Bryan mengalah dan segera pergi dari sana. Setelah kepergiannya, Zoya segera menyuruh suster Eka untuk memantau kondisi Donita. Ia akan pergi sebengar untuk mencari udara segar di rooftop. Zoya mengenang saat pertama kali pria itu menyatakan cinta dan memohon untuk menjadi kekasihnya. Bahkan pria itu selalu memperlakukannya dengan sangat manis. Kini Zoya sedikit terganggu dengan sikap kekasihnya kepada pasiennya.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu sembunyikan?" tanya Zoya pada angin. Lalu seseorang datang menghampirinya sambil membawa minuman kaleng dan menyodorkannya.
"Aku mendengar apa yang terjadi di ruang UGD dari beberapa suster."
"Kabar sangat cepat menyebar." dengkus Zoya tapi air mata pelan-pelan keluar dari pelupuk matanya.
"Hal yang paling kubenci adalah saat melihatmu menangis. Aku merelakanmu bukan untuk disakiti." Suara pria itu terlihat sarat akan emosi.
"Mungkin ini namanya cobaan sebelum pernikahan."
"Zoya, kamu harus bisa tegas pada Bryan. Jangan sampai dia melakukan sesuatu dengan sesuka hati, aku tidak akan segan-segan membawamu ke pelaminan jika dia melukaimu lagi."
Mendengar itu Zoya tertawa pelan dan menghapus air matanya. Ia meneguk minuman kaleng yang sudah dibuka oleh pria itu lalu meneguknya dengan rakus sampai membuat ia tersedak. Ponselnya berbunyi, ia segera mengangkatnya.
"Saya segera ke sana."
"Den, aku harus ke ruang UGD," ucapnya dan segera pergi.
Di ruang UGD Bryan menatap tajam Zoya yang baru saja datang. Entah kenapa semenjak ia bertemu dengan Donita, ia seolah melupakan siapa Zoya baginya.
"Kenapa membiarkan seorang pasien hampir mati, kenapa kamu sangat lalai!" teriak Bryan membuat semua suster menatap Zoya.
"Dokter Bryan, saya hanya—"
Belum sempat ia menjelaskan, Bryan sudah lebih dulu memotong ucapannya dan segera menggenggam tangan Donita dengan sayang. Kejadian itu dilihat oleh Zoya. Ia merasa dadanya sangat sesak dan akan meledak jika keluhnya tidak segera dilepaskan.
"Bry, kamu di sini?" tanya Donita lemah.
"Iya, Dona, aku ada di sini bersamamu," ujarnya, ia tampak sangat senang melihat Dona yang sudah sadar. Kehadiran Zoya ia hiraukan dan terus sibuk dengan Donita.
Zoya pelan-pelan pergi dari sana, ia menangani pasien lain yang lebih membutuhkannya. Ia tahu, saat ini hatinya sedang tidak baik-baik saja. Tapi ia selalu mengupayakan tetap bekerja secara profesional. Dua jam lagi Zoya akan melakukan operasi yang sangat berat karena ia harus mengganti katup jantung.
Bryan datang ke ruangannya dan memarahi keteledoran Zoya yang ia anggap bisa menyebabkan Donita meninggal. Zoya yang tidak terima dituduh seperti itu kehilangan kesabarannya.
"Harus berapa kali kukatakan! Aku hanya sedang butuh rehat sejenak, aku tidak meninggalkannya tanpa pengawasan. Kenapa kamu begitu marah? Apa dia sangat berarti bagimu? Siapa dia? Siapa!"
"Dia wanita yang kucintai dulu, sekarang dan selamanya!" teriak Bryan.
Pernyataan yang mampu membuat Zoya tersadar dari dunia dongeng yang diberikan Bryan selama ini, tidak pernah seindah itu.
"Apa aku pernah benar-benar berarti bagimu?" tanya Zoya dengan lirih.
Bryan tidak menjawabnya, ia meninggalkan Zoya dengan segudang pertanyaan yang sekarang menganggunya.
"Lalu apa arti cinta yang selalu kamu ucapkan selama ini? Apa semua hanya ilusi?" tanya Zoya pada Bryan yang berada di ambang pintu. Pria itu tidak menggubris dan langsung pergi.
---
Semoga kalian suka yahhhhh, tengkyus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
susi lawati
Brian labil
2024-10-15
0