NovelToon NovelToon

Love Abang Duda

Bab1 Bahagia dan Sakit

Diatas tanah yang masih basah, seorang pria tengah menumpahkan air matanya dengan tatapan kosong dan pikiran yang entah kemana.

Kehilangan seseorang yang begitu Ia cintai, membuat dunianya serasa runtuh seketika. Ia harus merasakan bahagia dan sakit secara bersamaan. Hingga Ia tak tau harus merasakan yang mana.

Kala malaikat kecil yang dinantinya hadir dan membawa kebahagiaan, justru duka harus pula Ia rasakan. Sang istri tercinta harus berpulang saat itu juga.

Hatinya begitu sakit, mengingat betapa bodohnya Ia tak mengetahui hal besar yang menimpa istrinya itu. Membiarkan sang istri menghadapinya sendiri.

"Bang! Ayo kita pulang! Kita harus mempersiapkan untuk acara tahlilan." Ajak sang Papih.

Agung Putra Aruman, yang biasa disapa abang oleh kedua orang tua dan adiknya. Bahkan sang mendiang istri juga menyematkan panggilan yang sama. Pria berusia dua puluh tujuh tahun yang terpaksa menjadi seorang duda beranak satu, karena sang istri yang berpulang terlebih dahulu dan meninggalkan seorang baby tampan dengannya. (Biar lebih jelas, silahkan baca Novel "Cintaku Mentok Dikamu")

Hanya anggukan yang Ia tanggapi dari ajakan sang Papih. Ia usap batu nisan dengan hati yang masih tak menentu.

"Abang pulang dulu ya! Ntar kesini lagi." Lagi-lagi air matanya luruh begitu saja. Bahkan sang Mamih dan Ibu mertuanya juga ikut kembali menangis.

Papih merangkul pundak putranya itu. Membantunya berdiri. Senja menemani kepulangan keempatnya, bahkan suara adzan Maghrib sudah terdengar mengiringi langkah mereka pulang.

**

Setelah sampai dikediamannya. Bang Agung yang masuk kekamarnya untuk membersihakan diri, justru tak masuk kamar mandi, Ia masih duduk dikaki ranjang, menyandarkan punggungnya disana.

Pikirannya kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu. Semua masih terasa bagaikan mimpi baginya. Air matanya kembali luruh dengan sendirinya. Ia cengkram baju bagian dadanya menahan sesak yang menghimpit rongga paru-parunya.

"Kenapa Cha? Kenapa?" Isaknya tak dapat disembunyikan hingga terdengar jeritan dan teriakan didalam kamar itu.

Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, itu yang dirasa bang Agung sekarang. Kata ikhlas tentu hanya ucapan dari mulutnya saja, nyatanya hatinya sama sekali tak mengungkapkan itu. Tak bisa merelakannya begitu saja. Butuh banyak waktu untuknya mengikhlaskan orang yang sangat berharga dihidupnya.

Papih yang mendengar teriakan putranya, segera menghampirinya. Ketika masuk, Ia dibuat sakit melihat keadaan putranya yang begitu rapuh. Putra yang Ia tau begitu cerewet, begitu nyablak, begitu absurd, bahkan tak pernah sekalipun Ia melihatnya menangis. Dan sekarang? Tentu tak pernah Ia bayangkan putranya akan menjadi seperti ini. Untuk pertama kalinya Ia melihat sang putra yang berada dititik terbawahnya.

Papih menghampirinya dan menariknya kedalam dekapannya. Mencoba menenangkannya, walaupun tak dapat dipungkiri Ia pun merasakan hal yang sama.

"Icha Pih! Icha!" Dengan sesenggukan dibahu sang Ayah, Ia tumpahkan rasa sakitnya. Disinilah tempatnya berbagi suka dan duka. Ia memang begitu dekat dengan sang Papih sedari kecil. Hingga apapun itu Ia akan keluhkan pada sang Papih.

