Hari minggu pun tiba, Siska dan sang Ibu sudah bersiap mengunjungi kediaman bang Agung untuk melayat. Keduanya berangkat menggunakan kendaraan umum, sebuah bus yang mereka tumpangi untuk sampai disana.
Tak membutuhkan banyak waktu keduanya sudah tiba diterminal yang tak jauh dari rumah bang Agung. Dengan bermodalkan alamat yang dikirim kakak angkatnya, keduanya sampai didepan rumah bang Agung.
"Beneran ini rumahnya?" Tanya Ibu.
"Gak tau. Kata kak Ay sih emang ini. Kita coba masuk aja yuk bu!" Ajak Siska.
Keduanya masuk ke halaman rumah yang memang pintu pagar rumahnya terbuka. Rumah minimalis yang begitu asri dengan berbagai macam tanaman daun bolong-bolong yang sempat trending memenuhi beberapa pot yang berjejer dihalaman depan.
Keduanya berjalan menghampiri pintu utama yang juga terbuka.
"Assalamualaikum!" Sapa keduanya.
"Waalaikumsalam!" Jawab beberapa orang didalam.
Siska tersenyum kala seseorang datang menghampiri keduanya.
"Siska?" Sapanya dan dijawab lambaian tangan olehnya. "Ini?" Bang Agung melihat Ibu yang baru pertama Ia lihat.
"Ini ibu aku bang. Bu Titin namanya." Jelas Siska.
"Ya ampun maaf bu! Aku gak tau." Timpalnya dan segera menyalami takzim tangan sang Ibu.
"Iya gak papa." Jawab Ibu.
"Mari! Silahkan masuk!" Ajak bang Agung menggiring keduanya untuk duduk disofa ruang tamu.
Kedua lelaki paruh baya yang tadi tengah bersama bang Agung pun berpamitan untuk keluar meninggalkan ketiganya disana. Bang Agung dan kedua wanita beda generasi itu pun duduk. Bang Agung duduk disofa tunggal dan keduanya duduk disofa panjang sisi bang Agung.
"Nih bang aku bawain oleh-oleh, biar ngurangin sedihnya." Tutur Siska meyerahkan bingkisan ditangannya dan menyimpannya diatas meja. Membuat bang Agung menyimpulkan senyumnya.
"Kami berdua turut berduka atas meninggalnya istri nak Agung. Smoga diterima amal ibadahnya dan ditempatkan ditempat yang mulia disis-Nya!" Tutur Ibu dan diaminkan bang Agung.
"Iya bu. Makasih kalian sudah mau datang kesini." Timpal bang Agung.
"Emm maaf ya bang! Kita baru sempat melayat. Waktu dikasih kabar tu, aku lagi di klinik!" Ucap Siska. Membuat bang Agung terlihat terkejut dan khawatir.
"Emang siapa yang sakit?" Tanya bang Agung.
"Sehabis dari rumah neng Ay untuk menemuinya karena mau pulang waktu itu, tiba-tiba aja Siska jatuh pingsan, terus Ibu bawa dia ke klinik. Sampe harus nginep segala." Timpal bu Titin.
"Kasihan adek imut abang." Bang Agung mengusek pelan pucuk kepala gadis disampingnya membuat si gadis terpaku sebentar dengan perlakuan abang-abangannya itu.
"Tapi sekarang gak apa-apa kan?" Tanya bang Agung. Siska yang tersadar segera menghindarkan kepalanya.
"Gak bang! Gak papa." Jawabnya sedikit gugup, entah kenapa jantungnya berdegup kencang. Pipinya pun tiba-tiba terasa terbakar.
"Oh iya, kak Ay mana?" Tanyanya basa basi, untuk mengalihkan perhatian.
"Dia kan lagi dipernikahan Agel sama Juna. Mungkin ampe malam." Timpal bang Agung.
"Aku juga di undang, pengen kesana tapi aku gak tau dimana rumahnya." Ucap Siska sendu.
"Lu mau kesana?" Tanya bang Agung dan dijawab anggukan olehnya. "Ya udah lu chat aja, siapa tau mereka mau jemput!" Lanjutnya dan dijawab angggukn kepala.
"Iya deh aku coba."
"Oh iya bu Asti kemana?" Tanya Ibu yang tak melihat teman masaknya itu.
"Mamih sama Papih sedang menjemput dede bayi dirumah sakit bu. Hari ini sudah dizinin pulang." Tutur bang Agung.
"Alhamdulillah!" Jawab kedua wanita itu sermpak sembari menadahkan tangannya.
