Bryan pun segera pergi karena mengira Zoya jatuh karena tidur. Selang dua puluh menit kemudian, ia kembali keluar dan melihat Zoya masih tergeletak di sana. Bryan sedikit mengernyit melihat hal tersebut.
"Apa dia begitu mengantuk? Cih, apa susahnya berjalan ke kamarnya yang tidak begitu jauh. Benar-benar merepotkan!"
Bryan segera mendekat dan membopong tubuh Zoya. Namun, ia tidak bisa merasakan napas Zoya. Seketika dia panik dan segera mengambil perlengkapan dokternya di kamarnya. Dira yang melihat hal tersebut dibuat bingung. Pertanyaannya pun diabaikan olehnya. Setelah di kamar, Bryan segera memeriksa denyut jantung yang terdengar sangat lemah. Karena merasa nyawa Zoya sedang terancam, Bryan segera memasang infus. Ia selalu menyediakan alat tersebut jika terjadi hal yang mendesak. Karena tidak mungkin membawa Zoya ke rumah sakit.
"Ternyata dia tidak berbohong, dia benar-benar kelelahan." seketika perasaan bersalah menyelinap masuk ke relung hatinya. Apalagi saat Zoya kehilangan banyak cairan karena tidak makan.
Bryan kembali ke kamarnya. "Dira, aku akan mengantarmu pulang."
"Tapi sayang, kita ...."
"Aku sedang tidak mood," ucapnya singkat.
"Kenapa?"
"Dira! Jangan banyak bertanya, pulang sekarang. Aku akan menelpin sebuah taksi untukmu."
"Bukannya tadi kamu mau mengantarku, kenapa sekarang memesan taksi." kesal Dira sambil merajuk.
"Karena kau terlalu cerewet, ayo kuantar ke bawah."
Setelah kepergian Dira, Bryan pun kembali masuk ke kamar Zoya. Ia memandangi wajah lemah Zoya yang terlihat sangat pucat. Ia memegangi tangannya yang terasa dingin dan Bryan mengecupnya pelan.
"Zoya, maafkan aku."
Sepanjang malam Bryan di sana menjaga Zoya. Zoya sudah bisa membuka matanya. Namun, tubuhnya masih sangat lelah. Ia menatap sekitar dan menemukan Bryan di sana. Zoya tersenyum simpul dan mengelus kepala pria yang masih sangat dicintainya. Perasaannya tidak akan mudah luntur, karena mereka sudah bersama selama bertahun-tahun.
"Terima kasih," bisik Zoya lemah.
Ia mengambil jarum infus karena ingin buang hajat kecil. Sedikit tertatih ia berjalan ke luar ruangan menuju toilet yang berada di dapur. Baru saja berjalan beberapa langkah, napasnya sudah terlihat ngos-ngosan. Ia hampir saja limbung dan jatuh. Sampai sebuah tangan meraih pinggangnya dengan cekatan.
"Hati-hati," ucapnya dengan nada lembut.
"Maaf, tapi aku kebelet." cicit Zoya membuat Bryan berdecih sebelum tersenyum.
"Biar kuantar."
"Tidak, maksudnya nggak perlu. Aku bisa sendiri."
"Katanya kebelet, kalau kamu sampai buang air sembarangan gimana? Apartemen ini juga yang akan bau."
Zoya malu mendengar hal tersebut. Ia pun pasrah di gendong oleh Bryan menuju kamar mandi. "Turunkan di sini saja."
"Tidak mau kuantar sampai ke dalam?"
"Ti-tidak perlu, aku bisa sendiri, kamu bisa kembali ke kamarmu," jawab Zoya sedikit gugup. Wajahnya bahkan sampai memerah.
Setelah pintu tertutup, Bryan sedikit tersenyum sebelum kemudian kembali ke kamarnya. Di sana ia mulai memikirkan mengenai tindakannya yang sudah benar atau malah keliru. Matanya menatap sebuah bingkai dan matanya kembali menajam. Kilat kemarahan masih ada di sana dengan seribu kebencian. Ia tahu tidak boleh goyah dengan perasaannya karena tujuannya memang untuk membuat Zoya menderita seperti sekarang. Ia ingin gadis itu merasakan bagaimana kehilangan orang yang dia cintai.
"Zoya, semua masih belum berlalu, itu masih baru permulaannya."
Gais jangan lupa kasih dukungannya ya, terima kasih banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
istri sirih jungkook🤪
ceritanya seru thor,
walaupun emosi bacanya
2022-04-16
1
Andriana
semangat terus buat up jgn berputus asa 😍😍😍😍😍
2022-04-16
0