"Iya Papih tau! Papih tau!" Ucapnya seraya terus menepuk punggungnya. "Tapi kamu harus kuat! Icha akan bahagia disana kalo kamu bisa menjaga putra kalian. Dan kuat untuknya!" Tutur Papih mencoba menenangkannya.

Setelah dirasa cukup, Papih melerai pelukannya dan memegang kedua bahunya. "Sekarang kamu bersihkan dirimu! Ambil air wudhu, kita mengadu pada-Nya, kita serahkan semua pada-Nya, yah!" Titahnya dan dijawab anggukan olehnya.

Bang Agung pun berlenggang ke kamar mandi, mencoba tenang dan membersihkan diri dan Papih tetap stay menunggunya.

Selang beberapa menit Ia pun keluar dari kamar mandi. Mengganti pakaiannya, dan sholat berjamaah dengan sang Papih.

Setelah selesai, acara tahlilan pun siap digelar. Banyak orang hadir megikuti acara itu. Banyak teman-temannya juga yang memberi semangat dan dukungan untuknya. Acara pun berlangsung khidmat, dari yasinan hingga doa-doa tahlilan terlantun disana.

Tepat jam sembilan malam, acara pun selesai. Semua tamu sudah pulang silih berganti. Hanya tertinggal kedua orang tuanya, ibu mertuanya, adik dan adik iparnya disana.

Kini mereka akan makan malam, walaupun tak ada selera untuk mereka makan. Namun mereka mencoba untuk tetap mengisi perut yang belum terisi sejak tadi siang saat masuk rumah sakit.

"Bang! Makan yah!" Tawar Mamih dengan menggenggam tangan putranya yang hanya menatap kosong tanpa mau menyentuh makanannya.

Bang Agung menoleh kearah sang Mamih dan tersenyum. "Icha juga pasti pengen makan Mih! Aku ambilin dulu." Tuturnya seraya bangkit mengambil piring dan menuangkan nasi dan kawan-kawannya disana.

Semua orang disana kembali dibuat meluruhkan air matanya. Mamih bangkit dan mencekal pergerakan tangan putranya dengan menggelengkan kepalanya.

Bang Agung bergeming sebentar, Ia simpan piring yang sudah terisi nasi dan kawan-kawannya keatas meja. Ia duduk dan mengambil sendok dipiringnya.

Ia menoleh kesamping. "Kamu juga makan ya Cha!" Ucapnya denga air mata yang sudah lolos lagi.

Ia mulai menyuapkan makanan kemulutnya, mencoba mengunyahnya. Namun saat akan menelannya, tenggorokannya terasa tercekat. Ia kembali menyimpan sendok dan meminum air putih yang sudah disediakan sang Mamih.

"Udah Mih. Aku kenyang!" Tuturnya hendak berdiri namun Mamih segera mencekalnya.

"Kamu harus makan! Mamih suapin ya!" Tawar sang Mamih.

Bang Agung menggeleng. "Gak Mih! Aku beneran kenyang. Kalian makanlah! Aku ingin istirahat!" Pamitnya, memaksa berlenggang pergi meninggalkan meja makan.

Semua menghela nafasnya panjang. Mereka tentu tau apa yang dirasakan salah satu anggota keluarga mereka. Namun mereka harus kuat, untuk menguatkannya.

**

Bang Agung memasuki kamarnya. Ia duduk ditepi ranjang, Ia ambil foto pernikahannya bersama mendiang sang istri. Ia usap foto itu dan tersenyum kecut.

"Sebenarnya apa salah abang sama kamu Cha? Kenapa kamu tega sama abang? Kenapa kamu gak tepati janji kamu?" Tuturnya.

"Sekarang apa yang harus abang lakukan tanpa kamu? Bahkan abang tak bisa melakukan apapun tanpa kamu?"

"Bagaimana dengan nasib putra kita? Siapa yang akan memberinya ASI? Siapa yang akan menimangnya?"

"Tolong jawab Cha! Abang harus gimana?"

