Zoya perlahan bangkit, ia tidak lagi memiliki pilihan sama sekali selain ikut dengan Bryan. Matanya menatap Putri yang sedang melirik sinis kearahnya dan pergi berlalu dari sana. Hati Zoya sakit saat melihat orang yang benar-benar dia anggap penting dalam hidupnya. Ternyata sama sekali tidak pernah menganggapnya sama pentingnya. Dari musibah yang dia alami, Zoya perlahan belajar bagaimana kejamnya orang di sekeliling saat dirinya dilanda musibah.
"Besok kita akan menikah dan kedua orang tuaku tidak tahu mengenai pernikahan ini. Dan kau tidak boleh lagi keluar dari apartemen kalau sudah menjadi istriku!"
"Bry, apa kamu bahagia jika memperlakukanku kayak gini?" tanya Zoya sendu.
"Jangan memanggilku begitu lagi, kau sudah tidak pantas. Panggil aku Bryan. Paham!"
Zoya membuang tatapannya keluar jendela. Melihat kerlab kerlip bingang yang menghiasi malam. Tatapannya juga tampak begitu sedih. Ia kembali terbayang saat kehidupannya belum benar-benar hancur seperti sekarang. Setiap hari minggu, keluarganya akan pergi makan malam di restoran mewah langganan mereka. Melalang buana melintasi cakrawala dengan penuh tawa dan kebahagiaan.
"Apa kau mendengarnya!"
"Iya, Bryan."
Zoya tahu, kehidupannya akan segera dimulai saat Bryan menikahinya. Ia tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh pria itu. Memikirkannya saja membuat Zoya lelah.
"Turun!"
"Hah!"
"Turun!" teriak Bryan kesal.
Bryan dan Zoya segera masuk ke apartemen. Di sana terdapat dua buah kamar. Yang satu terlihat sangat kecil dan di sanalah dia akan tinggal.
"Kau tinggal di sini, jang pernah berani-beraninya menyentuh ruanganku!"
Zoya langsung masuk dan mencoba istirahat. Akan tetapi baru saja matanya akan tertutup, suara Bryan terdengar sedang memerintahkannya untuk membersihkan apartemennya. Sepanjang hari dihabiskan Zoya untuk membersihkan apartemen yang lumayan luas. Ditambah ia yang masih belum makan, perutnya terus keroncongan dan terasa perih.
Hari pernikahan pun sudah tiba, dan Zoya sudah sah bergelar istri dari Bryan. Pernikahan yang diimpikan oleh Zoya bukalah seperti pernikahannya yang seperti saat ini. Tidak ada kemewahan, tidak ada kemegahan apalagi sanak saudara. Zoya merasa sangat hampa dan sedih mengisi relung hatinya. Malamnya ia habiskan menangis dalam diam. Ia masih meringkuk di dalam kamar.
"Zoya! Zoya!" teriak Bryan dari luar kamar.
"Ada apa lagi ya Tuhan," desahnya. Ia segera bangun dan membukakan pintu.
"Siapa yang menyuruhmu bermalasan! Aku lapar, masak sekarang!"
"Tapi aku nggak bisa masak " cicit Zoya.
"Aku tidak peduli, sekarang juga kau harus masak?"
Zoya menghela napas dan segera pergi ke dapur. Dengan mata yang sangat lekat, ia mengambil bahan makanan dari dalam kulkas. Seketika ia bingung bagaimana cara mengolahnya. Zoya benar-benar tidak pernah memasak makanan apa pun selama ia hidup.
"Terserah lah, yang penting aku sudah memberitahunya kalau aku tidak bisa memasak."
"Makanan sudah siap." jelas Zoya saat menemui pria itu di ruang tamu.
Bryan segera menuju meja makan. Dengan santai tangannya mengambil beberapa masakan Zoya. Ia perlahan mulai mengunyahnya dan dalam hitungan detik, makanan tersebut dilempar ke wajah Zoya.
"Apa hanya ini yang bisa kau masak!"
"Bry, maksudnya Bryan aku sudah menjelaskan kalau tidak bisa memasak. Tapi kamu memaksanya. Hanya itu yang bisa kumasak."
"Sampah!" kesal Bryan, ia melempar masakan itu ke wajah Zoya dan pergi meninggalkan Zoya yang menjerit kesakitan karena masakannya masih panas. Zoya segera berlari ke wastafle dan segera membersihkan wajahnya yang terasa panas dan perih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Danny Muliawati
biadab
2023-02-28
0