"Syukurlah bang akhirnya dede bayinya udah bisa pulang. Saat tau kabarnya dari kak Ay, aku juga ikut khawatir." Tutur Siska.
"Makasih ya Sis, bu! Atas doa-doa kalian." Ucap bang Agung dan diiyakn keduanya.
Ketika tengah mengobrol, tiba-tiba dari dapur datang dua orang wanita berbeda generasi.
"Eh ada tamu?" Tante Asmi yang datang dari dapur tentu tak tau siapa yang bertamu disana.
"Ini siapa ya?" Tanya tante Asmi.
"Perkenalkan bu, saya bu Titin dan ini putri saya Siska. Kita kerabat den Ardi dari desa." Ibu menyodorkan tangannya memperkenalkan diri.
Tante Asmi menyambut jabatan tangannya. "Ya ampun maaf bu saya gak tau. Kenalin nama saya Asmi, saya adiknya kak Asti. Tantenya Agung. Dan ini putri saya Aysa." Sesal tante Asmi, yang merasa tak enak dengan keduanya.
Mereka pun mengobrol dengan seru disana. Bang Agung yang merasa tak bisa ikut nyambung disana, meninggalkan para wanita itu dan berlenggang keluar rumah. Tanpa Ia sadari Siska membuntutinya.
Ketika akan duduk di kursi teras, Ia dibuat terkejut akan sang gadis yang sudah Ia klam menjadi adek imutnya itu membuntutinya.
"Astagfirulloh! Bikin kaget aja!" Bang Agung sampai mengelus dadanya seraya mendaratkan bokongnya disana.
Siska tertawa melihat ekspresi bang Agung. Ia ikut duduk di kursi sebrang bang Agung.
"Ngapain ngikut sii?" Tanya bang Agung sedikit kesal.
"Kenapa gak boleh?" Goda Siska.
"Abang tu lagi galau. Kalo ditinggal sendiri takutnya ada setan, terus abang frustasi, terus ngelakuin hal yang aneh-aneh, terus-" Ucapannya teputus oleh jari telunjuk bang Agung.
"Lu tu bawel banget, nyerocos mulu! Ngomong tu pake pilter pake koma." Timpalnya membuat Siska memcibir, padahal mah dianya juga sama aja ya!
"Lagian mana mungkin gue ngelakuin hal kek gitu. Ngarang aja lu." Lanjutnya.
"Ya kan itu cuma prediksi, kalo bener ketempelan setan kan bisa aja. Lagian orang galu itu gampang banget digentelin setan." Tutut Siska.
Pletaaakkk!!!
"Awww!!" Siska meringis mengusap jidat yang kena sentilan bang Agung.
"Omongan lu tu kaya nyumpahin gue tau gak? Lu kira iman gue udah tipis apa? Enak aja!" Protes bang Agung.
"Gak harus nyentil juga sii bang. sakit ini!" Siska masih mengusap jidatnya. "Aku tuh cuma khawatir, karena aku juga pernah diposisi kaya abang!" Tutur Siska sendu.
Bang Agung menatap wajah sendu wajahnya. "Cih. Kaya lu punya suami aja?" Candanya terkekekh.
"Ini bahkan lebih dari seorang suami." Timpalnya membuat bang Agung terdiam.
"Cinta pertamaku, pahlawan hidupku, tempat bermanjaku." Air matanya luruh begitu saja.
Memorinya kembali berputar kebeberapa tahun yang lalu. Dimana Ia harus kehilangan sosok yang menjadi tempat keluh kesah dan canda tawanya. Sosok Ayah yang masih sangat Ia butuhkan kala itu, bahkan sosok itu masih Ia harapkan sampai sekarang. Namun takdir harus merelakan Ia kehilangannya.
"Aku tau bagaimana hati abang sekarang. Aku tau betapa sulitnya mengikhlaskan orang yang begitu berharga buat kita. Karena akupun pernah merasakannya." Tuturnya dengan air mata yang semakin deras.
Bang Agung menghapus lelehan air mata dipipi gadis yang terlihat begitu rapuh dari dirinya itu dengan ibu jarinya. "Lalu bagaimana caranya lu bisa bertahan sampai sekarang?" Tanyanya.
"Melihat masa depan! Melakukan hal yang baik, agar dia bahagia dan bangga disana!"
***********
Jangan lupa tinggalkan jejak kalean readers! Kasih vote pertama kalian yaa! Ramaikan juga kolom komentarnya😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Aqiyu
ya komen
2022-10-17
1
Markoneng
wah, keknya musti ke novel sebelumnya ini 🤔
2022-04-09
1
Yanti puspita sari🌹🥀
next kakak
2022-03-20
1