Bang Agung tertunduk. Selain memikirkan kepergian sang istri, Ia juga memikirkan putranya yang masih jauh darinya. Memikirkan bagaimana keadaanya. Ia yang terlalu rapuh, tentu tak sempat melihat sang putra sebelum pulang tadi.

Ketika tengah berada dalam bayang-bayang dua orang tercintanya. Ayah masuk kedalam kamarnya dan ikut duduk diranjang sang putra.

"Malam ini, apa boleh Papih tidur disini?" Tanya sang Papih.

Bang Agung yang baru tersadar mendongak dan mencoba tersenyum. Ia letakkan fotonya kembali keatas nakas, meringsek mendekati pahlwan hidupnya itu. Ia peluk tubuh yang masih terlihat segar di usianya yang tak lagi muda itu.

"Malam ini, bolehkah aku jadi bocah kecilnya Papih?" Tanyanya.

"Tentu. Sampai kapanpun kamu akan selalu jadi bocah kecilnya Papih."

Bang Agung melesakkan wajah didada sang Papih, mencoba memejamkan matanya dan mencoba melepaskan beban didadanya.

"Untuk pertama kalinya, aku tidur tanpamu!" Lirihnya dalam hati.

*************

Alhamdulillah akhirnya bisa launching😇

Mari merapat gaisss! Tinggalkan jejakmu disini! Jangan lupa jadiin favorit! Kasih like, komen, vote sama bunga-bunganya juga yaa!!

Ramaikan kolom komentarnya!😊

Si abang duda kita😍

Bab 2 Mimpi

Seorang gadis mengerjapkan matanya kala sinar terang mengganggu indera pernglihatannya. Ia mengucek matanya dan terbangun untuk duduk. Ia melihat kesana kemari memperhatikan sekitarnya. Tempat aneh yang baru pertama Ia lihat.

"Dimana aku?" Tanyanya heran.

Tiba-tiba sinar terang kembali menyilaukan matanya, Ia angkat punggung tangannya untuk mengahalangi sinar yang masuk ke retina matanya. Mencoba melihat sosok yang tengah berjalan kearahnya.

Seorang wanita cantik yang mengenakan gaun putih tengah menggendong seorang bayi, datang menghampirinya. Ia tersenyum kearah gadis itu. Sang gadis mengerenyitkan dahinya heran. "Mbak siapa?" Tanyanya.

Wanita itu hanya terus tersenyum padanya, dengan terus menatap matanya. Ia serahkan bayi digendongannya pada gadis itu. Sang gadis dengan refleknya menerima si bayi itu.

Ia tatap wajah bayi itu, bayi tampan yang sangat menggemaskan. Ia beralih pada wanita didepannya, namun baru saja Ia mendongak wanita didepannya mundur seoalah terbawa cahaya yang tadi menyilaukan matanya.

"Mbak! Ini dede bayinya gimana? Mbak! Jangan pergi!" Teriaknya. Namun wanita itu hanya tersenyum dan hilang dengan cahayanya.

**

Ia membuka matanya dan bangun dari tidurnya. Dengan nafas terengah-engah, Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya. Ia usap keringat yang bercucuran didahinya. Atensinya beralih pada keadaan sekitarnya. Ternyata Ia tengah berbaring diatas brankar.

"Dimana ini? Kenapa aku bisa ada disini? Ya ampun kepalaku!" Ia pegang pelipisnya yang terasa begitu berat.

Ingatannya kembali pada mimpinya tadi. "Ternyata itu mimpi? Terus siapa wanita itu?" Pertanyaan demi pertanyaan bersarang diotaknya. Hingga suara pintu yang terbuka dengan keras membuyarkan lamunannya.

Brakk!!!

"Ya ampun bestie!! Lu gak papa?" Seorang gadis menghampirinya dengan heboh.

"Ck. Berisik!" Ia menutup telinga yang hampir membuat gendang telinganya pecah karena teriakan gadis itu.

Si gadis hanya nyengir kuda menanggapinya. "Iya maaf! Gue khawatir sama lu Sis." Sesalnya dan hanya dijawab helaan nafas oleh gadis yang tengah duduk diatas brankar itu.

