakkan wajah didada sang Papih, mencoba memejamkan matanya dan mencoba melepaskan beban didadanya.
"Untuk pertama kalinya, aku tidur tanpamu!" Lirihnya dalam hati.
*************
Alhamdulillah akhirnya bisa launching😇
Mari merapat gaisss! Tinggalkan jejakmu disini! Jangan lupa jadiin favorit! Kasih like, komen, vote sama bunga-bunganya juga yaa!!
Ramaikan kolom komentarnya!😊
Si abang duda kita😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Nurfanya Rudie Ajalah
mulai baca udah banyak bawangnya😭😭
2024-07-14
0
Syahrani Fudin
mampir mak ☺️udh baca novel nya bang Ar lanjut ke bang agung 😁
2023-09-22
1
Kusii Yaati
aq hadir Lo kak ,setelah baca novel yg pertama...aq juga penasaran sama critanya sang babang duda tampan😍
2023-08-26
1