Siska Anggraeni, gadis cantik berusia tujuh belas tahun yang sebentar lagi akan memasuki usia delapan belas tahun. Gadis yang memiliki tubuh ideal, dengan wajahnya yang babyface begitu telihat imut dimata siapa saja. Sifatnya yang cerewet dan nyablak, begitu disenangi semua orang. Termasuk bestienya satu ini, yang begitu setia dengannya dari semenjak sekolah dasar. Gadis cantik bernama Lia, sahabat satu-satunya yang sudah seperti saudaranya sendiri. Keduanya masih duduk dikelas sebelas, yang sebentar lagi akan memasuki ujian akhir.

"Kenapa gue ada disini?"Tanyanya.

"Lah napa nanya gue? Mana gue tau. Karena lu gak masuk, pas istirahat gue telepon lu. Terus yang angkat malah bu Titin dan katanya lu di klinik, ya udah pas pulang gue langsung kesini." Timpal Lia panjang lebar.

Siska manggut-manggut dan mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Kalau ini sudah jam pulang sekolah, berarti ini sudah sore. Apa Ia tertidur dari pagi sampai sekarang?

Pagi tadi setelah mengunjungi kakak angkatnya yang akan pulang ke kota, Siska pulang dan hendak berangkat ke sekolah. Namun baru saja keluar dari rumah tiba-tiba Ia jatuh pingsan. Ibu yang juga hendak keluar rumah tentu panik dan langsung meminta bantuan tetangganya untuk membawanya ke klinik.

"Lu mau minum?" Tanya Lia dan dijawab anggukan oleh Siska. Lia mengambil segelas air putih yang tersedia diatas nakas dan memberikannya pada sahabatnya itu.

"Oh iya Ibu gue kemana ya?" Tanya Siska pada sahabatnya itu setelah meminum air putih ditangannya.

"Gak tau! Gue kan baru datang." Jawabnya dan dijawab anggukan Siska seraya mengembalikan gelas ditangannya.

"Eh Ya, gue tadi mimpi aneh!" Ucap Siska membuat sahabatnya menautkan satu alisnya penasaran.

"Apa?"

"Gue mimpi-" Belum juga ucapan Siska kelar pintu kamar terbuka, menampakkan sang Ibu yang hendak masuk hingga membuat atensi mereka teralihkan.

"Kamu sudah bangun Sis?" Tanya Bu Titin dan dijawab anggukan olehnya.

"Kenapa aku ada disini bu?" Tanyanya saat sang Ibu menghampirinya.

"Tadi pagi kamu pingsan. Entah berapa jam tuh kamu tidur." Tutur sang Ibu.

"Kok tidur? Katanya pingsan?" Tanya Lia merasa bingung.

"Ibu juga gak ngerti, kata dokter dia gak papa, cuma tertidur. Gak ada yang serius, cuma disuruh nunggu bangun aja!" Timpal Ibu membuat Lia tergelak.

"Kek putri tidur ya bu?" Tanya Lia disela tawanya dan disambut tawa kecil oleh sang Ibu.

Siska hanya mencibir dan berdecak kesal dengan bestienya ini. Ini pertama kali buatnya mengalami hal seperti itu.

"Udah berisik ah lu!" Siska menutup mulut sahabatnya itu. Hingga Lia berhenti tertawa.

"Ibu tadi dari mana?" Tanyanya pada sang Ibu.

"Oh iya Ibu hampir lupa, tadi neng Ay telepon kamu. Katanya ada kabar duka." Tutur Ibu membuat Siska mengerenyitkan dahinya heran.

"Kabar duka? Emang siapa yang meninggal?" Tanyanya penasaran, entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdegup begitu kencang mendengar penuturan sang Ibu.

"Katanya istri abangnya meninggal!" Timpal Ibu membuat Siska menganga dan bola matanya yang hampir saja keluar.

"Inalillahi wainailaihi rajiun!" Siska menutup mulutnya dengan tangannya merasa tak percaya.

"Serius bu?" Tanya Siska dan dijawab anggukan olehnya.

"Kapan?" Tanyanya lagi.

"Baru aja tadi! Baru sampai rumah katanya." Timpal Ibu.

"Emang dari mana? Terus sakit apa?" Cecar Siska penasaran.

"Dari rumah sakit, katanya abis melahirkan!" Timpal Ibu membuatnya menghela nafasnya panjang hingga menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenal sama abangnya neng Ay?" Tanya Ibu dan dijawab anggukan olehnya.

"Iya. Namanya bang Agung. Itu bu yang waktu aku petik buah mangga dihalaman itu. Itu buat bang Agung, soalnya istrinya lagi hamil. Dan sekarang?" Siska tak meneruskan ucapannya dan menghela nafasnya pasrah masih merasa tak percaya.

Ibu dan Lia pun manggut-manggut mengerti. Siska juga pernah cerita pada sahabatnya itu tentang pria tampan abangnya kak Ayra, kakak angkatnya.

"Ayo bu, kita melayat sekarang!" Ajak Siska.

"Ck. Kamu tuh! Kamu baru bangun. Ntar setelah kamu pulih, kita bisa kesana." Timpal Ibu.

"Tapi bu, aku gak papa. Kasihan bang Agung pasti dia sedih banget."

"Entar besok aja udah sore juga. Dari sini sampai kota butuh waktu beberapa jam, gak ada kendaraan juga kalau jam segini." Timpal Ibu membuat Siska menghembuskan nafasnya pasrah.

"Ya udah. Ibu beli makan dulu! Kamu belum makan dari pagi." Ucapnya pada sang putri. "Ya tolong jagain Siskanya dulu sebentar ya!" Titahnya pada sahabat putrinya itu dan dijawab anggukan olehnya.

Setelah Ibu berlenggang keluar kamar, Lia yang sudah gatal ingin menanyakan beberapa hal pada sahabatnya itu segera mencecar pertanyaan padanya.

"Eh..eh! Bukannya bang Agung tuh, cowok tampan yang lu lihatin fotonya ke gue?" Tanya Lia dan dijawab anggukan olehnya.

"Pas banget! Ini kesempatan lu buat dapetin dia." Ucap Lia dengan semangat.

"Ck. Otak lu!" Siska sampai menoyor jidat sahabatnya. "Dia lagi berduka, ngadi-ngadi aja lu! Lagian gue udah tau, bang Agung tuh bucin berat sama istrinya."

"Ya kali aja. Siapa tau lu bisa jadi penggantinya." Timpal Lia membuat sahabatnya mengeleng-geleng kepala.

Siska terdiam pikirannya tertuju pada pria yang pernah Ia kagumi itu. Entah kenapa hatinya ikut sakit mendengar kenyataan ini.

'Apa kamu baik-baik aja bang?' Batinnya bertanya.

***********

Tinggalkan jejakmu readers! Kasih vote, like dan komennya😊

Ini Siska si adek imut😙

Bab 3 Gak fokus

Hari ini Siska sudah diizinkan pulang, sebenarnya dari kemarin Ia sudah meminta pulang. Namun sang Ibu tetap kekeuh agar putrinya bermalam terlebih dahulu disana, untuk memastikan keadaannya.

Rencananya hari ini Ia akan melayat ke kediaman bang Agung, namun karena ada chat dari grup osis bahwa dia harus hadir dirapat osis hari ini, Ia pun mengurungkan niatnya untuk pergi berkunjung.

Pagi-pagi sekali Siska dan sang Ibu pulang dari klinik. Siska bergegas mandi dan memakai seragamnya. Seperti biasa Ia akan pergi berjalan kaki. Berhubung sekolah yang tak jauh dari rumahnya membuat Ia tak perlu menaiki kendaraan untuk berangkat.

"Aku berangkat dulu ya bu! Assalamualaikum!" Pamitnya menyalimi takzim tangan sang Ibu dan dijawab salam pula oleh ibunya.

**

Karena jarak yang dekat hanya butuh beberapa menit untuknya sampai disekolah. Baru masuk gerbang sekolah Ia sudah disambut heboh sahabat satu servernya itu.

"Siska my bestie!!!" Teriak Lia dengan merentangkan kedua tangannya menyambut sahabatnya itu.

Bukan mendapat pelukan Lia malah mendapat toyoran dari sahabat lucknut nya itu. "Lebay lu!"

"Ck. Gak peka amat sih. Gue itu nyambut lu." Protes Lia cemberut membuat Siska tergelak.

"Iya deh iya. Lagian sih lu, lebay banget!" Timpalnya disela tawanya.

Ketika keduanya tengah asyik bercanda, seorang pemuda dengan seragam yang sama menghampiri keduanya. "Kalian belum masuk? Cepetan masuk!" Ucapnya.

"Iya ini juga mau masuk, belum bel juga!" Protes Siska. Hanya Siska yang berani dengan pemuda satu ini.

"Kita harus masuk ruang osis sekarang. Ayo!" Ajaknya menggandeng tangannya dan berjalan menyeretnya.

"Ehh! Rangga! Tunggu! Ya ampun udah kek anak kucing gue, main seret aja." Protesnya, namun tak ayal mengikuti langkhnya juga.

Lia geleng-geleng kepala melihat si ketua osis yang dingin dengan setiap perempuan, kecuali Siska. Terkadang merasa heran dengan sikapnya itu, namun Ia tak mau ambil pusing dan hanya mengikuti keduanya.

Ketiganya sampai diruang osis. Siska dan Lia memang salah satu anggota osis disana. Ketika masuk semua anggota sudah hadir disana. Ternyata tinggal menunggu si ketos dan kedua anggotanya.

Rapat pun dimulai, banyak hal yang dibahas mengenai penerimaan calon siswa baru disana. Semua fokus dengan penuturan ketua osis mereka. Namun tidak dengan gadis satu ini, Ia malah fokus pada layar Hp nya. Entah apa yang tengah Ia lihat. Hingga Lia menyenggol lengan sahabatnya itu.

"Baiklah sepertinya kita tunda dulu rapatnya terlebih dahulu. Kita akan lanjut nanti setelah jam istirahat!" Tutur Rangga si ketua osis mengakhiri rapat pagi ini.

Semua bubar meninggalkan ruangan itu, termasuk kedua sahabat yang masih duduk dan hendak berdiri. Namun si ketua osis menahannya. "Lu kenapa sih Sis? Gue lihat lu ngelamun terus dari tadi?" Tanyanya.

Siska tersenyum manis menanggapinya. "Gak! Gue lagi kurang mood aja!" Timpalnya. Entah kenapa pikirannya hanya tertuju pada foto seseorang di layar Hpnya tadi.

"Lu masih sakit?" Tanya Rangga khawatir, bahkan Ia sampai menempelkan punggung tangannya didahi gadis didepannya.

Alih-alih baper dengan perhatian cowok tampan, most wanted sekolah yang menjadi idaman kaum hawa ini, Siska malah terkesan cuek saja.

Ia ambil tangan si ketos didahinya. "Gue gak papa. Gue keluar duluan yah. Bye!" Pamitnya. Dan menggandeng tangan bestienya. "Ayo Ya!"

Keduanya berlenggang keluar meninggalkan si ketos itu sendirian. Rangga menggebrak meja didepannya keras dengan decakan kesal. "Kenapa lu gak peka-peka sih Sis?"

**

Sementara itu kedua bestie yang tadi keluar tengah duduk di sebuah bangku, dibelakang sekolah. Karena waktu menunjukkan istirahat pertama. Keduanya menghabiskan waktunya disana dengan berbagai macam jajanan ditengah mereka. Kalau ditanya itu jajanan siapa, sudah dipastikan itu jajanan Lia si pemborong cemilan bi lastri. Dari mulai Cimol, cireng, cilok, cimin, pokoknya seraba serbi CI dibelinya. Dan tentu saja Ia tak makan itu sendiri. Selain menjadi teman berbagi cerita, Siska juga menjadi teman berbagi makanannya.

Namun kali ini, kayanya sahabatnya ini sedang tak berselera makan. Terbukti dari semua makanan yang ia anggurkan dan hanya menahan dagunya dengan sebelah tangan seraya melamun dan terus menatap benda pipih ditangannya.

"Lu kenapa sih Sis? Kek nya hari ini, nyawa lu hilang entah kemana?" Tanyanya seraya meledek.

"Mati dong gue!" Timpal Siska namun matanya masih fokus ke benda ditangannya.

Lia tergelak menananggapinya. "Ya lagian sih lu, hari ini aneh banget!" Timpalnya disela gelak tawanya.

"Kenapa sih?" Tanyanya lagi namun tak ditanggapi bestienya itu. Lia yang merasa kesal karena rak ditanggapi, mengambil benda ditangannya dengan paksa. Membuat si empunya gelagapan dan ingin mengambilnya, namun segera dihadang Lia.

Lia melihat apa yang sahabatnya itu lihat. Matanya membola kala apa yang Ia lihat. "Ya ampun Sis? Jadi dari tadi lu mikirin abang-abangan lu ini?" Tanyanya.

Siska kembali mengambil Hpnya, Ia lihat sekejap foto seseorang yang tengah senyum bahagia itu. Foto yang tak sengaja Ia ambil dengan posisi tak fokus namun malah membuatnya begitu tampan, terpampang jelas memenuhi layar Hpnya.

"Abang-abangan cenah. Namanya bang Agung woy!" Protes Siska.

"Ya deh iya, gue lupa namanya. Kenapa sih? Cerita dong!"

"Gue juga gak tau, gue terus kepikiran dia. Bayangan-bayangan dia sedih selalu memenuhi otak gue." Curhatnya seraya menghembuskan nafasnya berat.

"Apa karena gue belum melayat ya?" Tanyanya sendu.

Lia menepuk pundaknya. "Iya mungkin itu salah satu alasannya, Tapi ada satu alasan lagi yang membuat lu kek gini" Tuturnya.

Siska menoleh dan mengerenyitkan dahinya seolah bertanya apa?

"Hati lu! Yang gue lihat, hati lu udah buat abang lu itu." Timpal Lia membuat Siska terdiam dengan pikirannya yang entahlah.

"Udah mending lu segera temuin dia. Siapa tau dia butuh lu buat jadi pengganti istrinya." Tutur Lia yang sukses mendapat tampolan dibahunya dari bestienya itu. Membuat Lia tergelak.

"Jangan gitu dong. Katanya ya, arwah seseorang yang belum empat puluh hari itu masih berkeliaran. Mungkin aja dia disamping lu." Ucap Siska membuat bestienya itu meringsek mendekat karena ketakutan. Bahkan Ia sampai menduduki aci-acinya.

"Eh.. Tuh si aci napa lu dudukin?" Tanya Ayra mencoba menahan bokongnya.

Lia dengan refleks berdiri mengusap bokongnya. "Lu sih nakut-nakutin."

Siska tertawa menanggapi tingkah sahabatnya itu. "Itu kan katanya. Iya dan enggaknya gue juga gak tau."

Lia kembali duduk dengan perasaannya yang masih dongkol. Pasalnya roknya sampai kena minyak dan berbekas disana.

"Udah gak usah cemberut gitu, diloker ada rok ganti gue, ntar lu pake!" Titah Siska dan dijawab anggukan olehnya.

"Terus kapan lu nemuin dia?" Tanya Lia.

"Entahlah."

"Kenapa?" Tanyanya lagi.

"Gue belum siap melihat dia yang terluka." Lirihnya sendu.

*************

Mari ramaikan readers! Kasih vote, like dan komennya. Kasih hadiahnya juga boleh😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!